Skip to main content

Full text of "Ilmu Fiqih"

See other formats


Ahmad Sarwat 



Seri Fiqih Kehidupan (1) 

Ilmu Hqih 


DU-PUBLISHING 





Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam terbitan (KDT) 
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Pengantar Ilmu Fiqih 
Penulis, Ahmad Sarwat 

388 him; 17x24 cm. 

ISBN XXX-XXXX-XX-X 


Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau 
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari 
penerbit. 


JUDUL BUKU 

Seri Fiqih Kehidupan (1): Ilmu Fiqih 

PENULIS 

Ahmad Sarwat Lc 

Editor 

Aini Aryani LLB 

SETTING & Lay out 

Fatih 

Desain Cover 

Fayad 

PENERBIT 

DU Publishing 
Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan 
Setiabudi Jakarta Selatan 12940 

Cetakan Pertama, September 2011 


ISBN XXX-XXXX-XX-X 




Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Dafar Isi 


Daftar Isi 

Daftar Isi.5 

Pengantar.15 

Bab 1 : Pengertian Fiqih.25 

A. Fiqih.25 

1. Bahasa.25 

2. Istilah.27 

B. Syariah.32 

1. Bahasa.32 

2. Istilah.33 

C. Perbedaan Fiqih dan Syariah.33 

1. Ruang Lingkup Syariah.33 

2. Syariah Bersifat Universal.34 

3. Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami.35 

D. Fiqih di Zaman Nabi.36 

1. Istilah Fiqih di Masa Nabi.36 

2. Fiqih Sudah Ada Sejak Zaman Nabi.37 

Bab 2 : Keistimewaan Fiqih.39 

A. Bersumber Dari Wahyu.39 

1. Tuduhan Para orientalis.40 

2. Fiqih vs Hukum Buat Manusia.41 

B. Mencakup Semua Aspek Kehidupan.43 

1. Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah.44 

2. Al-Ahkam Al-Madaniyah.44 

3. Al-Ahkam Al-Jina’iyah.44 

4. Al-Ahkam Al-Murafa’at.45 

5. Al-Ahkam Ad-Dusturiyah.45 

6. Al-Ahkam Ad-Dauliyah.45 

7. Al-Ahkam Al-Iqtishadiyah Wa A-Maaliyah.45 

C. Konsep Halal Haram.45 

D. Beriandaskan Kaidah Paten Tapi Fleksibel.46 

E. Prinsip Memberi Kemudahan.47 

F. Fiqih Adalah Khazanah Islam Yang Luas.48 

G. Mengikuti Perkembangan Zaman.49 

Bab 3 : Urgensi Ilmu Fiqih.51 

A. Dalil Syar'i.52 


5 






































Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


1. Dalil Al-Quran.52 

2. Dalil As-Sunnah.54 

B. Realitas.58 

1. Ilmu Fiqih Bagian dari Identitas Ke-Islaman.58 

2. Kunci Memahami Al-Quran & As-Sunnah.59 

3. Fiqih Adalah Porsi Terbesar Ajaran Islam.60 

4. Tingginya Kedudukan Ulama.61 

5. Terhindar Dari Perpecahan.62 

6. Menentukan Eksistensi Umat Islam.62 

7. Menahan Liberalisme, Sekuleris & Pluralisme.63 

8. Obat Ekstrimisme.63 

9. Implementasi Islam Kaaffah.64 

Bab 4 : Proses Terbentuknya Ilmu Fiqih.67 

A. Lewat Proses Tidak Langsung Jadi.67 

B. Sumber Yang Statis.69 

1. Al-Quran dan As-Sunnah.69 

2. Mudak Kebenarannya.70 

3. Statis.70 

C. Realitas Kehidupan Yang Dinamis.71 

1. Berbeda-beda.72 

2. Dinamis.72 

D. Ijtihad.74 

1. Ulama.74 

2. Kaidah.74 

E. Hasil.74 

Bab 5 : Tema-tema Besar Fiqih.75 

A. Bagian Dasar atau Asas.77 

1. Fiqih Thaharah.78 

2. Fiqih Shalat.78 

3. Fiqih Zakat.79 

4. Fiqih Puasa.80 

5. Fiqih Haji.81 

B. Bagian Bangunan Islam.81 

1. Fiqih Muamalat.82 

2. Fiqih Nikah.83 

3. Fiqih Kuliner.83 

4. Fiqih Pakaian & Rumah.84 

5. Fiqih Sembelihan.84 

6. Fiqih Masjid.84 

7. Fiqih Kedokteran.84 


6 











































Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Dafar Isi 


8. Fiqih Seni.84 

9. Fiqih Mawaris.85 

C. Bagian Atap atau Pelindung.85 

1. Fiqih Jinayat.85 

2. Fiqih Jihad.85 

3. Fiqih Negara.85 

Bab 6 : Al-Quran.87 

A. Sumber-sumber Ilmu Fiqih.87 

1. Sumber Utama.88 

2. Sumber-sumber Tambahan.88 

B. Definisi Al-Quran.89 

1. Bahasa.89 

2. Istilah.89 

C. Mengapa Al-Quran Berbahasa Arab?.94 

1. Bahasa Abadi.94 

2. Kaya Kosa Kata.96 

D. Keaslian Al-Quran.97 

1. Ditulis Sejak Turun.97 

2. Dijilid Dalam Satu Bundel.98 

3. Distandarisasi Penulisannya.98 

4. Dihafal Berjuta Manusia.99 

E. Ayat-ayat Hukum.100 

1. Pengertian Ayat Hukum.100 

2. Jumlah Ayat Hukum.101 

F. Kitab Tafsir Ayat-ayat Hukum.102 

1. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh Al-Imam Al-Qurtubi.103 

2. Fathul Qadir oleh Al-Imam Asy-Syaukani.103 

3. Tafsir Ahkam Al-Quran Al-Kariem.103 

4. Tafsir Al-Jashshash.103 

5. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh Ali Ash-Shabuni.103 

6. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh As-Sayis.104 

Bab 7 : As-Sunnah.105 

A. Pengertian.106 

1. Bahasa.106 

2. Istilah.106 

3. Sunnah Menurut Ilmu Fiqih.107 

4. Sunnah Menurut Ahli Kalam.109 

B. Penggunaan Istilah Sunnah dan Hadits.109 

1. Pengertian Al-Hadits.110 

2. Kesamaan & Perbedaan Al-Hadits dan As-Sunnah.110 


7 











































Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


C. Hakikat As-Sunnah Adalah Wahyu Allah.Ill 

1. Inkarus-Sunnah.112 

D. Kritik Hadits.116 

1. Ketersambungan Sanad.117 

2. Kualias Perawi.117 

3. Kemampuan Perawi.118 

4. Tidak Ada Syadz.118 

5. TidakAda ‘Illat.118 

E. Pembagian Hadits Berdasarkan Jumlah Perawi.119 

1. Hadits Mutawatir.119 

2. Hadits Ahad.120 

Bab 8 : Ijma'.123 

A. Pengertian.124 

1. Bahasa.124 

2. Istdlah.124 

B. Kedudukan dan Masyru’iyah.125 

1. Al-Quran.125 

2. As-Sunnah.126 

C. Mungkinkah Terjadi Ijma’?.129 

D. Kehujjahan Ijma’.130 

E. Sandaran Ijma’.130 

1. Nash Al-Quran.130 

2. Nash Al-Hadits.131 

3. Qiyas.131 

4. Ijtihad.131 

F. Ijma’ Di Zaman Modem.132 

1. Kemajuan Teknologi.133 

2. Tantangan.135 

Bab 9 : Qiyas.139 

A. Pengertian Qiyas.140 

B. Rukun Qiyas.141 

1. As hi...141 

2. Al-Far’u.141 

3. Al-'Illat.141 

4. Hukum ashl .141 

C. Kehujjahan Qiyas.141 

Bab 10 : Sumber Fiqih Mukhtalaf.147 

A. Pengertian.147 

B. Al-Masalih Al-Mursalah.148 










































Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Dafar Isi 


C. Al-Istidlal.148 

D. Al-Istish-hab.149 

E. Saddu Adz-Dzari’ah.149 

F. Al-Istihsan.149 

1. Pengertian.150 

G. Al-'Urf.150 

1. Pengertian.150 

2. Jenis ‘Urf & Hukumnya.151 

3. Contoh Implementasi Al-Urf.152 

H. Syar'u Man Qablana.153 

I. Amalu Ahlil Madinah.153 

J. Qaul Shahabi.153 

Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid.155 

A. Pengertian.156 

1. Bahasa.156 

2. Istdlah.157 

3. Hubungan Ijtihad dengan Fiqih.158 

B. Masyru'iyah.158 

1. Al-Quran.159 

2. Sunnah.160 

3. Ijma'.161 

C. Hukum Ijtihad.162 

1. Ijtihad Wajib.162 

2. Ijtihad Sunnah.162 

3. Ijtihad Makruh.162 

4. Ijtihad Haram.162 

D. Mengapa Hams Ada Ijtihad?.163 

1. Perintah Allah dan Rasulullah SAW.164 

2. Keterbatasan Al-Quran dan As-Sunnah.165 

3. Luasnya Bidang Kehidupan.168 

4. Kritik Hadits.169 

5. Nasakh dan Mansukh.170 

6. Dalil Umum dan Ishusus.170 

7. Kontradiksi Dalil.170 

E. Wilayah Ijtihad.170 

F. Syarat-syarat Ijtihad.170 

G. Peringkat Mujtahid.170 

1. Muj tahid Mudak Mustaqil.171 

2. Mujtahid Muthlaq Ghairu Mustaqil.171 

3. Mujtahid Muqayyad.172 


9 











































Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


4. Mujtahid Tarjih.173 

5. Mujtahid Fatwa.174 

6. Muqallid.174 

Bab 12 : Istilah Dalam Fiqih.177 

A. Istilah Hukum.177 

1. Hukum Taklif..177 

2. Hukum Wadh'i.179 

B. Istilah Ushul.182 

1. Umum dan Khusus (aam dan khas).182 

2. Muthlaq dan Muqayyad.183 

3. Mujmal dan Mubayyan.184 

4. Manthuq dan Mafhum.185 

C. Istilah dalam llmu Fiqih.186 

1. Ijtihad.186 

2. Ittiba’.187 

3. Taqlid.187 

D. Istilah Fiqih Madzhab.189 

1. Istilah dalam madzhab Hanafi.189 

2. Istilah dalam Mazdhab Maliki.190 

3. Istilah Madzhab Syafi'i.191 

4. Istilah Madzhab Hanbali.192 

Bab 13 : Perbedaan Pendapat.195 

A. Bolehkah Terjadi Perbedaan?.197 

1. Perbedaan Pendapat di Antara Para Nabi.197 

2. Perbedaan Pendapat di Antara Para Malaikat.202 

3. Perbedaan Pendapat di Antara Nabi SAW dan Shahabat.204 

4. Perbedaan Pendapat di Antara Para Shahabat.205 

5. Perbedaan Pendapat di Antara Para Ulama.208 

B. Batas Kebolehan Perbedaan Pendapat.208 

1. Beda Pandangan Bukan Perpecahan.208 

2. Masalah Cabang dan Bukan Fundmental Aqidah.208 

3. Bukan Permusuhan dan Fanatisme.208 

4. Adab dan Akhlaq Berbeda Pendapat.208 

C. Sebab Perbedaan Pendapat.208 

1. Perbedaan makna lafadl teks Arab.209 

2. Perbedaan hwayat.209 

3. Perbedaan sumber-sumber pengambilan hukum.210 

4. Perbedaan kaidah usul fiq.210 

5. Ijtihad dengan qiyas.210 

6. Pertentangan (kontradiksi) dan tarjih antar dalil-dalil.210 


10 











































Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Dafar Isi 


Bab 14 : Madzhab Fiqih.213 

A. Pengertian Mazhab.213 

1. Bahasa.213 

2. Istilah.214 

B. Ruang Lingkup Mazhab.214 

C. Periode Fiqih.214 

1. Periode Pertama.216 

2. Periode Kedua.216 

3. Periode Ketiga.216 

4. Periode Keempat.216 

5. Periode Kelima.217 

6. Periode Keenam.217 

7. Periode Ketujuh.217 

D. Mazhab Empat.217 

1. Al-Imam Abu Hanifah.218 

2. Al-Imam Malik.220 

3. Al-Imam Asy-Syafi'i.221 

4. Al-Imam Ahmad.223 

E. Madzhab Lain.225 

1. Madzhab Dhahiri.225 

2. Madzhab Syiah Az Zaidiyah.226 

3. Madzhab Syiah Imamiyah.228 

4. Madzhab Ibadliyah.229 

Bab 15 : Hukum Bermadzhab.231 

A. Setia Pada Satu Mazhab.233 

B. Murujuk Kepada Banyak Pihak Atau Yang Termudah.234 

C. Pendapat Yang Elams Diikuti.235 

D. Memilih Hanya Pendapat Yang Paling Ringan.236 

1. Pendapat Hanabilah, Malikiyah, dan Ghazali:.236 

2. Penegasan madzhab Hanabilah:.237 

3. Penegasan Malikiyah:.237 

4. Pendapat sebagian As-Syafii dan Hanbali:.238 

E. Paham Anti Mazhab.240 

Bab 16 : Talfiq Antar Mazhab.243 

A. Pengertian.244 

1. Bahasa.244 

2. Istilah.244 

B. Batasan Talfiq.247 

1. Wilayah ljtihad.248 


11 










































Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


2. Bukan Pindah Mazhab.248 

3. Dalam Satu Masalah.249 

C. Contoh Talflq.249 

1. Masalah Wudhu.249 

2. Masalah Rukun Nikah.250 

3. Masalah Talak.251 

4. Masalah Mabit di Muzdalifah.251 

D. Bukan Termasuk Talfik.252 

1. Mura’at Al-KMa£.252 

2. Ihdats Qaul Tsalis.253 

3. Tatabbu’ Ar-Rukhash.254 

E. Hukum Talflq Antar Mazhab.255 

1. Haram.255 

2. Halal.256 

3. Ada Yang Haram Ada Yang Halal.257 

F. Hujjah dan Argumentasi Masing-masing Pihak.257 

1. Yang Mengharamkan.257 

b. Kaidah Kebenaran Hanya Satu.258 

2. Yang Menghalalkan.258 

b. Berpegang Pada Satu Mazhab Tidak Ada Dalilnya.259 

c. Pendiri Mazhab Tidak Mengharamkan Talflq.260 

Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih.261 

A. Kitab Mazhab Hanafi.262 

B. Kitab Mazhab Maliki.265 

C. Kitab Mazhab Syafi'i.268 

D. Kitab Mazhab Hanbali.270 

E. Kitab Fiqih Modem.272 

1. Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu.273 

2. Ensiklopedi Fiqih Kuwait.273 

3. Al-Mufashshal fi Ahkam Al-Mar’ah.277 

4. Fiqhus Sunnah.278 

F. Kitab Digital.280 

Bab 18 : Lembaga Fiqih.283 

A. Tingkat Dunia.284 

1. Darul Ifta’ Al-Mashriyah.284 

2. Majma’ Fiqih Islami Ad-Dauli.288 

3. Majma’ Fiqih Islami Rabithah Alam Islami.289 

4. Majma’ Fiqih Islami fil Hindi.290 

5. Majma’ Buhuts Al-Islami.290 


12 










































Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Dafar Isi 


6. Majma’ Fiqih Urubi.291 

7. Majma’ Fuqaha As-Syariah fi Amrika.291 

8. Haitu Kibahl Ulama.291 

B. Indonesia.291 

1. Majelis Bahsul Masail Nahdlatul Ulama.291 

2. Majelis Tarjih Muhammadiyah.292 

3. Badan Hisbah PERSIS.305 

4. Majelis Ulama Indonesia.308 

Bab 19 : Qanun & Taqnin.313 

A. Pengertian.313 

B. Keutamaan Qanun.314 

C. Qanun dan Syariah.315 

D. Perbedaan Pendapat Tentang Taqnin.316 

1. Luasnya Syariat Islam.316 

2. Keadaan Selalu Berubah.317 

Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah.319 

A. Definisi.320 

1. Makna Qawaid Secara Bahasa.320 

2. Makna Fiqih.321 

B. Proses Pembentukan Kaidah Fiqih.323 

C. Manfaat, Objek dan Keutamaan.332 

1. Manfaat.332 

2. Objek.332 

3. Keutamaan.333 

D. Hubungannya dengan Ilmu lain.333 

5. Perkembangan Kaidah.333 

E. Contoh-contoh.334 

D. Kaidah-kaidah Fiqih Yang Asasi.335 

1. Meraih Kemaslahatan dan Menolak Kerusakan.335 

E. Kaidah Asasi 1 : Al-Umuru bi Maqashidiha.341 

1. Definisi Niat secara bahasa dan istilah.341 

2. Dalil-dalil Kaidah.342 

3. Fungsi Niat.343 

4. Tempat Niat.345 

5. Waktu niat.347 

F. Kaidah Asasi 2 : Al-Yaqinu La Yazulu Bisysyakki.350 

1. Definisi “al-Yaqin”.350 

2. Definisi “as-Syak”.350 

D AT. T T. KAIDAH.352 


13 










































Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Pengecualian Kaidah.353 

KAIDAH-KAIDAH YANG BERADA DI BAWAH KAIDAH.355 

G. Kaidah Asasi 3 : AI-Masyaqqatu Tajlibu At-Taysir.362 

H. Kaidah Asasi 4 : Adh-Dhararu Yuzalu.372 

I. Kaidah Asasi 5 : Al-'Adatu Muhakkamah.383 

Penutup.393 

Pustaka.395 


14 










Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Pengantar 


Pengantar 


Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, kita meminta 
pertolongan dari-Nya, kita meminta hidayah dari-Nya, serta 
kita meminta ampunan dari-Nya juga. 

Dialah tuhan yang telah menciptakan alam semesta yang 
luas, yang belum terukur secara pasti berapakah luas alam 
ini. Dialah yang telah menciptakan aneka ragam makhluk 
ciptaan, baik nyata maupun yang ghaib, baik makhluk yang 
mati mau pun yang hidup. 

Dan Dia-lah yang telah menciptakan manusia dengan 
segala keutamaan dan kesempurnaan, dibandingkan dengan 
semua makhluk yang diciptakan sebelumnya. Dia-lah yang 
telah mengangkat manusia menjadi khalifah di muka bumi 
dan menyerahkan amanat yang gunung sekali pun tidak 
mampu untuk memanggulnya. 

Berjuta shalawat, salam dan penghormatan yang tinggi 
dan tulus kita haturkan kehadirat Nabi Muhammad SAW, 
utusan Allah terakhir, yang menjadi penutup dari semua 
risalah samawi, dimana setelahnya tidak ada lagi risalah 
yang diberlakukan, tidak ada lagi nabi yang diutus, tidak ada 
lagi wahyu kenabian dan syariah yang diturunkan buat 
manusia. Kepadanya bermuara semua risalah samawi dan 
kepadanyalah semua nabi dan rasul akan menjadi makmum. 

Semoga limpahan salam ini juga terhatur kepada keluarga 
beliau yang suci, para shahabat beliau yang mulia, serta para 
tabiin dan atbaut-tabiin yang shalih, termasuk kepada 
seluruh umat beliau hingga akhir zaman nanti. 


15 



Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Islam sebagai agama yang diturunkan Allah sebagai 
aqidah dan syariat terakhir bagi manusia. Karenanya, Allah 
menjadikan syariat lengkap, utuh dan konprehensif. 
Sehingga syariat yang tak lekang oleh jaman dan perubahan 
ini patut menjadi pegangan hidup dan undang-undang serta 
rujukan hukum manusia dimana pun dan kapan pun berada. 
Sebab di dalam syariat ini diciptakan sedemikian rupa oleh 
Allah sehingga sesuai dengan kepentingan manusia dan 
realitas yang dihadapi. 

Fiqih Islam adalah ruh dan spirit yang selama 14 abad 
lamanya menjaga bangunan syariat sehingga tetap utuh dan 
kokoh dalam kondisi apa pun. Disamping itu, selama rentang 
tersebut Fiqih menjadi unsur penopang dan pendukung bagi 
peradaban dan kemajuan ilmu pengetahun karena selalu 
sinkron dan selaras. 

Untuk lebih mendalam, berikut uraian pengertian Fiqih 
Islam, karakter khusus, sejarah dan hal lain yang terkait 
dengannya. 

Pembaca sekalian yang dimuliakan Allah, 

Perkenankan Penulis mempersembahkan sebuah karya 
yang ditujukan untuk mendapatkan ridha serta limpahan 
rahmat dari Allah SWT, berupa penulisan apa yang menjadi 
daftar kehendak dan keinginan Allah SWT atas manusia, 
yang disarikan dari kalam-Nya, dilengkapi dengan 
penjelasan resmi oleh utusannya, serta yang telah 
diijtihadkan dengan sepenuh daya dan upaya yang tidak 
kenal lelah oleh para ulama para penerima warisan dari sang 
Rasul Muhammad SAW. 

Karya ini adalah karya yang menyimpan berbagai catatan 
penting atas penerapan agama Islam oleh generasi terbaik, 
generasi para shahabat nabi yang diridhai Allah. Mereka 
adalah generasi yang langsung dan menjadi saksi hidup 
bagaimana ayat-ayat yang merupakan mukjizat itu 
diturunkan dari langit. Mereka adalah generasi yang juga 


16 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Pengantar 


menjadi objek dari turunnya ayat-ayat itu. Mereka juga 
menjadi generasi yang langsung dikaruniai seorang nabi 
terbesar dalam sejarah umat manusia, serta sejarah semua 
agama samawi. 

Mereka juga menjadi teman, shahabat, murid, anak buah, 
saudara, istri, anak, rakyat dari sosok mulia yang menerima 
risalah kenabian. Di tangan mereka itulah dua sumber 
agama, Al-Quran dan Sunnah Nabi, dijelaskan dengan detail 
dan tanpa sekat. 

Mustahil Quran dan Sunnah bisa dipahami kalau tidak 
pernah dipraktekkan isinya. Dan mereka adalah generasi 
yang mendapatkan kehormatan untuk mempraktekkan 
keduanya, langsung di hadapan utusan resmi ilahi, 
Muhammad SAW. 

Dari mereka pula catatan-catatan penting atas tiap detail 
ayat-ayat suci menjadi semakin jelas, karena mereka yang 
langsung terlibat dengan semua yang turun itu. 

Karya ini juga ikut mencatat bagaimana ilmu para 
shahabat itu kemudian dikembangkan sesuai dengan realitas 
kehidupan yang mereka temui sepeninggal Rasul mulia. 

Dan karya para ulama semakin mencapai puncaknya 
ketika lahir para imam besar yang menancapkan tiang 
pancang kokoh serta bangunan yang kekar dan tegak di atas 
bumi. Bangunan itu bukan hanya layak dihuni, melainkan 
menjadi pelindung umat Islam dari kemusnahan dan keropos 
oleh zaman. Bahkan bangunan megah itu menjadi 
kebanggaan umat sepanjang zaman. 

Kemajuan ilmu yang mereka kembangkan bahkan 
melebihi zaman dimana mereka hidup. Apa-apa yang sekian 
abad lagi belum terpikirkan, mereka telah mengkajinya 
dengan detail dan cermat. Bahkan di abad ke 21 ini pun apa 
yang mereka wariskan masih terasa kemarin sore ditulisnya. 

Sayangnya, karya-karya besar para ulama itu tersimpan 
rapi di dalam ratusan perpustakaan besar dunia, dibaca dan 


17 



Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


ditahkik sebagainnya oleh kalangan terbatas saja, yaitu para 
profesor dan akademia di bidang syariah. 

Indonesia Hari Ini 

Khusus buat keadaan Indonesia di masa sekarang, 
semangat berislam (baca : menjalankan aturan dan syariah 
Islam) di era tahun 2000-an dan seterusnya ini terasa 
semakin hari semakin besar. Fenomena yang nampak di 
banyak tempat turut membantu membuktikan hal itu. Mulai 
dari maraknya bank yang bernuansa syariah hingga busana 
muslimah yang kian membudaya setelah dahulu sempat 
dilarang-larang. 

Dilanjutkan dengan layar kaca di bulan Ramadhan yang 
banyak memanfaatkan momen bulan suci itu untuk ajang 
menarik banyak penonton. 

Bahkan seorang Obama yang Presiden Amerika pun 
banyak melirik dan mengelus-elus Islam setelah Presiden 
sebelumnya lebih suka berprasangka buruk pada umat Islam. 

Secara otomatis berbagai upaya untuk memperdalam 
pemahaman atas agama Islam semakin terasa di berbagai 
tempat. Masjid sebagai pusat ibadah ritual di kota-kota besar 
semakin rajin menggelar pengajian yang intinya adalah 
pengajaran ilmu-ilmu keislaman. Bahkan perkantoran yang 
dulunya melulu urusan duniawi kini justru semakin 
berlomba menggelar berbagai bentuk kegiatan ke-Islaman 
hingga berlomba mendirikan masjid dengan bangunan yang 
megah nyaman dan indah. 

Kebutuhan Atas Buku Rujukan 

Seiring dengan itu kebutuhan umat Islam atas buku- 
buku rujukan tentang agama Islam semakin terasa. Terutama 
yang terkait dengan sumber asli ilmu-ilmu keislaman yang 
merupakan warisan abadi sejak awal mula dakwah Islam. 

Sayangnya justru kebutuhan atas buku rujukan ini yang 


18 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Pengantar 


selalu kurang mendapat perhatian. Sehingga mau tidak mau 
terpaksa untuk sementara ditutup dengan menerjemahkan 
buku-buku dari bahasa Arab dengan segala suka dan 
dukanya. 

Suka buat para penerbit buku yang bisa menerjemahkan 
dengan jalan 'membajak' dari buku-buku bahasa Arab begitu 
saja dan dijual lalu keuntungannya masuk kantong. 

Duka buat para pembaca karena kualitas penerjemahan 
seringkali mengalami distorsi besar. Selain itu kondisi sosial 
dimana kitab berbahasa Arab itu ditulis dengan kondisi 
sosial di negeri kita terkadang sering menyisakan jurang 
perbedaan yang menganga. 

Karena itu ketidak-sambungan antara isi buku 
terjemahan dengan realitas sosial yang ada pada gilirannya 
seringkali menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. 
Apalagi bila terkait dengan masalah pemahaman (baca: fiqih) 
atas teks syariah yang sangat kompleks. 

Boleh jadi apa yang dirasakan dan dialami oleh seorang 
mufti berkebangsaan Arab di negerinya seringkali sangat 
jauh berbeda dengan apa yang kita temui di negeri ini. 
Sehingga kualitas sebuah fatwa terkadang ikut terasa hambar 
dan hampa. 

Kadang apa yang dinilai sebagai sebuah kebiasaan di 
negeri Arab dipandang aneh oleh bangsa kita lantaran jurang 
perbedaan 'urf dan budaya. 

Sering apa yang oleh kita sesuatu yang amat biasa dan 
tidak masalah dipandang oleh 'beliau-beliau' di tanah Arab 
sana sebagai hal yang sangat aib. 

Semua itu akan bermuara kepada satu alternatif kita 
butuh jawaban dan solusi syariah tidak hanya sekedar 
produk impor dari luar. Kita butuh sebuah kajian yang ikut 
memasukkan faktor-faktor lokal di dalamnya. Dan 
sayangnya untuk ukuran negeri kita hal itu masih terasa 


19 



Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


kosong. 

Kita punya banyak ustadz yang melek syariah 
sayangnya kita belum lagi mendapatkan hadiah karya tubs 
mereka yang bisa langsung kita nikmati. 

Kita cenderung lebih menikmati pekerjaan 
menerjemahkan karya orang lain ketimbang memproduksi 
sendiri sebuah karya. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi. 

Buku yang di tangan Anda ini barangkali diniatkan 
untuk menjawab pertanyaan besar itu. Ini adalah karya asli 
seorang Indonesia yang hidup di Indonesia dengan realitas 
sosial yang juga sangat Indonesia. 

Buku ini insya Allah diniatkan untuk dijadikan salah 
satu rujukan melengkapi sekian banyak rujukan ilmu fiqih 
yang sudah ada sebelumnya dalam bahasa Indonesia dengan 
taste Indonesia. Buku ini direncanakan akan terbit dalam 
edisi 18 jilid, sesuai urutan menjadi : 

■ Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 

■ Seri Fiqih Kehidupan (2) : Thaharah 

■ Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat 

■ Seri Fiqih Kehidupan (4): Zakat 

■ Seri Fiqih Kehidupan (5): Puasa 

■ Seri Fiqih Kehidupan (6): Haji 

■ Seri Fiqih Kehidupan (7): Muamalat 

■ Seri Fiqih Kehidupan (8): Nikah 

■ Seri Fiqih Kehidupan (9): Kuliner 

■ Seri Fiqih Kehidupan (10): Pakaian & Rumah 

■ Seri Fiqih Kehidupan (11): Sembelihan 

■ Seri Fiqih Kehidupan (12): Masjid 

■ Seri Fiqih Kehidupan (13): Kedokteran 

■ Seri Fiqih Kehidupan (14): Seni Olahraga dan Hobi 

■ Seri Fiqih Kehidupan (15): Mawaris 

■ Seri Fiqih Kehidupan (16): Jinayat 

■ Seri Fiqih Kehidupan (17): Jihad 


20 





Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Pengantar 


■ Seri Fiqih Kehidupan (18): Negara 

Namun seberapapun luhur niat dan cita-cita, Penulis 
tetap sadar bahwa buku ini hanyalah sebuah catatan kecil 
dari ilmu fiqih yang sedemikian luas. Para ulama pendahulu 
kita telah menuliskan ilmu ini dalam ribuan jilid kitab yang 
menjadi pusaka dan pustaka khazanah peradaban Islam. 
Sebuah kekayaan yang tidak pernah dimiliki oleh agama 
manapun yang pernah muncul di muka bumi. 

Sayangnya kebanyakan umat Islam malah tidak dapat 
menikmati warisan itu salah satunya karena kendala bahasa. 
Padahal tak satu pun ayat Al-Quran yang turun dari langit 
kecuali dalam bahasa Arab tak secuil pun huruf keluar dari 
lidah nabi kita SAW kecuali dalam bahasa Arab. 

Maka upaya menuliskan kitab fiqih dalam bahasa 
Indonesia ini menjadi upaya seadanya untuk mendekatkan 
umat ini dengan warisan agamanya. Tentu saja buku ini juga 
diupayakan agar masih dilengkapi dengan teks berbahasa 
Arab agar masih tersisa mana yang merupakan nash asli dari 
agama ini. 

Buku ini hanya buku kecil dibandingkan kitab-kitab 
fiqih yang telah pernah ditulis para ulama. Meski kalau 
ditotal dari jilid 1 hingga jilid 18 mencapai 5000 halaman 
lebih, namun angka ini yang belum ada apa-apanya 
dibandingkan dengan kitab-kitab yang telah ditulis oleh para 
ulama terdahulu. 

Dr. Wahbah Az-Zuhaili menulis kitab Al-Fiqhul Islami wa 
Adillatuhu yang fenomenal itu sebanyak 11 jilid atau lebih 
dari 8.000 halaman. Beliau bahkan menulis banyak kitab. 
Total halaman yang pernah beliau tubs tidak kurang dari 
50.000 ribu halaman buku. 

Manhaj Muqaranah dan Wasathiyah 

Sedikit berbeda dengan umumnya kitab fiqih, manhaj 
yang kami gunakan adalah manhaj muqaranah 


21 



Pengantar 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


(perbandingan) dan wasathiyah (pendapat yang tengah- 
tengah. 

Yang Penulis maksud dengan manhaj muqaranah adalah 
memberikan perbandingan mazhab dalam berbagai 
perbedaannya. Penulis berusaha untuk jujur dalam 
menyampaikan amanat ilmu, dengan tidak hanya 
mencantumkan pendapat yang sekiranya sesuai dengan 
selera, keinginan atau mazhab Penulis, tetapi pendapat- 
pendapat dari mazhab-mazhab atau ulama yang lain dimana 
mungkin Penulis tidak suka pun tetap dituliskan. 

Hal itu mengingat bahwa ilmu fiqih adalah padang pasir 
yang amat luas, sehingga Penulis berpandangan bahwa akan 
menjadi sangat berharga bila kita bisa 
mempersembahkannya secara apa adanya di tengah 
khazanah umat. 

Apapun yang pernah diijtihadkan oleh para ulama, suka 
atau tidak suka, cocok atau tidak cocok, tidak menjadi 
masalah. Tuliskan saja apa adanya secara jujur, toh tidak ada 
ruginya. Yang penting, apa yang Penulis sampaikan itu 
memang benar-benar hasil ijtihad para ulama yang original 
dan telah memenuhi semua persyaratan sebagai mujtahid. 

Maka kalau ada diantara pembaca yang sampai rada 
pusing membacanya karena ternyata dalam satu masalah 
terdapat begitu banyak pandangan hukum dan mazhab, 
rasanya memang Penulis harus meminta maaf. 

Penulis bermaksud tidak hanya memberikan satu 
pendapat saja, tapi berupaya memberikan beberapa pendapat 
bila memang ada khilaf di antara para ulama tentang hukum- 
hukum tertentu dengan usaha untuk menampilkan juga 
hujjah masing-masing. Lalu pilihan akan Penulis serahkan 
kepada para pembaca. 

Dan yang Penulis maksud dengan manhaj washathiyah 
atau pendapat tengah-tengah adalah Penulis tidak ingin 


22 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Pengantar 


membela mati-matian salah satu pendapat dengan menafikan 
atau malah menjelekkan pendapat yang lain. 

Sebab karakteristik fiqih Islam memang tidak saling 
mencerca pendapat yang berbeda, sebaliknya justru saling 
menghargai bahkan memuji pendapat yang berbeda. Toh 
tidak ada untungnya menjelekkan pendapat fiqih orang lain 
sebagaimana tidak ada ruginya merendahkan hati untuk 
tidak memaksakan pendapat kita kepada orang lain. 

Memang tidak mudah bersikap tengah-tengah di tengah 
arus kuat yang inginnya membawa kepada satu pendapat 
saja. Tetapi rasanya memang harus segera diperkenalkan 
manhaj pertengahan ini, mengingat umat Islam tumbuh 
dengan berbagai mazhab dan pendapat para ulama. 

Penulis ingin agar umat Islam bisa mendapatkan bacaan 
yang sekiranya dapat memberikan horizon pandangan yang 
agak luas. Bukan hanya sekedar membela pendapat 
kelompok sendiri, tetapi juga belajar untuk bisa membaca 
dan menganalisa, bahkan kalau perlu, meminjam jalan 
berpikir saudara sendiri sesama muslim. 

Dahulu cara pandang seperti inilah yang diajarkan oleh 
para mujtahid dan fuqaha. Semakin tinggi dan luas ilmu 
mereka, semakin tawadhu' dan rendah hati. Sebuah sikap 
yang agak jarang kita temukan di masa sekarang ini. 

Semoga buku ini bisa memberikan manfaat berlipat buat 
kita semua, bukan karena sekedar dimengerti isinya, tetapi 
yang lebih penting dari itu dapat diamalkan sebaik-baiknya 
dengan hati yang ikhlas karena Allah SWT. 

Semoga buku ini bisa menjadi penambah berat amal 
Penulis serta menjadi hujjah di depan mahkamah ilahiyah di 
hari kiamat bahwa sebagian dari kewajiban yang ada di 
pundak penulis sebagai thalibul-ilm telah dilaksanakan. 

Al-Faqir ilallah 


23 



Pengantar Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Ahmad Sarwat Lc bin KH. Machfudz Basir 


24 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Bab 1: Pengertian Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Fiqih 

1. Bahaso 

2. Istilah 

B. Syariah 

1. Bahaso 

2. Istilah 

C. Perbedaan Fiqih dan Syariah 

1. Ruang Lingkup Syariah 

2. Syariah Bersifat Universal 

3. Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami 

D. Fiqih di Zaman Nabi 

1. Istilah Fiqih di Masa Nabi 

2. Fiqih Sudah Ada Sejak Zaman Nabi 


A. Fiqih 

1. Bahasa 

Kata fiqih (*&) secara bahasa punya dua makna. Makna 
pertama adalah al-fahmu al-mujarrad ^i), yang artinya 
adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti 
saja. 1 

Makna yang kedua adalah al-fahmu ad-daqiq (j^i ^i), 
yang artinya adalah mengerti atau memahami secara 


1 Muhammad bin Mandhur, LisanulArab, madah : fiqih Al-Mishbah Al-Munir 


25 




Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


mendalam dan lebih luas. 

Kata fiqih yang berarti sekedar mengerti atau 
memahami, disebutkan di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem, 
ketika Allah menceritakan kisah kaum Nabi Syu'aib 
alaihissalam yang tidak mengerti ucapannya. 


<J yd L>wA IjdS" 4-00 0* 


i; 


“Mereka berkata: "Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti 
tentang apa yang kamu katakan itu (QS. Hud: 91) 

Di ayat lain juga Allah SWT berfirman menceritakan 
tentang orang-orang munafik yang tidak memahami 
pembicaraan. 


Uj 0 0 j 






Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka 
mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir 
tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS. An Nisa: 
78) 

Sedangkan makna fiqih dalam arti mengerti atau 
memahami yang mendalam, bisa temukan di dalam Al- 
Quran Al-Karim pada ayat berikut ini: 


43 ji Ji" y* yi) jH AjlS' ijyOJ 015" 

> 0 ^ 

0 jjA>o 


26 


Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya. 
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka 
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 1 : Pengertian Fiqih 


mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan 
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, 
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah : 
122) 

Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak 
digunakan untuk ilmu agama secara umum, dimana seorang 
yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama sering disebut sebagai 
faqih, sedangkan seorang yang ahli di bidang ilmu yang lain, 
kedokteran atau arsitektur misalnya, tidak disebut sebagai 
faqih atau ahli fiqih. 2 

2. Istilah 

Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh 
para ulama dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. 
Sebagiannya lebih merupakan ungkapan sepotong-sepotong, 
tapi ada juga yang memang sudah mencakup semua batasan 
ilmu fiqih itu sendiri. 

Al-Imam Abu Hanifah punya definisi tentang fiqih yang 
unik, yaitu: 




Mengenal jiwa manusia terkait apa yang menjadi hak dan 
kewajibannya. 3 

Sebenarnya definisi ini masih terlalu umum, bahkan 
masih juga mencakup wilayah akidah dan keimanan bahkan 
juga termasuk wilayah akhlaq. Sehingga fiqih yang dimaksud 
oleh beliau ini disebut juga dengan istilah Al-Fiqhul Akbar. 

Ada pun definisi yang lebih mencakup ruang lingkup 
istilah fiqih yang dikenal para ulama adalah : 4 


2 Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul QadirAr-Razi, Mukhtar Ash-Shihah, jilid 1 hal. 213 

3 Ubaidillah bin Mas’ud Al-Mahbubi Al-Bukhari Al-Hanafi, At-Taudhih ‘ala At-Tanqih, jilid 1 
hal. 10 

4 Adz-Dzarkasyi, Al-Bahrul Muhith, jilid 1 halaman 21 


27 




Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


qkf ‘j, LLZZii iluii &A ii ( UJi 


”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah 
(perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rind,” 

Penjelasan definisi: 

a. Ilmu: 

Fiqih adalah sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat 
ilmiyah, logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. 

Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan 
gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang 
merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Fiqih juga bukan seni 
yang lebih bermain dengan rasa dan keindahan. 

Fiqih adalah sebuah cabang ilmu yang bisa dipelajari, 
didirikan di atas kaidah-kaidah yang bisa dipresentasikan 
dan diuji secara ilmiyah. 

Selama ini fiqih sudah menjadi fakultas yang diajarkan di 
berbagai universitas sebagai salah satu cabang ilmu 
pengetahuan yang bersifat akademis dan diakui secara 
ilmiyah di dunia international. 

b. Hukum-hukum 

Ilmu fiqih adalah salah satu cabang ilmu, yang secara 
khusus termasuk ke dalam cabang ilmu hukum. Jadi pada 
hakikatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum. 

Kita mengenal ada banyak cabang dan jenis ilmu hukum, 
misalnya hukum adat yang secara tradisi berkembang pada 
suatu masyarakat tertentu. Selain hukum adat, kita juga 
mengenal hukum barat yang umumnya hasil dari penjajahan 
Belanda. 

c. Syariat 

Hukum yang menjadi wilayah kajian ilmu fiqih adalah 


28 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 1 : Pengertian Fiqih 


hukum syariat, yaitu hukum yang bersumber dari Allah SWT 
serta telah menjadi ketetapan-Nya, dimana kita sebagai 
manusia, telah diberi beban mempelajarinya, lalu 
menjalankan hukum-hukum itu, serta berkewajiban juga 
untuk mengajarkan hukum-hukum itu kepada umat 
manusia. 

Dengan kata lain, ilmu fiqih bukan ilmu hukum yang 
dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum syariat, dimana 
hukum itu 100% dipastikan berasal dari Allah SWT. 

Keterlibatan manusia dalam ilmu fiqih hanyalah dalam 
menganalisa, merinci, memilah serta menyimpullkan apa 
yang telah Allah SWT firmankan lewat Al-Quran Al-Kariem 
dan juga lewat apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan 
berupa sunnah nabawiyah atau hadits nabawi. 

d. Amaliyah 

Yang dimaksud dengan amaliah adalah bahwa hukum 
fiqih itu terbatas pada hal-hal yang bersifat amaliyah 
badaniyah, bukan yang bersifat ruh, perasaan, atau wilayah 
kejiwaan lainnya. 

Sebagaimana kita tahu hukum syariah itu cukup banyak 
wilayahnya, ada wilayah akidah yang lebih menekankan 
pada wilayah keyakinan dan pondasi keimanan. Ada hukum 
yang terkait dengan akhlak dan etika. 

Dalam hal ini ilmu hukum fiqih hanya membahas 
hukum-hukum yang bersifat fisik berupa perbuatan- 
perbuatan manusia secara fisik lahiriyah. Tegasnya, fiqih itu 
hanya menilai dari segi yang kelihatan saja, sedangkan yang 
ada di dalam hati, atau di dalam benak, tidak termasuk 
wilayah amaliyah. 

e. Yang diambil dari dalil-dalilnya yang rinci 

Banyak orang beranggapan bahwa ilmu fiqih itu sekedar 
karangan atau logika para ulama, yang menurut mereka 


29 



Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


bahwa ulama itu manusia juga. Sedangkan yang berasal dari 
Allah hanyalah Al-Quran, dan yang berasal dari Rasulullah 
SAW adalah Al-Hadits. 

Cara pemahaman seperti ini mungkin maksudnya benar 
tetapi agak kurang tepat dalam memahaminya. 
Sesungguhnya ilmu fiqih itu 100% diambil dari Al-Quran 
dan Sunnah nabiwiyah, sebagai sumber rujukan utama. 
Rasanya tidak ada yang menyalahi hal prinsip ini. 

Namun kita tahu bahwa tidak mudah memahami Al- 
Quran atau hadits begitu saja, khususnya buat orang-orang 
yang awam dan tidak mengerti ilmu-ilmu dalam memahami 
keduanya. 

Kalau yang melakukannya orang awam atau orang ajam, 
apalagi jarak antara kita hidup dengan masa turunnya Al- 
Quran sudah terpaut 14 abad lamanya. Ditambah lagi kita 
punya perbedaan budaya dengan Rasulullah SAW. 

Maka harus ada ilmu dan metode yang baku dan bisa 
dipertanggung-jawabkan untuk bisa mengeluarkan 
kesimpulan hukum dari Al-Quran dan Sunnah. 

Kalau boleh dibuat perumpamaan, ilmu fiqih itu ibarat 
ilmu tentang prakiraan cuaca. Ilmu ini tentu bukan ilmu 
ramal meramal dengan menggunakan kekuatan ghaib. Ilmu 
ini mengandalkan data dan fakta dari gejala-gejala di alam, 
yang sebenarnya semua orang bisa melihat atau 
merasakannya. Misalnya arah hembusan angin dan 
kecepatannya, kelembaban udara, suhu, dan lainnya. 

Bagi orang awam, walaupun mereka bisa melihat atau 
merasakannya semua gejala alam itu, namun mereka tidak 
akan bisa mengetahui bagaimana mengolah data-data gejala 
alam itu secara akurat. Yang bisa mengolah data-data itu 
hanya mereka yang belajar ilmu itu secara serius. 

Kalau kita buka kitab suci Al-Quran dan atau membolak- 
balik kitab shahih Bukhari, sebenarnya yang kita lakukan 


30 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 1 : Pengertian Fiqih 


barulah membaca data mentah. 

Kalau kita tidak mengerti bahasa Arab dengan seluk 
beluk sastranya, maka kita tidak akan mengerti makna setiap 
ayat dan hadits sebagai mendasar. 

Kalau kita tidak tahu latar belakang kenapa ayat itu 
turun, dan juga tidak punya informasi kenapa nabi SAW 
bersabda, tentu saja kita tidak punya pegangan dasar tentang 
tujuan masing-masing dalil itu. 

Satu hal lagi yang amat fatal, yaitu seringkali secara 
sekilas kita melihat atau menyangka telah terjadi ketidak- 
singkronan antara satu ayat dengan ayat lainnya, juga antara 
hadits yang satu dengan hadits lainnya. Bahkan antara ayat 
dan hadits pun terkadang terjadi hal yang sama. Maka buat 
orang awam, seringkali terjadi kekeliruan yang amat fatal. 

Padahal yang sesungguhnya terjadi bukan tidak 
singkron, tetapi karena kita tidak tahu konteks dari masing- 
masing dalil. Atau boleh jadi Nabi SAW berbicara dalam 
waktu dan situasi yang berbeda. 

Nabi SAW pernah ditanya shahabat, amal apa yang 
paling utama di sisi Allah. Jawaban beliau adalah jihad di 
jalan Allah. Tetapi pada kesempatan yang lain, ketika 
diajukan pertanyaan yang sama, jawaban beliau adalah 
berbakti kepada orang tua. Bahkan pernah juga beliau hanya 
berpesan untuk tidak pernah berdusta selama-lamanya. 

Tentu saja orang awam akan bingung kalau membaca 
hadits-hadits yang sekilas kelihatan berbeda itu. Tetapi 
dengan ilmu fiqih, kita jadi tahu bahwa jawaban yang 
berbeda-beda itu ternyata disebabkan orang yang bertanya 
berbeda-beda. 

Ternyata beliau SAW menjawab setiap pertanyaan itu 
berdasarkan kondisi subjektif masing-masing penanya. 
Mereka yang kurang berbakti kepada orang tua, maka 
nasihat beliau adalah disuruh berbakti. Buat mereka yang 


31 



Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


rada pengecut dan kurang punya nyali, beliau anjurkan 
untuk berjihad di jalan Allah. Sedangkan buat pedagang 
yang sering kalau berdagang banyak bohongnya, nasehat 
beliau adalah jangan berdusta. 

Kesimpulan: 

Secara sederhana kita bisa simpulkan bahwa fiqih adalah 
kesimpulan hukum-hukum bersifat baku hasil ijtihad ulama 
yang bersumber dari Al-Quran, sunnah, ijma, qiyas dan dalil- 
dalil yang ada. 

B. Syariah 

Selain istilah fiqih, kita juga sering mendengar istilah yang 
mirip dan dekat sekali, yaitu syariah. Seringkali orang 
menyamakan antara fiqih dan syariah. Dan hal itu wajar 
karena keduanya memang punya arti yang dekat sekali. 

Bila masing-masing disebutkan terpisah, maknanya bisa 
saja sama. Tetapi ketika keduanya dipertemukan, ternyata 
keduanya punya perbedaan yang nyata. 

Kira-kira mirip dengan penyebutan antara faqir dan 
miskin. Keduanya nyaris serupa, tapi ternyata tetap berbeda. 
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa fakir itu orang 
yang sama sekali tidak punya pemasukan, sedangkan miskin 
adalah orang yang kekurangan tetapi masih punya pekerjaan 
atau penghasilan. 

Untuk mengetahui apa persama dan perbedaan antara 
fiqih dan syariah, sebaiknya kita bahas dulu pengertian 
istilah syariah itu : 

1. Bahasa 

Makna syariah secara bahasa Arab, adalah sebagaimana 
orang-orang Arab di masa lalu memaknai kata syariah ini 
sebagai metode atau jalan yang lurus 


5 Manna’ Al-Qaththan, At-Tasyri’ wa Al-Fiqh fiAI-lslam, hal. 14 


32 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Di dalam Lisanul Arab, kata syariah bermakna : 


0 ®. I I J 1 - .* -I, , I , * 0 - 


Sumber mata air yang dijadikan tempat untuk minum. 6 

2. Istilah 

Secara istilah dalam ilmu fiqih, Syariah didefinisikan 
oleh para ulama sebagai : 7 




jj $.L?r ^lll fl-illxJ <OJl 4_P jZdC» 

' * ' o * * * 

j oliLotilj ^LaXP^L; \a 

siii 


Apa yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba- 
Nya dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh nabi dari para 
nabi, baik yang terkait dengan keyakinan, ibadah muamalah, 
akhlaq dan aturan dalam kehidupan. 

C. Perbedaan Fiqih dan Syariah 

Dari definisi tentang syariah, secara sekilas kita bisa lihat 
perbedaan antara fiqih dan syariah. 

1. Ruang Lingkup Syariah 

Ruang lingkup syariah lebih luas dari ruang lingkup 
fiqih. Syariah mencakup masalah akidah, akhlaq, ibadah, 
muamalah, dan segala hal yang terkait dengan ketentuan 
Allah SWT kepada hambanya. 

Sedangkan ruang lingkup fiqih terbatas masalah teknis 


6 Lisanul Arab pada madah jilid 8 hal. 179 

7 Manna’ Al-Qaththan, At-Tasyri' wa Al-Fiqh fiAI-lslam, hal. 15 


33 



Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


hukum yang bersifat amaliyah atau praktis saja, seperti 
hukum-hukum tentang najis, hadats, wudhu', mandi 
janabah, tayammum, istinja', shalat, zakat, puasa, jual-beli, 
sewa, gadai, kehalalan makanan dan seterusnya. 

Objek pembahasan fiqih berhenti ketika kita bicara 
tentang ha-hal yang menyangkut aqidah, seperti kajian 
tentang sifat-sifat Allah, sifat para nabi, malaikat, atau hari 
qiyamat, surga dan neraka. 

Objek pembahasan fiqih juga keluar dari wilayah hati 
serta perasaan seorang manusia, seperti rasa rindu, cinta 
dan takut kepada Allah. Termasuk juga rasa untuk berbaik 
sangka, tawakkal dan menghamba kepada-Nya dan 
seterusnya. 

Objek pembahasan fiqih juga keluar dari pembahasan 
tentang akhlaq mulia atau sebaliknya. Fiqih tidak 
membicarakan hal-hal yang terkait dengan menjaga diri dari 
sifat sombong, riya', ingin dipuji, membanggakan diri, hasad, 
dengki, iri hati, atau ujub. 

Sedangkan syariah, termasuk di dalamnya semua objek 
pembahasan dalam ilmu fiqih, plus dengan semua hal di 
atas, yaitu masalah aqidah, akhlaq dan juga hukum-hukum 
fiqih. 

2. Syariah Bersifat Universal 

Syariah adalah ketentuan Allah SWT yang bersifat 
universal, bukan hanya berlaku buat suatu tempat dan masa, 
tetapi syariah menembus ruang dan waktu. 

Kita menyebut ketentuan dan peraturan dari Allah SWT 
kepada Bani Israil di masa nabi-nabi terdahulu sebagai 
syariah, dan tidak kita sebut dengan istilah fiqih. 

Misalnya ketika mereka melanggar aturan yang tidak 
membolehkan mereka mencari ikan di hari Sabtu. Aturan itu 
di dalam Al-Quran disebut dengan istilah syurra'a (VA) yang 


34 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 1 : Pengertian Fiqih 


akar katanya sama dengan syariah. 


jjjjJ I'jApCs- ci \dT Aj ‘j2]\ j 


$ f O OS S O S 0 } A 




Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang 
terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada 
hariSabtu. (QS. Al-A’raf: 163) 

Di dalam ayat yang lain juga disebutkan istilah syariah 
dengan pengertian bahwa Allah SWT menetapkan suatu 
aturan dan ketentuan kepada para nabi di masa lalu. 




Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa 
yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah 
Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami 
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa. (QS. As-Syura : 
13) 

Karena itulah maka salah satu istilah dalam ilmu ushul 
fiqih, dalil syar'u man qablana, bukan fiqhu man qablana. 

3. Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami 

Perbedaan yang juga sangat prinsipil antara fiqih dan 
syariah, adalah bahwa fiqih itu merupakan apa yang 
dipahami oleh mujtahid atas dalil-dalil samawi dan 
bagaimana hukumnya ketika diterapkan pada realitas 
kehidupan, pada suatu zaman dan tempat. 

Jadi pada hakikatnya, fiqih itu adalah hasil dari sebuah 
ijtihad, tentunya yang telah lulus dari penyimpangan kaidah- 
kaidah dalam berijtihad, atas suatu urusan dan perkara. 


35 



Bab 1 : Pengertian Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Sehingga sangat dimungkin hasil ijithad itu berbeda antara 
seorang mujtahid dengan mujtahid lainnya. 

Sedangkan syariah lebih sering dipahami sebagai hukum- 
hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam 
kehidupan ini. Pembicaraan tentang syariah belum 
menyentuh wilayah perbedaan pendapat dan pemahaman 
dari para ahli fiqih. 

D. Fiqih di Zaman Nabi 

1. Istilah Fiqih di Masa Nabi 

Istilah fiqih yang kita kenal dalam ilmu fiqih memang 
berbeda penggunanaan dengan di masa Nabi SAW. Jika kita 
temui istilah fiqih (<&) di masa Rasulullah SAW dan masa 
generasi pertama Islam, maka yang dimaksud adalah ilmu 
agama secara keseluruhan. 

Seorang faqih (*#) adalah orang memiliki ilmu yang 
mendalam dalam agamanya dari teks-teks agama yang ada 
dan ia mampu menyimpulkan menjadi hukum-hukum, 
pelajaran-pelajaran, faidah yang terkandung dalam teks 
agama tersebut. 

Disebutkan dalam salah satu hadits shahih bahwa ciri 
luar seorang ahli fiqih adalah : 

° o ^ $ ° f 9- & s * & 

A ^ at AJJj» A~!y>-A- j j]\ (Jjis> 

Panjangnya shalat seseorang dan singkatnya khutbahnya 
adalah bagian darifiqihnya (HR. Muslim) 

Jadi makna fiqih di masa pertama Islam mencakup 
seluruh masalah dalam agama Islam, baik yang mencakup 
masalah akidah, ibadah, muamalat dan lain-lain. Karenanya, 
Abu Hanifah menamai tulisannya tentang akidah dengan "A1 
Fiqhul Akbar". 


36 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 1 : Pengertian Fiqih 


2. Fiqih Sudah Ada Sejak Zaman Nabi 

Seperti yang diuraikan di atas, bahwa fiqih adalah ilmu 
yang membahas bidang amali dalam syariat Islam. Syariat itu 
sendiri adalah tuntutan Allah kepada untuk hamba-Nya baik 
melalui Al-Quran atau Sunnah, baik dalam bentuk keyakinan 
(akidah) atau mekanisme mendekatkan diri kepadanya 
dengan ibadah. 

Fiqih sudah ada sejak zaman Rasulullah saw, masa 
sahabat dan seterusnya hingga kini. Di zaman sahabat fiqih 
berkembang karena kebutuhan manusia untuk mengetahui 
hukum-hukum syariat dari realitas yang mereka hadapi saat 
itu. 

Sejak saat itu fiqih menjadi kebutuhan manusia hingga 
saat sekarang. Sebab setiap manusia membutuhkan kepastian 
hukum dalam menyikapi kenyataan hidup mereka. Sehingga 
fiqih menjadi sistem yang mengatur hubungan antara 
manusia dengan Allah dan antara manusia dengan manusia 
dan makhluk lainnya, setiap manusia mengetahui hak dan 
kewajibannya, memenuhi hal-hal yang bermaslahat dan 
menolak yang memadlaratkan. 

Selama 14 abad Fiqih Islam menjadi referensi hukum dan 
akan berlangsung hingga hari kiamat. Ini karena Fiqih 
memiliki sifat universal dan konprehensip sebab syariat 
Islam merupakan agama terakhir di bumi. 

□ 


37 




Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Bab 2: Keistimewaan llmu Fiqih 


Bab 2: Keistimewaan Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Bersumber Dari Wahyu 

1. Tuduhan Para orientalis 

2. Fiqih vs Hukum Buat Manusia 

B. Mencakup Semua Aspek Kehidupan 

1. Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah 

2. Al-Ahkam Al-Madaniyah 

3. Al-Ahkam Al-Jina'iyah 

4. Al-Ahkam Al-Murafa'at 

5. Al-Ahkam Ad-Dusturiyah 

6. Al-Ahkam Ad-Dauliyah 

7. Al-Ahkam Al-lqtishadiyah Wa A-Maaliyah 

C. Konsep Halal Haram 

D. Berlandaskan Kaidah Paten Tapi Fleksibel 

E. Prinsip Memberi Kemudahan 

F. Fiqih Adalah Khazanah Islam Yang Luas 

G. Mengikuti Perkembangan Zaman 


Sesungguhnya ilmu fiqih adalah ilmu yang cukup 
istimewa, unik dan punya banyak kelebihan. Dan tidak 
seperti yang selama ini sering dituduhkan oleh musuh- 
musuh Islam, dimana niat dan tujuan mereka sejak awal 
memang tidak baik. 

A. Bersumber Dari Wahyu 


39 




Bab 2 : Keistimewaan llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


1. Tuduhan Para orientalis 

Para orientalis dan sejarawan Barat yang anti Islam 
seringkali menghujamkan tuduhan keji kepada fiqih dan 
para ulama fiqih. Mereka menuduh bahwa ilmu fiqih tidak 
lebih sekedar hasil karya para ulama, yang ditulis jauh 
sepeninggal Rasulullah SAW dan para khulafa' rasyidah. 

Lebih jauh mereka bahkan sampai hati mencemooh para 
ulama itu sebagai para penjilat penguasa, yang dibayar 
dengan harga yang pantas untuk meligitimasi kezaliman dan 
keangkara-murkaan para penindas rakyat. 

Mereka sering menghubungkan kelahiran ilmu fiqih 
dengan masa kehidupan empat imam mazhab, yaitu Abu 
Hanifah (70-150 H), Al-Imam Malik (93-179 H), Asy-Syafi'I 
(150-202 H) dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal (164 - 241 H). 

Tuduhan seperti ini -sayangnya- disenangi oleh banyak 
mahasiswa muslim yang mendapat beasiswa untuk belajar di 
negeri para orientalis itu berteori. Dan tanpa punya rasa kritis 
dan cemburu sedikit pun, para mahasiwa yang lugu itu pun 
menjadi pemuja dan pembela pemikiran para orientalis, 
bahkan membanggakan diri sebagai murid dan kader 
mereka. 

Padahal ilmu fiqih bukan karangan para ulama, juga 
bukan baru muncul di masa yang jauh dari Rasulullah SAW 
hidup. Dan ilmu fiqih tidak punya latar belakang kisah 
penjilatan kepada para penguasa. Keempat imam mazhab 
itu, tidak ada satu pun yang menjadi mufti suatu kerajaan, 
atau menjadi penasehat khalifah tertentu. 

Ilmu fiqih adalah ilmu yang sudah ada di masa 
Rasulullah SAW masih hidup. Pada dasarnya ilmu fiqih lahir, 
tumbuh dan berkembang bersama dengan perjalanan 
dakwah Rasulullah SAW dan para shahabat. Karena itu kita 
mengenal istilah fiqih para shahabat, misalnya Fiqih Abu 
Bakar, Fiqih Umar, Fiqih Ustman dan juga Fiqih Ali. Sebab 


40 



Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Bab 2: Keistimewaan llmu Fiqih 


mereka ternyata memang ahli fiqih, yang juga sekaligus 
menjadi pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin umat. 

Sumber ilmu fiqih juga bukan otak dan logika manusia 
belaka. Tetapi sumber ilmu fiqih murni Al-Quran dan As- 
Sunnah yang diterima secara muktabar, dan kemudian 
dipahami dengan manhaj yang telah dibakukan secara 
ilmiyah dan diterima oleh seluruh umat Islam. 

2. Fiqih vs Hukum Buat Manusia 

Berbeda dengan undang-undang buatan manusia, atau 
yang sering disebut sebagai al-ahkam al-wadl'iyah (V-“A> AAn), 
yang bersumber dari akal dan nalar manusia, fiqih 
bersumber dari wahyu Allah, yaitu Al-Quran dan Sunnah. 

Setiap ahli fiqih atau mujtahid pasti memiliki 
kemampuan mengambil hukum dari sumber fiqih yang ada, 
dan mereka semua terikat dengan Al-Quran dan sunnah. 
Tidak satu pun dari mereka yang hanya sekedar menuruti 
logika belaka dan atau sekedar berlandaskan kepada filsafat. 
Kesimpulan hukum yang dihasilkan merupakan makna 
turunan secara langsung atau sesuai dengan ruh syariat, atau 
tujuan umum dari syariat Islam. 

Karena sumber fiqih adalah wahyu Allah, maka ia sangat 
sesuai dengan tuntutan manusia dan kebutuhan manusia 
secara keseluruhan. Sebab Allah adalah Pencipta manusia 
yang mengetahui seluk-beluk manusia itu sendiri, baik yang 
lahir atau yang batin. Allah menciptakan syariat yang 
lengkap mengatur seluruh bidang kehidupan manusia. Allah 
berfirman: 


ij-Aj V! 


“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui ; dan 
Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (Al Mulk: 14) 


41 



Bab 2 : Keistimewaan llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Jji js j*f {jJj fjJij kJi hJj* 

L» ( J^Si A-Sx^ja-Jlj Aj.iflij AjU^tASoJlj 

jLi fvj A iAdlj of, AA Ja i.j ^54 

O , S S } * „ ' ' & © 

^ O /•-. 4 0 ^ O . ^ 0 > O ^ 0 ^ l*° -* __ ^ ^ ^ O s'* 

i^y;, ^ fjdi ij^f, ^o oLH 

kMfiS ^°^ o ^ 0 ' , ' 0 

dJJl (jLj A_)U i^JsjLsrt-U jS' A^2 ^>z^» j\v y?l ^j-o-9 LiO-i 


. ^ / 
1# 1* t , 


“Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, yang 
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang 
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang 
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan yang 
disembelih untuk berhala. Dan mengundi nasib dengan anak 
panah , adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir 
telah putus asa untuk agamamu, sebab itu janganlah kamu 
takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini 
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku- 
cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu 
jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena 
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah 
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah: 3) 

Jika dibandingkan dengan undang-undang dan hukum 
yang dibuat manusia, perbedaan antara keduanya sangat 
jauh, seperti bedanya antara Pencipta jagad raya, Allah SWT, 
dengan makluknya yang kecil. 

Hukum yang dibuat manusia banyak kelemahan dan 
keterbatasan karena ia produk akal manusia yang serba 
terbatas. Akal manusia tidak mengetahui hakikat jiwa 
manusia dan kebutuhan dirinya sesuai dengan fitrah 


42 



Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Bab 2: Keistimewaan llmu Fiqih 


penciptaan yang digariskan oleh Allah. Sehingga hasil 
pikiran manusia banyak yang tidak sesuai dengan tabiat 
manusia itu sendiri. 

Jalan satu-satunya adalah kembali kepada hukum yang 
diciptakan oleh Allah, Tuhan Yang Maha Tahu tentang 
manusia. 

B. Mencakup Semua Aspek Kehidupan 

Dibanding dengan hukum-hukum lain, Fiqih memiliki 
keistimewaan, yaitu bahwa ia mencakup tiga hubungan 
manusia; hubungan manusia dengan Allah sebagai Tuhan 
satu-satunya, hubungan dengan dirinya sendiri, dan 
hubungan dengan masyarakat. Sebab fiqih ini adalah untuk 
kepentingan dunia dan akhirat, kepentingan agama dan 
negara, dan untuk semua manusia hingga hari kiamat. 

Hukum-hukum fiqih adalah perpaduan kekuatan antara 
akidah, ibadah, akhlak, dan muamalat. Dari kesadaran jiwa, 
perasaan tanggung jawab, merasa diawasi Allah dalam 
segala kondisi, penghargaan atas hak-hak maka lahirlah 
sikap ridla, ketenangan, keimanan, kebagiaan, dan 
kehidupan individu social yang teratur. 

Hukum-hukum terkait dengan hubungan manusia 
dengan Tuhannya, seperti hukum-hukum shalat, puasa, dan 
lain-lain. Sebagian ahli fiqih menyatakan bahwa jumlah ayat 
yang berkenaan dengan ibadah ini ada 140 ayat. Hukum 
yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya, seperti 
apa yang boleh dia lakukan dan apa yang tidak boleh dari 
makanan, minuman dan pakaian. Hal ini disyariatkan untuk 
menjaga diri manusia; akal dan fisik. Untuk hubungan 
manusia dengan sesama diatur dengan hukum-hukum 
muamalat dan uqubat (hukum pidana), seperti jual beli, 
sewa-menyewa, nikah, qishash, hudud, ta'zir, peradilan, 
persaksian. 


43 



Bab 2 : Keistimewaan llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Untuk itu dalam fiqih ada dua bab besar dalam fiqih 
yaitu hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum mualat, 
seperti yan dijelas sebelumnya. Dengan demikian, fiqih 
diciptakan untuk menjaga lima prinsip dasar manusia; yaitu 
akal, agama, jiwa, agama, dan kehormatan. Maka fiqih 
sesungguhnya ingin mecetak manusia yang religi, sehat akal, 
sehat jiwa, terhormat, suci hartanya. 

Dr. Wahbah Az-zuhaili membagi hukum-hukum 
muamalat dibagi-bagi oleh ulama menjadi beberapa bab: 8 

1. Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah 

yaitu yang terkait dengan keluarga, termasuk hukum- 
hukum pernikahan, talak, nasab, nafkah, warisan. Hukum- 
hukum ini bertujuan mengatur hubungan antara suami istri 
dan kekerabatan yang lebih dikenal dengan "hukum 
perdata". 

2. Al-Ahkam Al-Madaniyah 

Hukum-hukum kemasyarakatan, yaitu terkait dengan 
transaksi personal berupa jual beli, sewa menyewa, 
pergadaian, kafalah (asuransi), kerja sama, hutan piutang, 
menepati janji. Hukum-hukum ini bertujuan mengatur 
hubungan personal dari sisi harta dan keuangan sehingga 
hak-hak masing-masing terjaga. 

3. Al-Ahkam Al-Jina'iyah 

Hukum kriminalitas yang dilakukan oleh seseorang dan 
sanksi yang dikenakan. Tujuan dari hukum ini adalah 
menjaga eksistensi kehidupan manusia, harta, kehormatan 
dan hak-hak mereka, memberi kepastian hubungan antara 
korban criminal dan pelaku criminal, dan menciptakan 
keamanan. Dalam Al-Quran terdapat sekitar 30 ayat terkait 
dengan hukum-hukum kriminalitas. 


8 Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid 1 hal. 


44 



Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Bab 2: Keistimewaan llmu Fiqih 


4. Al-Ahkam Al-Murafa'at 

hukum-hukum peradilan, tuntutan hukum, persaksian, 
sumpah, dan lain-lain. Tujuannya adalah mengatur prosedur 
penegakan keadilan antara menusia dengan syariat Islam. 
Dalam Al-Quran terdapat sekitar 20 ayat yang berbicara 
mengenai masalah ini. 

5. AI-Ahkam Ad-Dusturiyah 

Hukum yang terkait dengan perundang-undang yang 
mengatur antara penguasa dan rakyat dan menjelaskan hak 
dan kewajiban indifidu dan kelompok. 

6. AI-Ahkam Ad-Dauliyah 

Hukum-hukum yang mengatur hubungan negara Islam 
dengan negara lainnya terkait dengan perdamaian dan 
perang, hubungan antara warga negara non muslim dengan 
negara Islam yang ia tinggali, hukum-hukum jihad dan 
perjanjian. Tujuannya agar tercipta kerja sama, saling 
menghormati antar satu negara dengan lainnya. 

7. Al-Ahkam Al-Iqtishadiyah Wa A-Maaliyah 

Hukum-hukum yang terkait dengan hak-hak indifidu 
terhadap harta benda (kepemilikan), hak-hak dan kewajiban 
negara di bidang harta benda, pengaturan sumber kekayaan 
negara dan anggaran-anggarannya. Tujuannya adalah 
mengatur hubungan kepemilikan antara orang yang kaya 
dan miskin dan antara negara dengan warga negara. 

Ini mencakup harta benda negara, seperti harta 
rampasan, pajak, kekayaan alam, harta zakat, sadakah, nazar, 
pinjaman, wasiat, laba perdagangan, harta sewa menyewa, 
perusahaan, kaffarat, diyat dan lain-lain. 

C. Konsep Halal Haram 

Semua perbuatan, sikap dan tindakan sosial dalam fiqih 


45 



Bab 2 : Keistimewaan llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


selalu ada konsep agama tentang halal haram. Dalam hal ini 
ada dua bentuk hukum muamalat: 

a. Hukum duniawi yang diambil berdasarkan indikasi 
tindakan dan bukti lahir dan tidak ada hubungannya dengan 
batin. Ini adakah hukum pengadilan; karena seorang hakim 
memberikan vonis sesuai dengan bukti yang ada 
semampunya. Vonis hakim ini tidak bisa mengubah sesuatu 
yang batil menjadi benar dan. sebaliknya dalam realitas, 
tidak mengubah yang haram menjadi halal dan sebaliknya. 
Vonis seorang hakim bersifat mengikat, berbeda dengan 
fatwah. 

b. Hukum ukhrawi yang didasarkan kepada sesuatu 
yang sebenarnya (hakikat sesuatu baik yang lahir atau batin. 
Hal ini berlaku antara seseorang dengan Allah. Hukum inilah 
yang dijadikan dasar oleh seorang ahli fatwah; fatwah adalah 
pemberian informasi tentang hukum syariat tanpa mengikat. 

Kedua jenis hukum inilah yang ditegaskan dalam sebuah 
hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Malik, 
Ahmad dan lainnya, 

’’Sesungguhnya aku manusia. Jika kalian bersengketa 
kepadaku, mungkin salah satu dari kalian lebih kuat bukti dan 
alasannya dari yang lain, maka saya menghukumi 
berdasarkan apa yang saya dengar. Jika saya memutuskan 
sesuatu yang berpihak kepada seseorang dengan mengambil 
hak seorang muslim secara tidak benar (tanpa saya ketahui) 
maka itu adalah potongan dari neraka. Jika ia mau silahkan 
mengambil atau meninggalkannya.” 

Hukum-hukum dunyawi semacam ini kebanyakan 
terkait dengan talak (perceraian), sumpah, utang, pelepasan 
hak, pemaksaan. Misalnya, seseorang yang secara tidak 
sengaja mencerai istrinya. Maka keputusan hakim adalah 
jatuh talak sementara menurut hukum ukhrawi tidak jatuh 
talak. 

D. Berlandaskan Kaidah Paten Tapi Fleksibel 


46 



Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Bab 2: Keistimewaan llmu Fiqih 


Landasan itu adalah Al-Quran dan sunnah tertulis 
dengan rapi dan teliti. Teks-teks di kedua sumber ini bersifat 
suci dan sacral yang mengandung hukum-hukum global dan 
tidak terinci. Ini memungkinkan para ahli fiqih melakukan 
ijtihad menyimpulkan hukum secara terinci sesuai dengan 
kondisi dan realitas dilapangan. Namun demikian ada 
batasan yang selalu dijaga oleh para mujtahid. Muncullah 
kemudian kaidah-kaidah fiqih yang dijadikan pegangan 
dalam pengambilan hukum. 

Nash-nask (teks) syariat, misalnya, tidak menyinggung 
system hukum secara detail, tapi hanya memberikan garis 
besarnya seperti; menjamin keadilan antar rakyat, taat 
kepada ulil amr (penguasa pemerintahan), konsep syura, 
kerja sama dalam kebajikan dan ketakwaan dan seterusnya. 

Penerapan garis-garis besar itu diserahkan kepada 
kondisi dan realitas di lapangan. Yang terpenting adalah 
bagaimana tujuannya tercapai terlepas dari sarana yang 
digunakan asal tidak bertentangan dengan syariat. 

E. Prinsip Memberi Kemudahan 

Sebaliknya, fiqih memberikan kemudahan dan 
keringanan kepada manusia. Islam hanya mewajibkan shalat 
lima kali sehari semalam. Jika tidak mampu dilakukan 
dengan berdiri, boleh dilakukan dengan duduk, jika tidak 
mampu duduk, maka dengan berbaring. 

Dan keringanan lain terkait dengan tayammum, shalat 
qasar, jamak, qadla, dan lain-lain. Juga ada keringanan dalam 
puasa, zakat, kaffarat (denda) akibat kesalahan yang 
dilakukan. Allah SWT berfirman: 


o o^o 


sUi \jL££j rN wj Yj iui 1J 

j l Jj> aJJI 1 


47 



Bab 2 : Keistimewaan llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak 
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu 
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu 
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan 
kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185) 

Karenanya, Allah juga melarang kepada seseorang untuk 
menyakan sesuatu yang menimbulkan hukum yang lebih 
berat. 


of , a;* 01 ^! ’/cj Si 1 ^„ii \$ 1; 

jjip aL\j L$1p 4JJI lip jOxJ jJj oTylSl I^Ip 1 jJlU 


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu 
menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan 
menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al- 
Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, 
Allah mema'afkan tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun 
lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Maidah: 101). 

F. Fiqih Adalah Khazanah Islam Yang Luas 

Sepanjang sejarah, tidak ada referensi dan karangan yang 
sarat dengan khazanah ilmu dan pemikiran melebihi fiqih. 
Disana akan ditemui segala macam pandangan ulama dari 
berbagai mazhab dan aliran. 

Dalam Islam ada empat aliran fiqih besar dan masing- 
masing madzab itu memiliki riwayat dan pendapat, baik 
yang disepakati atau yang dipersilihkan dan setiap pandang 
memiliki alasan dan dalil. 

Setiap masalah dalam kehidupan manusia seakan tak 
luput dari pembahasan fiqih dari masalah yang terkecil 
hingga terbesar. 


48 



Seri Fiqih Kehidupan (1): 11 mu Fiqih 


Bab 2: Keistimewaan llmu Fiqih 


G. Mengikuti Perkembangan Zaman 

Fiqih memiliki kaidah yang tidak akan berubah hingga 
akhir zaman, seperti kaidah; transaksi hams dilakukan saling 
ridla, pemberian ganti rugi jika ada kerusakan, 
pemberantasan criminal, pemeliharaan hak-hak, tanggung 
jawab individu. Sementara fiqih yang didasarkan atas qiyas, 
masalahil mursalah, dan adat istiadat bisa berubah sesuai 
dengan kebutuhan zaman dan kemaslahatan manusia, 
dengan batasan yang tidak bertengangan dengan syariat. 

□ 


49 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi llmu Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Dalil Syar'i 

1. Dalil Al-Quran 

2. Dalil As-Sunnah 

B. Reaiitas 

1. llmu Fiqih Bagian dari Identitas Ke-lslaman 

2. Kunci Memahami Al-Quran & As-Sunnah 

3. Fiqih Adalah Porsi Terbesar Ajaran Islam 

4. Tingginya Kedudukan Ulama 

5. Terhindar Dari Perpecahan 

6. Menentukan Eksistensi Umat Islam 

7. Menahan Liberalisme, Sekuleris & Pluralisms 

8. Obat Ekstrimisme 

9. Implementasi Islam Kaaffah 

Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 

A. Lewat Proses Tidak Langsung Jadi 

B. Sumber Yang Statis 

1. Al-Quran dan As-Sunnah 

2. Mutlak Kebenarannya 

3. Statis 

C. Reaiitas Kehidupan Yang Dinamis 

1. Berbeda-beda 

2. Dinamis 

D. Ijtihad 

Ulama 

Kaidah 

E. Hasil 


51 




Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Kenapa kita harus belajar fiqih? 

Ada banyak alasan yang bisa menjadi latar belakang 
kenapa kita sebagai muslim wajib belajar ilmu fiqih, baik 
alasan yang berdasarkan dalil-dalil syar'i seperti Al-Quran 
dan As-Sunnah, atau pun yang sifatnya dengan melihat 
realitas kehidupan. 

A. Dalil Syar'i 

Ada begitu banyak dalil yang mewajibkan kita untuk 
belajar ilmu fiqih, baik dari Al-Quran maupun dari As- 
Sunnah. Kewajiban yang diberikan itu terkadang dalam 
bentuk konteks individu yang hukumnya menjadi fardhu 'ain, 
namun terkadang juga menjadi kewajiban yang bersifat 
kolektif, sehingga hukumnya menjadi fardhu kifayah. 

1. Dalil Al-Quran 

Ada begitu banyak dalil dari Al-Quran yang 
mewajibkan umat Islam mempelajari ilmu fiqih. Di antaranya 
ketika Allah SWT berfirman : 


43 j3 J5" jiu ^jis 43 15" IjyhJ 

j lit <jAJl Uj\L 

J 0 s' 

u 


Tidak sepatutnya bagi mu'minin itupergi semuanya. Mengapa 
tidakpergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa 
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang 
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya 
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu 
dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah : 122) 

Ayat ini menegaskan tentang keharusan sekelompok 


52 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


orang yang mendalami fiqih dari sekian banyak orang yang 
berjihad di jalan Allah. Ayat ini membandingkan antara 
kewajiban berjihad yang pahalanya begitu besar dengan 
kewajiban menuntut ilmu agama. 

Kalau kita bandingkan antara jumlah orang awam dan 
jumlah para ulama, kita akan menemukan perbandingan 
yang jauh dari proporsional. Dengan kata lain, ulama di masa 
sekarang ini termasuk 'makhluk langka' bahkan nyaris 
punah. 

Maka memperbanyak jumlah ulama serta menyebar- 
luaskan ilmu-ilmu syariah menjadi hal yang mutlak 
dilakukan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT tentang 
keharusan adanya sekelompok orang yang berkonsentrasi 
mendalami ilmu-ilmu syariah. 

Mempejari Islam adalah kewajiban pertama setiap 
muslim yang sudah aqil baligh. Ilmu-ilmu ke-islaman yang 
utama adalah bagaimana mengetahui kemauan Allah SWT 
terhadap diri kita. Dan itu adalah ilmu syariah. Allah SWT 
berfirman : 


jv P" j! Jtjji Jit I/Cu 

...Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai 
pengetahuan (ulama) jika kamu tidak mengetahui (QS. An- 
Nahl: 43) 

Paling tidak, setiap muslim wajib melakukan thaharah, 
shalat, puasa, zakat dan bentuk ibadah ritual lainnya. Dan 
agar ibadah ritual itu bisa syah dan diterima oleh Allah SWT, 
tidak boleh dilakukan dengan pendekatan improvisasi atau 
sekedar menduga-duga semata. Harus ada dasar dan dalil 
yang jelas dan kuat. Karena ibadah ritual itu tidak boleh 
dilakukan kecuali sesuai dengan apa yang diajarkan oleh 
Rasulullah SAW. 


53 



Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Dan penjelasan secara rinci dan detail tentang bagaimana 
format dan bentuk ibadah yang sesuai dengan apa yang 
diajarkan oleh beliau hanya ada dalam syariat Islam. 


'y jJlj ^dJl 


Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui 
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?". (QS. Az-Zumar 
• 9 ) 

2. Dalil As-Sunnah 

Sedangkan dalil-dalil yang mewajibkan kita belajar ilmu 
fiqih yang berupa dalil-dalil dari sunnah nabawiyah 
sebenarnya sangat banyak, di antaranya sebagai berikut: 

a. Hadits Dicabutnya Ilmu 

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits beliau yang 
shahih: 


- a.; *s- l s\yj\ /fistic 'y AWl (jj 

cjij Ikfl llilp jL" ^ 

£ / £ / o o s s t / 

. / >/ , / ^ | Os 0 v ^ ( 

1 jL ^\J I1 1 


Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara tiba-tiba dari 
tengah manusia, tapi Allah mencabut ilmu dengan dicabutnya 
nyawa para ulama. Hingga ketika tidak tersisa satu pun dari 
ulama, orang-orang menjadikan orang-orang bodoh untuk 
menjadi pemimpin. Ketika orang-orang bodoh itu ditanya 
tentang masalah agama mereka berfatwa tanpa ilmu, 
akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (HR. Bukhari dan 
Muslim) 

Hadits ini menceritakan bahwa umat Islam yang telah 
kehilangan para ulama, lantas mereka menjadikan para 


54 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


pemimpin yang bodoh dan tidak punya ilmu sebagai tempat 
untuk merujuk dan bertanya masalah agama. Alih-alih 
mendapat petunjuk, yang terjadi justru mereka semakin jauh 
dari kebenaran, bahkan sesat dan malah menyesatkan 
banyak orang. 

b. Hadits Fadhilah Orang Berilmu 

Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan hadits shahih 
riwayat Al-Imam Muslim yang amat masyhur berikut ini: 


aii ji uJ> Lip 4 u:> aL ^ 


Orang yang menitijalan dalam rangka menuntut ilmu agama, 
maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. 
Muslim) 


0 s ? i } // / / J5 

<._JljsJ L/3 j dMJ 

Dan para malaikat menaungi dengan sayap-sayap mereka 
kepada para penuntut ilmu sebagai tanda keridhaan dari 
mereka (HR. Muslim) 


jllJdj <3 (f'J ^ (j jAJCL^J jtJUJl jlj 

$.\1\ y>T ij 


Dan orang yang berilmu itu dimintakan ampunan oleh semua 
makhluk Allah yang ada di sekian banyak langit dan bumi, 
termasuk ikan-ikan yang ada di kedalaman lautan ikut 
memintakan ampun. (HR. Muslim) 

jjL ji ^ip jdlil 2iJ J •’*> PjlxJl JlP aJIx]| ( J^23 <1)1 J 


55 



Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Keutamaan seorang yang berilmu agama dibandingkan 
dengan seorang ahli ibadah seperti bulan di malam purnama 
dibandingkan semua planet (bintang). (HR. Muslim) 

Ojj SJjj j 

' i ' o ,, 

j >\j b->r: A>-l 4 j Jj>- 1 0^* 1 jJ j j L>Jj 

Dan sesungguhnya para ulama adalah para ahli waris dari 
para nabi, dimana para nabi memang tidak mewariskan dinar 
atau dirham, melainkan mereka mewariskan ilmu. Siapa yang 
menuntut ilmu maka dia telah mendapat warisan yang sangat 
besar nilainya. (HR. Muslim) 

Kalau kita teliti secara seksama hadits shahih di atas, 
betapa orang yang belajar menuntut ilmu dan juga orang 
yang memiliki ilmu dijanjikan oleh Rasulullah SAW di dalam 
hadits ini dengan berbagai fadhilah, antara lain : 

■ Dimudahkan jalannya menuju surga. Padahal semua 
orang nanti di hari kiamat akan kesulitan 
mendapatkan jalan yang mudah ke dalam surga. 
Bahkan banyak yang tertatih-tatih dan bersusah 
payah agar bisa sampai ke surga. 

■ Para malaikat meridhai mereka dengan menaunginya 
dengan sayap-sayap mereka. Padahal malaikat 
adalah hamba-hamba Allah yang amat mulia lagi 
taat. Kalau sampai para malaikat meridhai, tentu hal 
itu menunjukkan betapa tingginya derajat orang yang 
berilmu. 

■ Dosa-dosa orang yang menuntut ilmu dimintakan 
ampun oleh semua makhluk Allah SWT, baik yang 
ada di berbagai macam langit yang banyak itu, 
maupun makhluk Allah SWT yang menetap di atas 
bumi. Bahkan ikan-ikan yang hidup di kedalaman 
samudera luas pun ikut pula memintakan ampunan 


Yj Ijlip \yj'J 


56 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


buat mereka. 

■ Kelebihan orang yang berilmu dibandingkan orang 
bodoh yang tidak punya ilmu meski dia rajin ibadah 
diibaratkan seperti terangnya bulan purnama dengan 
terangnya bintang di kegelapan malam. Bulan 
purnama yang cahaya menerangi atmosfir langit kita 
ini tentu jauh berbeda dengan bintang yang di mata 
kita hanyalah titik kecil di langit yang hitam. 

■ Orang yang berilmu adalah para ahli waris nabi. 
Mereka mewarisi harta kekayaan para nabi yang 
tidak berbentuk uang atau harta benda, melainkan 
kekayaan itu berupa ilmu yang tidak ternilai 
harganya. Maka mereka yang belajar ilmu agama dan 
mendapatkannya diibaratkan dengan orang yang 
mendapat warisan kekayaan yang sangat besar tidak 
ternilai harganya. 

c. Perintah Belajar Faraidh 

Di antara ilmu fiqih adalah masalah faraidh atau 
pembagian harta warisan. Rasulullah SAW secara khusus 
telah memberikan perintah khusus untuk mempelajarinya 
dan sekalian juga beliau mewajibkan kita untuk 
mengajarkannya. Dalilnya sebagai berikut: 


i o jj L>T l> 

^ Jjf 


* r- 
4j 


.&I J jLj Jir Jis j*- 

hj (A 


‘_'o - A 4jls La LsjI y sJl 




Dari A'raj radhiyallahuan.hu bahwa Rasulullah SAW 
bersabda, "Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faraidh dan 
ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan 
orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari 
umatku". (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim) 


57 



Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Karena mengajarkan itu tidak mungkin dilakukan 
kecuali setelah kita mengerti, maka hukum mempelajarinya 
harus didahulukan. Dan ilmu faraidh (pembagian harta 
warisan) termasuk salah satu bagian dalam ilmu fiqih. 

B. Realitas 

Kewajiban untuk belajar ilmu fiqih juga didukung 
berdasarkan fakta dan realitas yang ada di tengah kehidupan 
nyata. Semua menunjukkan atas keharusan kita umat Islam 
untuk mempelajari dan menguasai ilmu fiqih. Di antara 
realitas itu misalnya : 

1. Ilmu Fiqih Bagian dari Identitas Ke-Islaman 

Seorang muslim dengan seorang non muslim tidak 
dibedakan berdasarkan KTP-nya. Juga tidak dibedakan 
berdasarkan ras, darah, golongan, bahasa, kebangsaan atau 
keturunan tertentu. Tetapi yang membedakan antara kedua 
adalah berdasarkan apa yang diketahuinya tentang ajaran 
Islam serta diyakini kebenarannya. 

Tidak mungkin seorang bisa dikatakan muslim manakala 
dia tidak mengenal Allah SWT. Dan tidak-lah seseorang 
mengenal Allah SWT, manakala dia tidak mengenal ajaran- 
Nya serta syariat yang telah diturunkan-Nya. Sehingga 
mengetahui ilmu-ilmu syariat merupakan bagian tak 
terpisahkan dari status keislaman seseorang. 

Maka sudah seharusnya seorang muslim menguasai ilmu 
syariah, karena syariat itu merupakan penjabaran serta 
uraian dari perintah Allah SWT kepada hamba-Nya. Setidak- 
tidaknya, meski pun tidak sampai ke level ulama atau 
mujtahid, minimal seorang muslim tahu bagaimana cara 
bersuci, wudhu, shalat fardhu, puasa, zakat dan hal-hal yang 
sifatnya pokok dan mendasar dari ilmu agama. 

Sebab tanpa ilmu tentang semua hal itu, statusnya 
sebagai muslim nyaris hanya tinggal formalitas belaka. 


58 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Keislamannya boleh jadi hanya karena kebetulan belaka. 
Kebetulan orang tuanya muslim, lahir di tengah keluarga 
muslim, sehingga setidak-tidaknya KTP-nya ada tulisannya 
sebagai muslim. 

Tapi kalau dia tidak tahu bagaimana cara ibadah ritual 
kepada Allahh, otomatis tidak tidak lagi disebut sebagai 
orang beriman, kecuali hanya sampai pada status. 

2. Kunci Memahami Al-Quran & As-Sunnah 

Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Quran yang terdiri 
dari lebih 6.000-an ay at dan As-Sunnah yang berjumlah 
ratusan ribu bahkan sampai jutaan. 

Namun bagaimana mengambil kesimpulan hukum atas 
suatu masalah dengan menggunakan dalil-dalil yang 
sedemikian banyak, harus ada sebuah metodologi yang 
ilmiyah yang baku dan disepakati oleh umat Islam sepanjang 
zaman. Dan metodologi itu adalah ilmu fiqih. 

llmu fiqih telah berhasil menjelaskan dengan pasti dan 
tepat tentang hukum-hukum yang terkandung pada tiap 
potong ayat dan hadits yang bertebaran. Dengan menguasai 
ilmu fiqih, maka Al-Quran dan As-Sunnah bisa dipahami 
dengan benar, tepat dan akurat, sebagaimana Rasulullah 
SAW dahulu mengajarkannya. 

Sebaliknya, tanpa penguasaan ilmu fiqih, Al-Quran dan 
As-Sunnah bisa diselewengkan dan dimanfaatkan dengan 
cara yang tidak benar. Ilmu fiqih adalah kunci untuk 
memahami Al-Quran dan As-Sunnah dengan metode yang 
benar, ilmiyah dan shahih. 

Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa pencuri harus 
dipotong tangannya, pezina harus diraj am, pembunuh harus 
diqishash dan seterusnya. Memang demikian zahir nash ayat 
Al-Quran. Namun benarkah semua pencuri harus dipotong 
tangannya?. Apakah semua orang yang berzina harus 
dirajam?. Apakah semua orang yang membunuh harus 


59 



Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dibunuh juga? 

Di dalam ilmu fiqih akan dijelaskan kriteria pencuri yang 
bagaimanakah yang hams dipotong tangannya. Tidak semua 
orang yang mencuri harus dipotong tangan. Ada sekian 
banyak persyaratan yang harus terpenuhi agar seorang 
pencuri bisa dipotong tangan. Misalnya barang yang dicuri 
harus berada dalam penjagaan, nilainya sudah memenuhi 
batas minimal, bukan milik umum dan lainnya. Bahkan 
kriteria seorang pencuri tidak sama dengan pencopet, 
jambret, penipu atau koruptor. 

Demikian juga dengan pezina, tidak semua yang berzina 
harus dihukum raj am. Selain hanya yang sudah pernah 
menikah, harus ada empat orang saksi lakil-laki, akil, baligh, 
dan menyaksikan secara bersama di waktu dan tempat yang 
sama melihat peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke 
dalam kemaluan perempuan. Tanpa hal itu, hukum raj am 
tidak boleh dilakukan. Kecuali bila pezina itu sendiri yang 
menyatakan ikrar dan pengakuan atas zina yang 
dilakukannya. Dan yang paling penting, hukum raj am haram 
dilakukan kecuali oleh sebuah institusi hukum formal yang 
diakui dalam sebuah negara yang berdaulat. 

Dan hal yang sama juga berlaku pada hukum qishash 
dan hukum-hukum hudud lainnya. Sebuah tindakan hukum 
yang hanya berlandaskan kepada satu dua dalil tapi tanpa 
kelengkapan ilmu syariah justru bertentangan dengan 
hukum Islam sendiri. 

3. Fiqih Adalah Porsi Terbesar Ajaran Islam 

Dibandingkan dengan masalah aqidah, ahlaq atau pun 
bidang lainnya, masalah-masalah dalam ilmu fiqih 
menempati porsi terbesar dalam khazanah ilmu-ilmu ke- 
Islaman. Bahkan yang disebut dengan ulama itu lebih identik 
sebagai orang yang ahli di bidang ilmu fiqih ketimbang ahli 
di bidang lainnya. 


60 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Sehingga sebagai ilmu yang merupakan porsi terbesar 
dalam ajaran Islam, ilmu syariah ini menjadi penting untuk 
dikuasai. Seorang muslim itu masih wajar bila tidak 
menguasai ilmu tafsir, hadits, bahasa Arab, Ushul Fqih, 
Kaidah Ushul dan lainnya. Tetapi khusus dalam ilmu 
syarriah khususnya fiqih, nyaris mustahil bila tidak dikuasai, 
meski dalam porsi yang seadanya. Sebab tidak mungkin kita 
bisa beribadah dengan benar tanpa menguasai ilmu fiqih 
ibadah itu sendiri. 

Memang tidak semua detail ilmu syariah wajib dikuasai, 
namun untuk bagian yang paling dasar seperti masalah 
thaharah, shalat, nikah dan lainnya, mengetahui hukum- 
hukumnya adalah hal yang mutlak. 

4. Tingginya Kedudukan Ulama 

Allah SWT telah meninggikan derajat orang yang 
memiliki ilmu syariah dengan firman-Nya : 


y 0 0 ji £ * * * y ' 

IxkJ aJLSI J I Jj jl J IjJLaI AJl 

^ * 

i# 0 £ 


Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di 
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan 
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang 
kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadilah : n) 

Sehingga tampuk kepemimpinan skala mikro dan makro 
menjadi hak para ahli ilmu syariah. Seorang imam shalat 
diutamakan orang yang lebih mendalam pemahamannya. 
(afqahuhum). Bukan yang lebih tua, sudah menikah, lebih 
senior dalam struktur pergerakan, lebih tenar atau lebih 
puny a kepemiminan. Namun imam shalat hendaklah orang 
yang lebih faqih dalam masalah agama. 

Demikian juga hal yang terkait dengan kepemimpinan 


61 



Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


umat, yang lebih layak diangkat adalah mereka yang lebih 
puny a kepahaman terhadap syarait. Sejak masa shahabat 
danl4 abad perjalanan umat, yang menjadi pemimpin umat 
ini adalah orang-orang yang paham dan mengerti syariah. 
Paling tidak, para khalifah dalam sejarah Islam selalu 
didampingi oleh ulama dan ahli syariah 

5. Terhindar Dari Perpecahan 

Para ulama syariah terbiasa berbeda pendapat, karena 
berbeda hasil ijtihad sudah menjadi keniscayaan. Namun 
mereka sangat menghormati perbedaan diantara mereka. 
Sehingga tidak saling mencaci, menjelekkan atau menafikan. 

Sebaliknya, semakin awam seseorang terhadap ilmu 
syariah, biasanya akan semakin tidak punya mental untuk 
berbeda pendapat. Sedikit perbedaan di kalangan mereka 
sudah memungkinkan untuk terjadinya perpecahan, 
pertikaian, bahkan saling menjelekkan satu sama lain. 

Hal itu terjadi karena seseorang hanya berpegangan 
kepada dalil yang sedikit dan parsial. Tetapi merasa sudah 
pandai dan paling benar sendiri. Padahal dalil yang 
diyakininya paling benar itu masih harus berhadapan 
dengan banyak dalil lainnya yang tidak kalah kuatnya. Jadi 
bagaimana mungkin dia merasa paling benar sendiri ? 

Paling tidak, dengan mempelajari ilmu syariah, kita jadi 
tahu bahwa pendapat yang kita pegang ini bukanlah satu- 
satunya pendapat. Di luar sana, masih ada pendapat lainnya 
yang tidak kalah kuatnya dan sama-sama bersumber dari 
kitab dan sunnah juga. Maka kita jadi memahami 
perbandingan mazhab di kalangan para fuqaha, sebab 
mereka memang punya kapasitas untuk melakukan 
istimbath hukum dengan masing-masing menhaj dan 
metodologinya 

6. Menentukan Eksistensi Umat Islam 


62 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Agama Islam telah dijamin tidak akan hilang dari muka 
bumi sampai kiamat, namun tidak ada jaminan bila umatnya 
mengalami kemunduran dan kejatuhan. Sejarah 
membuktikan bahwa mundurnya umat Islam terjadi 
manakala para ulama telah wafat dan tidak ada lagi ahli 
syariah di tengah umat. 

Sebaliknya, bila Allah SWT menghendaki kebaikan pada 
umat Islam, niscaya akan dimulai dari lahirnya para ulama 
dan kembali manusia kepada syariat-Nya. 

7. Menahan Liberalisme, Sekuleris & Pluralisme 

Racun pemikiran Orientalis dan Sekuleris tidak akan 
mempan bila tubuh umat diimunisasi dengan pemahaman 
syariah yang mendasar dan matang. 

Sebaliknya, bila tingkat pemahaman umat terhadap 
syariah asal-asalnya dan lemah, maka dengan mudah 
pemikiran orientalis akan merasuk dan menjangkiti fikrah 
umat. Sebaliknya, bila umat ini punya tingkat pemahaman 
yang mendalam terdapat ilmu syariah, semua tipu daya itu 
akan menjadi mentah. 

Pemahaman syariat Islam akan menjadi filter atas 
kerusakan fikrah umat. Sebaliknya, semakin awam dari 
syariat, umat ini akan semakin menjadi bulan-bulanan 
pemikiran yang merusak. 

8. Obat Ekstrimisme 

Sikap-sikap ekstrim dan keterlaluan dalam pelaksanaan 
agama seringkali menimpa banyak umat Islam. Barangkali 
niatnya sudah baik, yaitu ingin menjalankan ajaran agama. 
Tetapi bila semangat itu tidak diiringi dengan ilmu syariah 
yang benar, sangatbesar kemungkinan terjadi kesalahan fatal 
yang merugikan. 

Dahulu di masa shahabat ada seorang yang terluka di 
kepala. Seharusnya dia tidak boleh mandi karena parah 


63 



Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


sakitnya. Namun dia berjunub pada malamnya dan pagi hari 
dia bertanya kepada temannya, apakah dia harus mandi atau 
tidak. Temannya mengatakan bahwa dia harus mandi. Lalu 
mandilah dia dan tidak lama kemudian meninggal. 

Betapa sedih Rasulullah SAW tatkala mendengar kabar 
itu. Sebab teman yang memberi fatwa itu bertindak tanpa 
ilmu dan menyebabkan kematian. 

Padahal seharusnya dalam kondisi demikian, cukuplah 
dengan bertayammum saja. Maka dia sudah boleh shalat. 
Tidak wajib mandi junub meski malamnya keluar mani. 

9. Implementasi Islam Kaaffah 

Sebagai muslim yang baik, komitmen dan konsisten 
dalam memeluk agama Islam, tentu kita tahu bahwa kita 
wajib menerima Islam secara kaaffah, tidak sepotong- 
sepotong. Allah SWT telah memerintahkan hal dalam firman- 
Nya : 


i'yj SitS"” ^fs> !jJl>ol IjJl*I ^jJl L^jI b 

a _o jl / / 

i* 5 vis o S' \ r, 

jJl£- J| 


Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam 
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah- 
langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata 
bagimu.(QS. Al-Baqarah : 208) 

Tapi bagaimanakah kita bisa menjalankan Islam secara 
kaaffah, kalau kita tidak bisa membedakan manakah diantara 
perbuatan itu yang termasuk bagian dari Islam atau bukan ? 

Sebab seringkali kita dihadapkan kepada bentuk-bentuk 
pengamalan yang disinyalir sebagai island, tetapi kita tidak 
tahu kedudukan yang sesungguhnya. Katakanlah sebagai 
contoh mudah misalnya tentang memahami perbuatan 
Rasulullah SAW. 


64 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 3: Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Apakah semua hal yang dilakukan oleh beliau itu 
menjadi bagian langsung dari syariat agama ini ? Ataukah 
ada wilayah yang tidak termasuk bagian dari syariat ? 

Lebih rinci lagi, kita dapati dalam hadits bahwa 
Rasulullah SAW naik unta, minum susu kambing mentah, 
istinja' dengan batu, khutbah memegang tongkat, di 
rumahnya tidak ada wc dan seterusnya. 

Apakah hari ini kita wajib melakukan hal yang sama 
dengan beliau sebagai pengejawantahan bahwa Rasululah 
SAW adalah suri teladan ? 

Apakah kita hari ini juga hams naik unta, sebagai 
pengganti mobil dan pesawat, hanya karena ingin mengikuti 
jejak Rasulullah SAW yang berangkat haji naik unta? 

Haruskah kita minum susu kambing yang tidak dimasak 
dahulu, karena beliau SAW suka sekali minum susu kambing 
tanpa dimasak? 

Apakah para khatib Jumat wajib berkhutbah sambil 
memegang tongkat, karena dahulu beliau SAW berkhutbah 
sambil memegang tongkat? 

Dan tegakah kita berintinja' tanpa air tetapi diganti 
dengan batu, karena Rasulullah SAW berintinja' dengan 
batu? 

Dan haruskah kita buang air di alam terbuka, karena 
dahulu Rasulullah SAW melakukannya di alam terbuka dan 
tidak ada kamar mandi? 

Tentu kita perlu merinci lebih detail, manakah dari 
semua perbuatan dan perkataan beliau SAW yang menjadi 
bagian dari syariah dan mana yang secara kebetulan menjadi 
hal-hal teknis yang tidak perlu dimasukkan ke dalam ajaran 
agama ini. Dan untuk itu, harus ada sebuah metodologi yang 
bisa dijadikan patokan. Metodologi itu adalah syariat Islam. 

Tugas ilmu fiqih adalah bagaimana caranya agar kita 
bisa memilah dan menentukan manakah dari diri Rasulullah 


65 



Bab 3 : Urgensi Belajar llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


SAW yang menjadi bagian dari ajaran Islam, dan manakah 
yang bukan termasuk ajaran selain hanya faktor kebetulan 
dan teknis semata, sehingga tidak hams dijadikan tuntunan. 

Semua itu membutuhkan ilmu yang didasarkan kepada 
sesautu aturan yang baku, bukan sekedar pemikiran sesaat, 
yang boleh jadi nanti berubah-ubah. 

Dan ilmu itu tidak lain adalah ilmu fiqih, yang telah eksis 
di dunia Islam sepanjang 14 abad lamanya, menjadi penerang 
bagi umat Islam dalam berpegang kepada Al-Quran dan As- 
Sunnah. 

Penutup 

Itulah beberapa hal yang perlu kita renungkan bersama. 
Betapa syariat Islam ini memang perlu kita pelajari dengan 
sebaik-baiknya. Tidak perlu menunggu dan membuang 
waktu. 

Sekaranglah waktu yang tepat untuk mulai belajar. 
Semoga Allah SWT memudahkan jalan kita masuk surga 
karena kita telah menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu 
keislaman selama di dunia ini. 


66 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


Bab 4: Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Lewat Proses Tidak Langsung Jadi 

B. Sumber Yang Statis 

1. Al-Quran dan As-Sunnah 

2. Mutlak Kebenarannya 

3. Statis 

C. Realitas Kehidupan Yang Dinamis 

1. Berbeda-beda 

2. Dinamis 

D. Ijtihad 

1. Ulama 

2. Kaidah 

E. Hasil 


A. Lewat Proses Tidak Langsung Jadi 

llmu fiqih lahir dari sebuah proses panjang, tidak tiba- 
tiba turun begitu saja dari langit. 

llmu fiqih memang bersumber dari wahyu yang turun 
dari langit, yang sifat kebenarannya mutlak, pasti, statis dan 
sudah baku. Teks-teks wahyu itu bukan hanya ayat-ayat Al- 
Quran, namun termasuk juga di dalamnya hadits-hadits nabi 
yang makbul. Sebab semua yang beliau SAW ucapkan, 
lakukan dan diamkan, berasal dari wayhu juga. 

Kemudian teks-teks wakhyu itu dikomparasikan dengan 


67 




Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


realitas atau kenyataan yang amat dinamis, dimana manusia 
ditakdirkan hidup dengan realitas kehidupan sosial yang 
berbeda-beda, baik secara adat, karakter, budaya, tradisi, 
etika yang satu sama lain saling berbeda. 

Namun tidak semua orang boleh melakukan proses 
komparasi itu. Setidaknya hanya mereka yang benar-benar 
mujtahid saja yang diberi wewenang dan otoritas untuk 
melakukannya, itu pun dengan tetap harus menggunakan 
kaidah-kaidah yang diterima secara ilmiyah, nalar dan juga 
diakui secara sah sebagai kaidah yang muktamad. 

Barulah hasil akhirnya akan kita dapat, berupa hukum- 
hukum fiqih yang kita kenal sebagai wajib, sunnah, mubah, 
makruh, dan haram. 

Ibarat makanan, ilmu fiqih adalah hidangan siap santap 
di atas meja yang mengundang selera. Buat yang kita yang 
makan, mungkin tidak terbayang bagaimana opor ayam itu 
sebelumnya mengalami proses pembuatan yang ternyata 
tidak mudah. Juga bukan sembarang orang yang bisa 
memasaknya. 

Kalau kita perhatikan, hidangan opor ayam sebelum 
sampai di meja makan kita, sebelumnya telah mengalami 
proses dari bahan mentah, diolah sedemikian rupa, oleh chef 
atau juru masak yang berpengalaman, hingga akhirnya 
terhidang di atas meja siap disantap. 

Bahan baku utama opor ayam sebelum dimasak tentu 
seekor ayam yang masih hidup di peternakan, ditambah 
dengan bumbu-bumbu lainnya yang sebelumnya masih di 
perkebunan. Ayamnya perlu dipilih yang sehat dan baik, 
kemudian ditangkap, disembelih dengan benar, dicabuti 
bulunya, dibersihkan isi perutnya, bagian yang tidak perlu 
dibuang, lalu dimasak dasar. 

Bumbunya yang utama adalah santan kelapa, maka 
harus ada orang yang memanjat pohon kelapa terlebih 


68 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


dahulu, lalu mengupasnya, memarutnya, dan membuat 
santannya. Tentu bumbunya bukan hanya santan, tetapi ada 
lusinan bumbu lainnya yang juga hams dipetik dulu di 
kebun. 

Semua bahan itu tidak akan tiba-tiba berubah menjadi 
opor ayam, kita membutuhkan juru masak ahli, yang sudah 
berpengalaman memasak opor ayam, biar ayamnya empuk 
tidak keras, bumbunya meresap, tidak hambar dan juga tidak 
terlalu ekstrim. Kita tentunya membutuhkan keahlian 
tersendiri. Orang yang belum pernah memasaknya, di awal 
pertama kali mencoba memasaknya, pasti akan melakukan 
kesalahan-kesalahan. 

Pendeknya, semua itu adalah proses pembuatan opor 
ayam. Opor ayam tidak bisa tiba-tiba turun dari langit 
mendarat tepat di atas meja makan kita. 

Kecuali bila kita membelinya di rumah makan, yang kita 
perlukan hanya uang sebagai harga pembelian. Dan kita bisa 
langsung duduk manis dan siap melahap saat itu juga. 

Kita yang beli jadi opor ayam adalah orang-orang yang 
terima rapi saja, tidak perlu repot-repot memasak dan 
memprosesnya. Itulah kira-kira kita sebagai orang-orang 
awam yang bukan mujtahid, kita tidak melakukan semua 
proses ijtihad di atas, kita hanya terima bersih dan tinggal 
menggunakan saja hasil-hasil ijtihad para ulama. 

B. Sumber Yang Statis 

Di atas tadi sudah disebutkan bahwa ilmu fiqih 
bersumber dari wahyu atau firman Allah SWT. 

1. Al-Quran dan As-Sunnah 

Al-Quran maupun As-Sunnah adalah jalur resmi 
datangnya wahyu dari Allah SWT. Sedangkan firasat, ilham, 
mimpi, kasysyaf, wangsit dan lain-lainnya, mungkin saja 
datang dari Allah SWT, namun semua jelas-jelas bukan 


69 



Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


wahyu yang merupakan risalah yang formal dan resmi. 
Sebab semua itu tidak turun lew at jalur resmi, yaitu lew at 
malaikat Jibril dan lewat mekanisme kenabian. 

Wahyu yang datang kepada kita sebagai wahyu risalah 
yang resmi hanyalah yang datang lewat Nabi Muhammad 
SAW, yaitu berupa ayat-ayat Al-Quran dan sunnah 
Rasulullah SAW. 

2. Mutlak Kebenarannya 

Baik Al-Quran maupun As-Sunnah yang shahihah, 
keduanya adalah sumber syariah Islam yang bersifat mutlak 
kebenarannya, karena ada jaminan atas hal itu dari Allah 
SWT. 

Namun demikian, keduanya bersifat statis dan tidak 
boleh mengalami perubahan, baik koreksi, tambahan, 
pengurangan dengan cara apa pun, sepeninggal Rasulullah 
SAW. Kalau sampai berubah atau boleh diubah-ubah oleh 
manusia, justru malah menjadi masalah. Karena 
originalitasnya tentu akan sangat dipertanyakan, 
sebagaimana tragedi yang menimpa agama-agama samawi 
sebelum masa risalah Muhammad SAW. 

Para pemuka agama baik yahudi maupun nasrani 
dilaknat Allah SWT, karena mereka nekat mengubah ayat- 
ayat Allah yang telah baku. 


o s > > ^ s o x ^ o ^ & 

ij jjjJLj y ^JLSnJI j y 


Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari 
tempat-tempatnya . Mereka berkata : "Kami mendengar", 
tetapi kami tidak mau menurutinya. (QS. An-Nisa’: 46) 

3. Statis 


70 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


Karena Al-Quran dan As-Sunnah tidak boleh mengalami 
revisi, pengeditan, penambahan, atau pengurangan, maka 
otomatis keduanya bersifat statis. 

Walau pun teknik penulisan aksara Arab mengalami 
perkembangan sepanjang waktu, namun bunyi ay at Al- 
Quran itu tidak mengalami perubahan apa pun. Dan 
sesungguhnya yang turun kepada Rasulullah SAW dahulu 
bukan buku dengan tulisan Arab, melainkan suara dari 
malaikat Jibril alaihissalam kepada beliau SAW, yang 
merupakan firman Allah SWT. 

Seandainya kita punya mesin waktu, dan kita kirim 
anak-anak Taman Pendidikan Al-Quran ke zaman dimana 
para shahabat Nabi dahulu hidup di Mekkah dan Madinah, 
maka bacaan Al-Quran mereka akan sama persis seperti 
bacaan para shahabat Nabi ridhwanullahi 'alaihim. 

Apa yang ada di dalam Al-Quran tidak akan mengalami 
perubahan sampai hari kiamat. Demikian juga, apa yang 
tercatat di dalam hadits nabawi, juga tidak akan mengalami 
perubahan apa pun sampai akhir zaman. 

Keduanya adalah kitab abadi, bahkan bahasa yang 
digunakan pun tidak boleh diubah, atau diterjemahkan ke 
dalam bahasa lain. 

Kalau pun ada versi terjemahan, maka terjemahan itu 
bukan wahyu, tetapi hasil karya manusia. Sebuah buku yang 
isinya hanya terjemahan 30 juz Al-Quran tanpa menyertakan 
teks aslinya dalam bahasa Arab, tidak diakui sebagai Al- 
Quran. 

Jadi kalau pakai logika ini, maka Alkitab berbahasa 
Indonesia yang rajin dibawa oleh para pastor itu bukan 
wahyu Allah, melainkan 100% hasil karya manusia. 

C. Realitas Kehidupan Yang Dinamis 

Meski Al-Quran dan As-Sunnah bersifat statis, namun 


71 



Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


keduanya bukan musium yang hanya menjadi saksi bisu atas 
apa yang pernah terjadi di masa Rasulullah SAW. 

Keduanya justru harus hidup sepanjang zaman, di 
berbagai tempat di permukaan planet bumi ini, menjadi 
petunjuk, pedoman, sumber rujukan hukum, dan juga 
sebagai undang-undang yang berlaku di semua negeri. 

1. Berbeda-beda 

Padahal umat manusia diciptakan Allah SWT dengan 
segala keragamannya. Dan keragaman ini melahirkan 
perbedaan budaya, adat, etika, bahkan hukum, konvensi dan 
aturan-aturan yang bersifat lokal ke daerahan. 

Apa yang dipandang baik oleh suatu bangsa, boleh jadi 
oleh bangsa lain dianggap sangat tidak baik. Memegang 
kepala orang lain yang lebih tua dan dihormati, bagi bangsa 
Arab dianggap kesopanan dan akhlaq mulia. Menantu akan 
lebih disayang mertua kalau memegang kepala mertua. 
Jangan sekali-kali hal itu dilakukan di negeri kita, bisa-bisa 
langsung ditempeleng mertua dan dipecat jadi menantu. 
Sebab buat orang Indonesia, kepala adalah organ yang 
terhormat, tiap tahun dikeluarkan zakatnya, jadi jangan 
dipegang-pegang kecuali orang tua mengelus kepala bayinya 
sendiri. 

Bangsa Tibet yang di pegunungan Himalaya, 3.000 meter 
di atas permukaan laut, untuk menunjukkan tanda 
kesopanan dalam menyambut tamu, mereka akan 
menjulurkan lidahnya. Maka para tamu harus membalas 
menjulurkan lidah juga sebagai bentuk penghormatan. 
Jangan sekali-kali hal itu kita lakukan di tempat lain, karena 
bisa dianggap mengajak adu jotos. 

2. Dinamis 

Selain berbeda-beda tolok ukur kebaikan, kehidupan 
umat manusia pun sangat dinamis, setiap saat mengalami 


72 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


perubahan. Apa yang di suatu masa dianggap sebagai 
kebaikan, belum tentu pada 20-30 tahun kemudian masih 
dianggap baik. Dan sebaliknya, apa yang kita anggap sebuah 
kedegilan di masa sekarang, mungkin saja 50 tahun lagi 
dianggap perbuatan mulia. 

Karya-karya di masa lalu yang dianggap sebagai bagian 
dari idealisme seorang ilmuwan, seiring dengan berjalannya 
waktu, di masa lain dianggap realitas potensi kekayaan. 

Di masa lalu ketika Al-Bukhari menuliskan kitab Ash- 
Shahih, tidak pernah terbersit di kepalanya untuk menjual 
kitabnya itu, sekedar untuk mendapatkan uang. Di masa itu 
tidak dikenal hak cipta dan hak kekayaan intelektual atas 
karya itu. Tetapi hari ini, buku yang hanya 100-an halaman 
saja, sedangkan isinya hasil cuplik sana sini, dianggap 
sebagai hak kekayaan intelektual yang dilindungi undang- 
undang dan menghasilkan sumber mata pencaharian. 

Bahkan bahasa yang digunakan suatu bangsa akan 
berganti dengan bahasa lain seiring dengan berjalannya 
waktu. Empat ratus tahun yang lalu tidak ada orang 
berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia di 
nusantara kita ini. Mereka mungkin bicara dengan bahasa 
Sansekerta, Arab, atau Mandarin. Andaikan mesin waktu 
bisa membawa kita ke masa hidup Wali Songo, dipastikan 
kita tidak bisa ngobrol dengan para wali itu. 

Kenapa? 

Soalnya, bahasa yang mereka pakai bukan bahasa 
Indonesia, sedangkan kita justru tidak mengerti bahasa 
mereka. Jadi mungkin kita akan pinjam bahasa Tarzan alias 
pakai isyarat. 

Dahulu orang Mesir punya bahasa purba, yang juga 
puny a aksara tersendiri. Orang Mesir hari ini sayangnya 
tidak bisa membaca apa yang terukir di Pyramid peninggalan 
nenek moyang mereka sendiri, karena bahasa mereka sudah 


73 



Bab 4 : Proses Terbentuknya llmu Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


berubah menjadi bahasa Arab. 

Kalau kita buka arsip koran yang terbit tahun 50-an, 
maka kita akan terpingkal-pingkal membacanya. Bahasa 
memang bahasa Indonesia, tetapi susunan bahasa dan 
redaksinya terasa aneh dan jenaka buat ukuran di zaman 
sekarang ini. 

Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar 
radhiyallahuanhuma, kalau ada unta lepas dari tuannya, 
hukum konvensi yang berlaku adalah biarkan saja unta itu 
berkeliaran, sampai pemiliknya menemukannya. Unta bisa 
bertahan hidup, dia akan mencari makan dan minum sendiri. 

Ketika masuk masa pemerintahan Amirul-Mukminin 
Ustman bin Al-Affan radhiyalahuanhu, konvensinya berubah. 
Unta yang tersesat harus diselamatkan oleh penemunya, 
dibawa pulang, dipelihara, dikasih makan dan minum dan 
dilindungi. Nanti bila pemiliknya datang mencari, baru 
dikembalikan. Hal itu karena masa itu sudah agak rawan 
dengan pencurian. Kota Madinah tidak lagi seseteril 
sebelumnya. Para shahabat yang mulai banyak yang 
merantau jauh ke berbagai penjuru dunia, sementara orang 
dari luar Madinah banyak yang masuk dan tinggal disana. 

D. Ijtihad 

1. Ulama 

2. Kaidah 

E. Hasil 


74 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 5: Tema-tema Besar Fiqih 


Bab 5: Tema-tema Besar Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Bagian Dasar atau Asas 

1. Fiqih Thaharah 

2. Fiqih Shalat 

3. Fiqih Zakat 

4. Fiqih Puasa 

5. Fiqih Haji 

B. Bagian Bangunan Islam 

1. Fiqih Muamalat 

2. Fiqih Nikah 

3. Fiqih Kuliner 

4. Fiqih Pakaian & Rumah 

5. Fiqih Sembelihan 

6. Fiqih Masjid 

7. Fiqih Kedokteran 

8. Fiqih Seni 

9. Fiqih Mawaris 

C. Bagian Atap atau Pelindung 

1. Fiqih Jinayat 

2. Fiqih Jihad 

3. Fiqih Negara 


Ruang lingkup fiqih sangat luas dan masuk ke dalam 
semua aspek kehidupan. Karena fiqih memang sebuah 
ketentuan dan aturan dari Allah SWT agar manusia dapat 
menjalani kehidupan mereka di muka bumi sebagai khalifah 
di dalam keridhaan-Nya. Maka semua area kehidupan tidak 


75 




Bab 5 : Tema-tema Besar Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


lepas dari ketentuan fiqih. 

Biasanya banyak orang membagi fiqih itu menjadi dua 
bagian besar, meski metode dalam merinci aspek-aspek 
kehidupan sering menggunakan beberapa versi. Misalnya, 
ada yang membagi keduanya itu dengan wilayah formal 
ritual ibadah dan wilayah sosial muamalat. Atau dengan 
istilah lain, ada ruang ubudiyah dan ruang non-ubudiyah. 

Penulis dalam hal ini lebih cenderung membaginya 
berdasarkan pembagian dari hadits Rasulullah SAW, bahwa 
Islam itu didirikan di atas lima perkara, yaitu semua yang 
termasuk rukun Islam. Dan di atasnya kemudian ditegakkan 
bangunan syariat Islam itu sendiri, yang terdiri dari berbagai 
bentuk ketentuan syariat dalam berbagai pembagiannya lagi. 


ijlj Ail I ^ 'y 01 ^Js- 

j (jLl^j ^ 

4i 4^ ^43' 


Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak 
ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad 
adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, 
berpuasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang 
mendapatkanjalan ke sana.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Ketika Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Islam 
ditegakkan di atas lima perkara, tergambar di benak kita 
bahwa agama Islam itu diibaratkan sebuah bangunan 
gedung, yang berdiri kokoh dan tegak di atas pondasi- 
pondasinya. Rasulullah SAW kemudian menegaskan bahwa 
kelima pondasi itu adalah syahadat, shalat, zakat, puasa dan 
haji. Dan tentunya Islam bukan terbatas hanya pada kelima 
pondasinya saja, sebab kelimanya baru sekedar pondasinya, 
selebihnya justru ada bangunan Islam itu sendiri. 


76 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 5: Tema-tema Besar Fiqih 


Sehingga untuk menjelaskan bahwa Islam itu mencakup 
seluruh aspek kehidupan, kita bisa menggunakan pola 
pembagian dengan mengibaratkan sebuah gedung yang 
terdiri tiga komponen besar. Pertama, bagian dasar atau 
pondasi, yang berfungsi sebagai tempat tegaknya bangunan. 
Kedua, bangunannya itu sendiri yang dengan segala macam 
jenis materialnya. Bangunan itu ditegakkan di atas 
pondasinya. Ketiga, bagian pelindung atau atap yang 
melindungi bagian-bagian di bawahnya dari terik matahari 
atau hujan. Bagian ini tidak mungkin dihilangkan karena 
fungsinya untuk melindungi. 

A. Bagian Dasar atau Asas 

Dalam kontek ilmu fiqih, bersyahadat tidak 
membutuhkan banyak detail ketentuan, karena cukup hanya 
melafazkannya saja, dan itu pun terbatas hanya kepada 
mereka yang sejak awal lahir bukan sebagai muslim, lalu 
berkeinginan untuk masuk Islam dan memeluknya sebagai 
agama. 

Hadits di atas tentu bisa kita pahami konteksnya adalah 
ketika dahulu Rasulullah SAW di masa awal 
memperkenalkan agama Islam kepada orang-orang yang 
justru bukan beragama Islam. Sehingga ketika bicara tentang 
pondasi, syahadat sebagai syarat masuk Islam diletakkan 
pada nomor urut pertama. Adapun kita yang memang sejak 
lahir sudah menjadi muslim, tentu tidak perlu lagi bicara 
tentang syahadat. 

Maka ruang lingkup ilmu fiqih pada bagian dasar-dasar 
Islam ini terbatas pada masalah shalat, zakat, puasa dan haji. 
Namun karena shalat itu mensyaratkan kesucian yang 
ketentuannya sangat detail, maka biasanya para ulama 
memasukkan pada bab Thaharah sebelum masuk ke dalam 
bab Shalat. Maka jadilah pembahasan ilmu fiqih pada bagian 
dasar itu terdiri dari lima kajian besar, yaitu Fiqih Thaharah, 


77 



Bab 5 : Tema-tema Besar Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Fiqih Shalat, Fiqih Zakat, Fiqih Puasa dan Fiqih Zakat. 

1. Fiqih Thaharah 

Tema tentang thaharah selalu menjadi bagian pembuka 
dari umumnya kitab fiqih yang lengkap. Sebab thaharah 
menjadi syarat dari semua ibadah utama yang bersifat ritual. 

Di dalam bidang thaharah ini kita membahas masalah 
kesucian dari dua macam perkara, yaitu kesucian dari benda- 
benda najis, dan kesucian dari hadats kecil dan besar. Untuk 
itu pengertian najis, pembagiannya, jenisnya serta kriteria 
benda apa saja yang termasuk najis, adalah bagian ilmu yang 
tidak bisa dianggap enteng begitu saja. Sebab Rasulullah 
SAW telah secara detail mengajarkan semua itu, dan kita 
berkewajiban mempelajari dengan sepenuh kesungguhan 
dan ketelitian. 

Selain itu beliau SAW juga telah mengajarkan bagaimana 
cara kita bersuci dari benda-benda najis, serta juga 
menjelaskan secara teliti apa yang harus kita lakukan bila 
ingin bersuci dari hadats. Untuk itu kita mempelajari hukum 
dan semua ketentuan yang terkait dengan wudhu, 
tayammum, mandi janabah. 

Di dalam bab Thaharah kita juga membahas masalah 
darah yang keluar dari kemaluan wanita, yaitu darah haidh, 
nifas dan istihadah, karena ketiganya juga merupakan bagian 
dari kesucian. 

2. Fiqih Shalat 

Shalat adalah intisari dari semua rangkaian jenis ibadah 
formal. Dan menjadi salah satu tolok ukur keselamatan kita 
nanti sewaktu dihisab di hari kiamat, karena merupakan 
materi yang pertama kali dipertanyakan. 

Karena itu sudah menjadi fardhu 'ain bagi setiap muslim 
untuk belajar dan mengerti dengan benar bagaimana tata 
cara shalat, mulai dari pengertian, syarat, rukun, yang 


78 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 5: Tema-tema Besar Fiqih 


membatalkan, apa yang diwajibkan dan apa yang sekedar 
disunnahkan. 

Juga dibahas keutamaan dan hukum shalat berjamaah, 
syariat dan ketentuan adzan dan iqamah, bagaimaan hukum 
shalat yang terlewat waktunya, atau shalat di atas kendaraan. 
Termasuk juga bagaimana ketentuan tentang teknis shalat 
jama', shalat qashar dan juga tata cara shalat bagi orang yang 
sedang menderita penyakit, sehingga tidak mampu 
mengerjakannya dengan normal. 

Selain shalat fardhu yang lima waktu, fiqih Islam juga 
membahas tentang berbagai macam jenis shalat yang 
hukumnya sunnah, seperti shalat qabliyah dan ba'diyah, 
shalat tahiyatul masjid, shalat tarawih, shalat tahajjud, shalat 
witir, shalat 'led, shalat dhuha', shalat istikharah, shalat 
gerhana, shalat jenazah, shalat istisqa', shalat tasbih, shalat 
khauf, shalat hajat, shalat taubat dan masih ada lagi shalat- 
shalat lainnya. 

3. Fiqih Zakat 

Fiqih Islam dalam tema zakat berbicara tentang 
pengertian dan dasar kewajiban zakat, juga tentang resiko 
bagi mereka yang mengingkari kewajiban berzakat. 

Namun fiqih zakat juga membahas bahwa tidak semua 
orang wajib berzakat, karena ada syarat dan ketentuan zakat 
secara khusus, bahkan ada semacam kriteria tertentu bagi 
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. 

Intinya, fiqih zakat itu membahas dua tema utama, yaitu 
tema tentang harta dan jenis kekayaan apa saja yang wajib 
dikeluarkan zakatnya, dan siapa saja orang yang berhak 
mendapatkan harta zakat itu. 

Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, adalah 
Zakat Pertanian, Zakat Hewan Ternak, Zakat Emas & Perak, 
Zakat Uang, Zakat Barang Perniagaan, Zakat Rikaz, Zakat 
Ma'din, Zakat Al-Fithr, Zakat Profesi, Zakat Harta Produktif, 


79 



Bab 5 : Tema-tema Besar Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dan juga Zakat Perusahaan. 

Sedangkan siapa saja yang berhak mendapatkan harta 
zakat, sebagaimana disebutkan di dalam surat At-Taubah 
ayat 60 , adalah fakir, miskin, amil zakat, ma'allaf, budak, 
orang yang berhutang, buat fi sabilillah dan ibnu sabil. Dari 
sana juga ada pembahasan siapa saja yang haram untuk 
menerima harta zakat. 

Zakat dan Pajak adalah tema perlu untuk dibahas pada 
hari ini, serta peran zakat dalam pengentasan kemiskinan. 
Semua perlu dibahas untuk demi meluruskan kekeliruan 
dalam memahami syariat zakat. 

4. Fiqih Puasa 

Secara hukum, syariat puasa yang Allah SWT tetapkan 
tidak hanya terdiri dari wajib hukumnya, tetapi ada juga 
puasa yang hukumnya sunnah, bahkan ada puasa yang 
hukumnya makruh hingga haram. 

Ada berbagai ketentuan puasa yang telah digariskan 
syariah Islam, mulai dari syarat sah, syarat wajib, rukun 
puasa, apa saja yang membatalkan puasa, siapa saja yang 
wajib berpuasa dan siapa saja yang boleh tidak berpuasa, 
termasuk juga siapa yang justru diharamkan berpuasa. 

Ada tiga masalah yang terkait dengan konsekuensi 
karena tidak berpuasa, yaitu masalah puasa qadha' yang 
menggantikan puasa wajib di bulan Ramadhan. Juga masalah 
membayar fidyah kepada orang-orang miskin dan puasa 
dalam rangka membayar kaffarah sebagai denda atas 
berbagai pelanggaran dalam agama. 

Ketika seorang berpuasa di atas pesawat yang membuat 
waktu berbuka menjadi bertambah lama atau malah 
bertambah cepat, tentu masalah seperti ini di masa lalu tidak 
terjadi dan juga tidak terbayangkan sebelumnya. 

Kita juga menemukan realitas perbedaan penetapan awal 


80 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 5: Tema-tema Besar Fiqih 


Ramadhan antara berbagai ormas sehingga menjadi konflik 
rutinitas tahunan. 

5. Fiqih Haji 

Ibadah haji adalah ibadah tertua yang dilakukan oleh 
makhluk Allah di muka bumi. Ibadah ini bukan hanya 
disyariatkan sejak masa Nabi Ibrahim alaihissalam yang 
konon diperkirakan hidup sekitar tahun 1997 - 1822 sebelum 
masehi. Itu berarti sejak hampir 40 abad yang lalu. 

Tetapi di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Allah 
SWT telah membangun Ka'bah sebagai tempat untuk ibadah 
sejak belum diturunkannya Nabi Adam alaihissalam dan 
istrinya ke muka bumi. 


/ o'# ^ ^ ^ 53 ^ } 

aSs-j 



Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk 
manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang 
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS. Ali 
Imran : 96) 

Dalam kitab tafsir Al-jami' li-Ahkamil Quran, AL-Imam 
Al-Qurthubi menukil pendapat Mujahid yang menyebutkan 
bahwa Allah SWT telah menciptakan tempat untuk ka'bah ini 
2000 tahun sebelum menciptakan segala sesuatu di bumi. 9 

Sedangkan Al-Imam Ath-Thabari dalam kitab tafsir Ath- 
Thabari, menukil pendapat Qatadah yang mengatakan 
bahwa Ka'bah adalah rumah pertama yang didirikan Allah, 
kemudian Nabi Adam alaihissalam bertawaf di sekelilingnya, 
hingga seluruh manusia berikutnya melakukan tawaf seperti 
beliau. 10 

B. Bagian Bangunan Islam 


9 Tafsir Al-Qurthubi jilid 3 hal. 58 

10 Tafsir Al-Thabari jilid 6 hal. 21 


81 



Bab 5 : Tema-tema Besar Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bagian yang kedua dari Islam adalah bagian bangunan 
itu sendiri, yang berdiri tegak di atas pondasi-pondasinya. 
Inilah yang merupakan batang tubuh dan esensi agama 
Islam, yaitu segala ketentuan Allah SWT di dalam seluruh 
aspek kehidupan mencakup tema Fiqih Muamalat, Fiqih 
Pernikahan, Fiqih Makanan (kuliner), Fiqih Pakaian, Fiqih 
Rumah, Fiqih Sembelihan, Fiqih Masjid, Fiqih Kedokteran, 
Fiqih Seni dan Hiburan, serta termasuk juga tentang 
bagaimana cara pembagian harta warisan, atau Fiqih 
Mawaris. 

1. Fiqih Muamalat 

Fiqih muamalat mencakup harta kekayaan dan akad- 
akad pertukaran antara sesama pemilik harta. Ada banyak 
bentuk-bentuk transaksi muamalat. 

Yang paling utama adalah semua hal yang terkait 
dengan proses jual-beli dan semua bentuknya, seperti 
ketentuan tentang jual-beli, riba, kredit, gadai, akad salam, 
akad istishna', akad penyewaan, bai' bits-tsaman ajil, 
hawalah, uang muka, future komoditi, multi level marketing, 
dan termasuk juga hukum tentang bursa saham. 

Selain itu fiqih muamalat juga mencakup hal-hal yang 
terkait dengan kerjasama dalam usaha, seperti syarikah, 
mudharabah, muzara'ah, mukhabarah, musaqat. Termasuk 
juga mengatur segala hal yang terkait dengan harta milik 
bersama yang disebut syuf'ah, dan juga tentang ketentuan 
tentang mewakilkan kepada pihak lain yang disebut dengan 
akad wakalah. 

Fiqih muamalat juga berbicara tentang pemberian hak 
kepada pihak lain tanpa pengganti atau pembayaran, seperti 
pinjaman, titipan, kafalah, waqaf, hingga bagaimana 
ketentuan bila seserang menemukan barang milik orang lain 
yang tercecer, yaitu luqathah, atau bila seorang anak yang 
hilang dari orang tuanya lantas ditemukan (laqith). 


82 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 5: Tema-tema Besar Fiqih 


Dan terakhir, fiqih muamalat terkait dengan praktek- 
praktek permainan keuangan yang bermasalah, seperti judi, 
kuis & undian berhadiah, merampas, suap atau sogok, 
reksadana, asuransi, dan juga tentang hak cipta. 

2. Fiqih Nikah 

Di dalam ilmu fiqih klasik, wilayah ini sering disebut 
juga dengan masalah al-ahwal asy-syakhshiyah. Namun 
disini kita membatasinya dengan istilah fiqih nikah yang 
terdiri dari masalah pernikahan dengan segala ketentuannya, 
seperti hukum, syarat, rukun, khitbah, wanita yang haram 
dinikahi, kewajiban dan hak yang terdapat baik pada suami 
atau pun pada istri. 

Selain itu juga terkait dengan berbagai macam bentuk 
pernikahan yang bermasalah, seperti nikah mut'ah, nikah 
dengan niat talak, nikah siri, nikah muhallil, nikah jahiliyah, 
menikahi mantan pezina, hukum berpoligami serta masalah 
pembatasan kelahiran. 

Dan tentu dalam fiqih nikah harus dibahas hal-hal yang 
terkait dengan terurainya ikatan pernikahan, seperti talak 
dengan segala ketentuan dan jenisnya yaitu khulu', ilaa', 
li'an, dan dzhihar. Serta hal-hal yang terkait dengan talak 
seperti iddah dan rujuk. 

3. Fiqih Kuliner 

Fiqih Kuliner adalah kajian tentang apa yang halal dan 
haram dimakan bagi seorang muslim. Masalah makanan ini 
penting lantaran terkait dengan ancaman Allah SWT tentang 
orang yang tumbuh dagingnya dengan makanan haram, 
doanya tidak diterima dan tubuhnya hanya akan menjadi 
santapan api neraka. 

Berdasarkan sumbernya, apa yang masuk ke dalam 
mulut kita terbagi menjadi dua macam, yaitu makanan yang 
terbuat dari hewan dan yang bukan. Sedangkan berdasarkan 


83 



Bab 5 : Tema-tema Besar Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


illatnya, ada makanan yang haram secara dzatnya, dan ada 
yang haram karena cara mendapatkannya. 

4. Fiqih Pakaian & Rumah 

Fiqih pakaian mencakup tentang segala ketentuan Allah 
SWT dalam hal berpakaian, mulai dari hukum, ketentuan 
serta syarat-syarat berpakaian. Dan jenis-jenis pakaian apa 
saja yang termasuk dilarang dalam agama. 

Selain itu fiqih pakaian juga juga mencakup tentang 
hukum-hukum yang terkait dengan perhiasan yang 
dikenakan dengan segala macam jenis dan coraknya, seperti 
hukum yang terkait dengan rambut, misalnya tentang 
masalah mewarnai, mengecat, memotong, mengeriting, 
merebonding, dan seterusnya. Urusan hiasan juga terkait 
dengan hukum membuat tato, tahi lalat palsu, kerok wajah, 
memangkur gigi, tindik dan lainnya. 

Sedangkan masalah yang terkait dengan fiqih rumah 
adalah segala hal yang terkait dengan hukum-hukum dalam 
penataan rumah dan perabotannya sesuai dengan hukum 
fiqih. Di antaranya masalah konsep rumah islami dan pernik- 
perniknya, seperti hukum kredit pembelian rumah yang 
terkadang mudah terjebak riba. 

Kemudian juga terkait dengan masalah hiasan interior 
dan eksterior rumah, dimana ada berbagai ketentuan fiqih 
yang boleh dan tidak boleh, seperti adab masuk dan keluar 
rumah hingga masalah hiasan patung dan gambar makhluk 
bernyawa. Ada juga masalah hukum memelihara anjing di 
dalam dan di luar rumah. 

5. Fiqih Sembelihan 

6. Fiqih Masjid 

7. Fiqih Kedokteran 

8. Fiqih Seni 


84 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 5: Tema-tema Besar Fiqih 


9. Fiqih Mawaris 

C. Bagian Atap atau Pelindung 

Ibarat bangunan, kalau baru ada pondasi dan bangunan 
tanpa adanya atap, maka bangunan itu menjadi kurang 
sempurna. Sebab terik matahari dan hujan serta udara yang 
panas atau dingin pasti dengan mudah dapat menerobos 
masuk. 

Untuk itu bangunan yang sempurna adalah bangunan 
yang mempunyai atap sebagai pelindung. Dan yang menjadi 
pelindung bangunan Islam adalah jinayat, jihad dan negara. 
Sehingga ilmu fiqih yang terkait dengan ketika masalah itu 
kita sebut dengan mudah sebagai fiqih jinayat, fiqih jihad dan 
fiqih negara. 

1. Fiqih Jinayat 

2. Fiqih Jihad 

3. Fiqih Negara 


85 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


Bab 6: Al-Quran 


IKHTISHAR 


A. Sumber-sumber llmu Fiqih 

1. Sumber Utoma 

2. Sumber-sumber Tambahan 

B. Definisi Al-Quran 

1. Bahaso 

2. Istilah 

C. Mengapa Al-Quran Berbahasa Arab? 

1. Bahaso Abadi 

2. Kaya Kosa Kata 

D. Keaslian Al-Quran 

1. Ditulis Sejak Turun 

2. Dijilid Dalam Satu Bundel 

3. Distandarisasi Penulisannya 

4. Dihafal Berjuta Manusia 

E. Ayat-ayat Hukum 

1. Pengertian Ayat Hukum 

2. Jumlah Ayat Hukum 

F. Kitab Tafsir Ayat-ayat Hukum 

1. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh Al-lmam Al-Qurtubi 

2. Fathul Qadir oleh Al-lmam Asy-Syaukani. 

3. Tafsir Ahkam Al-Quran Al-Kariem 

4. Tafsir Al-Jashshash 

5. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh Ali Ash-Shabuni 

6. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh As-Sayis 


A. Sumber-sumber llmu Fiqih 


87 




Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Fiqih bukan murni hasil produk manusia, tetapi fiqih 
adalah merupakan produk yang dihasilkan dari sumber- 
sumber agama Islam yang benar. 

Sumber-sumber fiqih Islam itu bisa kita bagi menjadi dua 
macam, sumber-sumber yang utama (primer) serta sumber 
yang merupakan turunan (sekunder). 

1. Sumber Utama 

Sumber utama fiqih Islam ada empat hal yang sudah 
menjadi hal yang baku dan aksiomatis di kalangan para ahli 
fiqih. Tidak ada satu pun yang menolak keberadaan serta 
implementasi dari keempat sumber utama fiqih ini. Artinya, 
keempat sumber itu sudah menjadi sesuatu yang bulat 
disepakati sebagai sumber fiqih tanpa ada pengecualian. 

Keempat sumber itu adalah Al-Quran Al-Kariem, As- 
Sunnah An-Nabawiyah, Al-Ijma' dan Al-Qiyas. 

Mulai dari bab ini dan bab-bab selanjutnya, kita akan 
membahas tentang sumber-sumber fiqih satu per satu, mulai 
dari Al-Quran sebagai sumber utama, kemudian kita akan 
membahas As-Sunnah sebagai sumber kedua, lalu kita juga 
akan membahas Ijma' dan Qiyas sebagai sumber fiqih 
berikutnya. 

2. Sumber-sumber Tambahan 

Sebenarnya sumber-sumber fiqih tidak hanya terbatas 
pada 4 hal itu saja, tetapi masih ada banyak lagi sumber- 
sumber hukum fiqih, yang memang banyaka digunakan oleh 
para ulama, meski pun detailnya bisa saja terjadi beberapa 
perbedaan. Di antara sumber-sumber fiqih Islam yang 
sifatnya tambahan antara lain adalah Al-Masalih Al-Mursalah, 
Al-Istidlal, Al-Istishab, Saddu Adz-Dzari'ah, Al-Istihsan, Al-'Urf 
Syar'u Man Qablana serta Amalu Ahlil Madinah. 

Pada bab ini kita khusus akan membahas tentang Al- 
Quran Al-Kariem sebagai sumber utama fiqih Islam yang 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


berada pada nomor urut satu. 

B. Definisi Al-Quran 


1. Bahasa 

Secara bahasa, Al-Quran adalah bentuk mashdar dari 
kata dasar dalam fi'il madhi : qara’a (' J). Maknanya 
menggabungkan atau mengumpulkan. Kata itu di dalam Al- 
Quran sendiri bisa kita dapati pada ayat: 



Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkan- 
nya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. 
Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah 
bacaannya itu. (QS. Al-Qiyamah : 17-18) 

2. Istilah 

Para ulama mendefinisikan Al-Quran dengan sangat 
detail. Definisi yang detail itu berguna untuk 
membedakannya dengan kitab suci lain, atau dengan 
berbagai macam wahyu Allah, atau dengan hadits nabawi 
dan hadits qudsi. Definisi itu adalah : 


Jt ^ * 


jj\jZ Sb Jjjull $|j| Jjlll All 

s' , ^ iV/ X* ^ ^ ^ \ i & S s' ^ / 

4jAoCjJj 4_> 


Perkataan Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad 
SAW, yang sampai kepada kita dengan periwayatan yang 
mutawatir, dengan berbahasa Arab, dimana dengan ayat itu 
Allah menantang orang Arab untuk membuat tandingannya, 
dan membacanya merupakan ibadah. 

Dari definisi di atas, maka kita bisa membedakan Al- 
Quran dari berbagai kitab suci yang lain. 


89 



Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


a. Perkataan Allah 

Al-Quran pada hakikatnya adalah perkataan Allah. 
Namun perkataan Allah kepada manusia tentu bukan hanya 
Al-Quran, tetapi ada banyak jenisnya. Karena itu tidak cukup 
untuk mendefinisikan Al-Quran hanya dengan perkataan 
Allah. Tetapi harus ada pembatasan lainnya agar menjadi 
tepat. 

Secara umum kalau manusia itu seorang nabi atau rasul, 
perkataan itu dinamakan wahyu. Tetapi kalau manusia itu 
bukan nabi melainkan orang biasa, sering disebut ilham. 

Contohnya Allah SWT pernah berkata kepada para 
pengikut Nabi Isa alaihissam, tentunya mereka bukan nabi. 
Maka hal itu disebut ilham. 


\Z»\ Ijili ^ O' 

> | 0 > , O ^0. 

j UU 


9- Qs 0 f 


Dan ketika Aku ilhamkan kepada haivariyin (pengikut Isa 
yang setia),"Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul- 
Ku". Mereka menjawab,”Kami telah beriman dan saksikanlah 
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh 
(QS. Al-Maidah : in) 

Allah SWT juga pernah berbicara kepada ibunda Nabi 
Musa alaihissalam, yang tentunya juga bukan seorang nabi. 


LS* 


4_i jj&li 


OjilSl J 


jl 






A 





Ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang 
diilhamkan agar meletakkan bayi itu di dalam peti dan 
melemparkannya ke sungai. (QS. Thaha : 38 - 39 ) 


90 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


Namun dari dua ayat di atas kita tahu bahwa tidak 
semua orang yang diajak bicara oleh Allah berarti dia 
menjadi nabi atau rasul. 

b. Diturunkan Kepada Nabi Muhammad SAW 

Al-Quran adalah perkataan Allah kepada seorang Nabi. 
Dalam hal ini yang dimaksud dengan nabi hanyalah Nabi 
Muhammad SAW saja. 

Sedangkan perkataan Allah kepada nabi-nabi yang lain, 
bisa saja merupakan perkataan Allah dan menjadi kitab suci, 
seperti Taurat, Injil, Zabur, Shuhuf Ibrahim dan Shuhuf 
Musa. Tetapi tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad 
Saw, maka kitab-kitab itu bukan Al-Quran. 

c. Diriwayatkan Dengan Tawatur 

Poin ketiga dari definisi Al-Quran adalah bahwa seluruh 
Al-Quran itu diriwayatkan dengan sanad yang mutawatir. 

Yang dimaksud dengan mutawatir adalah bahwa jumlah 
perawi itu sangat banyak dan tersebar luas dimana-mana, 
sehingga mustahil mereka kompak untuk berdusta. 

Al-Imam As-Suyuthi menyebutkan minimal riwayat 
yang mutawatir itu adalah 10 perawi dalam setiap thabaqat 
(level). 

Poin ini berfungsi membedakan Al-Quran dengan hadits, 
baik hadits itu merupakan hadits nabawi maupun hadits 
qudsi. Sebab hadits itu kadang ada yang diriwayatkan secara 
mutawatir, tetapi kebanyakannya ahad. 

Yang dimaksud dengan riwayat ahad bukan berarti 
hanya ada satu perawi, melainkan jumlahnya bisa banyak 
tetapi belum mencapai deraj at mutawatir. 

d. Berbahasa Arab 

Al-Quran ketika diwahyukan kepada Nabi Muhammad 
SAW, turun dalam bahasa Arab yang benar, sebagaimana 


91 



Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


bahasa yang digunakan oleh Rasulullah SAW. 


j JiX d> ifr ‘J ldf\ 


III 


Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Quran 
dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.(QS. Yusuf 
: 2 ) 


Lj j£- abJjil ijJJJS'j 


Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quraan itu 
sebagai peraturan dalam bahasa Arab . (QS. Ar-Ra’d : 37 ) 


* * ® "" . | | • 


Sedang Al-Quran adalah dalam bahasa Arab yang terangfQS. 
An-Nahl: 103 ) 


S S- S ^ i* 1 / 9 O / j: ^ ^ O / / / 

ijjJLj *_gJlxJ iljFjJl yf u®UI Js dlUjJl 

0 s 3 s 

p ^. ° * t . 0 3 a * 

'-2 jt-gj OW>o Jl 


Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Quran dalam bahasa 
Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di 
dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa 
atau Al-Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.(QS. 
Thaha : 113 ) 

Yang disebut Al-Quran hanyalah apa yang Allah 
turunkan persis sebagaimana turunnya. Adapun bila ayat- 
ayat Al-Quran itu dijelaskan atau diterjemahkan ke dalam 
bahasa lain, maka penjelasan atau terjemahannya itu tidak 
termasuk Al-Quran. Maka kalau ada buku yang berisi hanya 
terjemahan Al-Quran, buku itu bukan Al-Quran. 


92 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


Dengan kerangka logika seperti itu, maka injil yang ada 
di tangan umat Kristiani, seandainya memang benar diklaim 
asli sebagaimana yang diterima Nabi Isa alaihissalam dari 
Allah, bagi umat Islam tetap saja bukan Injil. Mengapa? 

Karena Injil itu tidak berbahasa asli sebagaimana waktu 
diturunkan kepada Nabi Isa alaihissalam. Para sejarawan 
menyebutkan bahwa Nabi Isa berbahasa Suryaniyah, dan 
hari ini tidak ada lagi Injil yang berbahasa Suryaniyah. 

e. Menantang Orang Arab 

Hadits Qudsi pada dasarnya juga perkataan Allah juga, 
namun untuk membedakan Al-Quran dengan hadis Qudsi 
secara mudah, maka kita sebut bahwa Al-Quran adalah 
mukjizat. 

Letak kemukjizatan Al-Quran terletak pada 
keindahannya dari segi sastra Arab. Hadits Qudsi yang 
walau pun merupakan perkataan Allah, tidak punya 
keistimewaan seperti Al-Quran. 

Al-Quran dijadikan sebagai tantangan kepada orang 
Arab untuk menciptakan yang setara dengannya. Dan 
tantangan itu tidak pernah bisa terjawab. Karena tak satupun 
orang Arab yang mengklaim ahli di bidang sastra yang 
mampu menerima tandangan itu. 


aIa* ojj^o \ jJli \jjls- ^JlP ujjj ^ j j 

s 0 to* ° * S o a * ' s s * So s 

oj 4J1JI I j 


Danjika kamu dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami 
wahyukan kepada hamba Kami, buatlah satu surat yang 
semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain 
Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah : 

23 ) 


93 



Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


>0 > >0 0 } ^ 
rj/> Ij£olj CjL) jZJl* jj_wo Ijjli Ji ol^131 ijjJjJL) A 

. > 0 * . . ^ 

^ ^ . X O >0 # . | » >0 0 *0 . SO 

<jy3.iL/3 *juS u| 4 U 1 ■> 


* * i 
-' 0 f 


Bahkan mereka mengatakan: ''Muhammad telah membuat- 
buat Al-Quran itu". Katakanlah,”Datangkan sepuluh surat- 
surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah 
orang-orang yang kamu sanggup selain Allah, jika kamu 
memang orang-orang yang benar". (QS. Hud : 13 ) 

f. Membacanya Merupakan Ibadah Yang Berpahala 

Identitas yang tidak kalah penting dari Al-Quran adalah 
ketika dibaca menjadi ibadah tersendiri, di luar dari mengerti 
atau tidak. 

Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa tiap huruf 
dari Al-Quran merupakan pahala tersendiri ketika dibaca. 
Bahkan ada kelipatan 10 kali lipat dari masing-masing huruf. 
Sampai beliau SAW menegaskan bahwa bacaan alif lam mim 
itu bukan satu huruf tetapi tiga huruf yang berdiri sendiri- 
sendiri. 

Sedangkan hadits tidak mendatangkan pahala kalau 
hanya sekedar dibaca, kecuali bila dipelajari dan dijalankan 
pesannya. 

C. Mengapa Al-Quran Berbahasa Arab? 

Bahasa Al-Quran adalah bahasa Arab, bukan bahasa 
universal seperti yang diasumsikan oleh segelintir orang. 
Bahasa Arab dipilih Allah SWT karena punya banyak 
kelebihan dibandingkan dengan bahasa yang lain : 

1. Bahasa Abadi 

Para ahli sejarah bahasa sepakat bahwa sebuah bahasa 
itu tumbuh , berkambang dan punah bersama dengan 
eksistensi sebuah peradaban. Sehingga bahasa-bahasa di 


94 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


dunia ini banyak yang dahulu pernah dipakai banyak orang, 
tetapi pada generasi berikutnya, sudah tidak ada lagi orang 
memakai bahasa itu, karena peradabannya telah berganti. 

Namun para ahli sepakat bahwa bahasa Arab 
merupakan pengecualian. Tidak tidak hilang dari muka bumi 
meski telah berusia cukup tua. Ada sebagian kalangan yang 
menyebutkan bahwa bahasa Arab telah digunakan di zaman 
Nabi Ibrahim alaihissalam. 

Bahkan ada yang mengatakan bahwa Nabi Adam 
alaihissalam pun berbahasa Arab sewaktu diturunkan ke 
muka bumi. Dasarnya, karena dalam salah satu hadits 
disebutkan bahwa bahasa Arab adalah bahasa penghuni 
surga. Dan Adam itu penghuni surga sejak pertama kali 
diciptakan. Maka amat wajar dan masuk akal kalau ketika 
Adam diturunkan ke bumi, beliau masih menggunakan 
bahasa yang sebelumnya dipakai di dalam surga. 

Lalu apa hubungannya bahasa Arab yang sudah berusia 
tua itu dengan pilihan bahasa Al-Quran? 

Penjelasannya begini, kalau seandainya Al-Quran 
diturunkan oleh Allah dengan bahasa Inggris, maka 
kemungkinan besar dua ratus tahun kemudian orang tidak 
ada lagi yang bisa memahaminya. Karena bahasa Inggris itu 
mengalami perubahan mendasar, seiring dengan perjalanan 
waktu. 

Jangankan bahasa Inggris, bahasa Sansekerta yang 
dahulu menjadi bahasa nenek moyang kita, hari ini sudah 
punah. Tidak ada yang bisa memahaminya dengan 
sempurna, kecuali hanya ahli bahasa. Itu pun dengan asumsi- 
asumsi yang belum tentu benar. 

Seandainya Patih Gajah Mada hidup kembali di abad 21 
ini, maka tak seorang pun yang mampu berbicara 
dengannya, lantaran kendala bahasa. 

Kendala bahasa inilah yang tidak terjadi pada Al-Quran. 


95 



Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Meski sudah turun sejak 14 abad yang lalu, bahasa Arab 
masih dipakai oleh ratusan juta umat manusia di muka bumi. 
Sehingga bangsa-bangsa yang berbahasa Arab, pada 
hakikatnya sama sekali tidak menemukan kesulitan untuk 
mengerti Al-Quran. 

2. Kaya Kosa Kata 

Salah satu kekuatan bahasa Arab adalah kekayaan kosa 
kata yang dimiliki. Meski bangsa Arab banyak yang tinggal 
di gurun pasir, namun bukan berarti mereka tertinggal dalam 
masalah seni dan budaya. Sebaliknya, justru orang-orang 
Arab yang tinggal di gurun itu punya kemampuan yang 
amat sempurna dalam mengungkapkan perasaannya lewat 
kata-kata. 

Boleh dibilang mereka umumnya adalah pujangga yang 
pandai merangkai kata. Dan rahasia keindahan sastra Arab 
terletak pada jumlah kosa katanya yang nyaris tak ada 
batasnya. 

Seorang ahli bahasa Arab pernah menjelaskan kepada 
Penulis, bahwa orang Arab punya 800 kosa kata yang 
berbeda untuk menyebut unta. Dan punya 200 kosa kata 
yang berbeda untuk menyebut anjing. 

Dengan perbendaharaan kata yang luas ini, Al-Quran 
mampu menjelaskan dan menggambarkan segala sesuatu 
dengan lincah, indah, dan kuat, tetapi maknanya tetap 
mendalam. 

Bahasa yang lain bisa dengan mudah diterjemahkan ke 
dalam bahasa Arab. Dan begitu diterjemahkan, ternyata 
maknanya semakin kuat. Contohnya adalah semua kisah 
para nabi dan umat terdahulu diceritakan kembali oleh Allah 
SWT di dalam Al-Quran dalam ungkapan bahasa Arab. 

Sebaliknya, seorang penerjemah profesional dengan jam 
terbang yang tinggi masih saja sering kebingungan untuk 
menterjemahkan berbagai ungkapan dalam bahasa Arab ke 


96 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


bahasa lain, dengan cara yang mudah dan rinci, tanpa hams 
kehilangan kekuatan maknanya. 

Oleh karena itu, sesungguhnya kita tidak pernah bisa 
menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa lain, dengan 
tetap masih mendapatkan kekuatan maknanya. Selalu saja 
terasa ada kejanggalan dan kekurangan yang menganga 
ketika ayat-ayat Al-Quran diterjemahkan ke dalam bahasa 
lain. 

D. Keaslian Al-Quran 

Kebenaran Al-Quran adalah sesuatu yang pasti. Karena 
Al-Quran merupakan perkataan Allah SWT yang Maha 
Benar. Dan Allah SWT menjamin keaslian Al-Quran : 

j Jai&J & ili;j yss i yj ill 

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al -Quran, dan 
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya .(QS. Al- 
Hijr: 9 ) 

Tidak ada seorang pun yang bisa memalsukan ayat-ayat 
Al-Quran, karena jaminan dari Allah SWT yang memang bisa 
kita lihat buktinya secara langsung. Dan secara teknis, 
kemustahilan pemalsuan Al-Quran itu masuk akal, 
mengingat beberapa hal: 

1. Ditulis Sejak Turun 

Tidak seperti kitab lainnya, Al-Quran itu langsung 
ditulis seketika begitu turun dari langit. Rasulullah sendiri 
punya para penulis wahyu yang spesial bertugas untuk 
menuliskannya setiap saat. Tidaklah Rasulullah SAW 
meninggal dunia kecuali seluruh ayat Al-Quran telah tertulis 
di atas berbagai bahan, seperti pelepah kurma, kulit, dan 
lainnya. 


97 



Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Kalau kita bandingkan dengan kitab-kitab yang 
disucikan agama lain seperti Injil, Taurat, Zabur dan kitab 
suci lainnya, memang amat jauh perbedaannya. Kitab-kitab 
itu tidak pernah ditulis saat turunnya, meski kebudayaan 
yang berkembang di masa itu cukup maju dalam bidang tubs 
menulis. 

Kalau pun saat ini ada musium yang menyimpan naskah 
Injil, naskah itu bukan naskah ash yang ditulis saat Nabi Isa 
alahissalam masih hidup. Tetapi merupakan naskah yang 
ditulis oleh orang lain, dan ditulis berabad-abad sepeninggal 
Nabi Isa alaihissalam. 

Jangankah umat Islam, umat Kristiani pun masih 
berselisih paham tentang keaslian kitab mereka sendiri. 

2. Dijilid Dalam Satu Bundel 

Di masa khilafah Abu Bakar ash-shiddqi 
radhiyallahuan.hu berbagai tulisan ayat Al-Quran yang masih 
terpisah-pisah itu kemudian disatukan dan dijilid dalam satu 
bundel. 

Saat itu dikhawatirkan ada 70 penghafal Al-Quran telah 
gugur sebagai syuhada, sehingga Umar bin Al-Khattab 
radhiyallahuanhu mengusulkan agar proyek penulisan ulang 
Al-Quran segera dijalankan. Hasilnya berupa satu mushaf 
standar yang sudah baku. 

3. Distandarisasi Penulisannya 

Di masa khalifah Utsman bin Al-Affan radhiyallahuanhu, 
dilakukan standarisasi penulisan Al-Quran, karena telah 
terdapat perbedaan teknis penulisan yang dikhawatirkan 
akan menjadi bencana di masa yang akan datang. 

Sekedar untuk diketahui, bangsa Arab sebelumnya tidak 
terlalu menonjol dengan urusan tulis menulis, karena mereka 
tidak merasa membutuhkannya. Mengingat mereka mampu 
menghafal ribuan bait syair dengan sekali dengar, sehingga 


98 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


tidak merasa perlu untuk mencatat atau menuliskan sesuatu 
kalau tidak penting-penting amat. 

Kalau pun ada tulis menulis, belum ada standarisasi 
teknis penulisan. Oleh karena itulah maka dibutuhkan 
sebuah standarisasi penulisan di masa khalifah Utsman. 

Dan dengan adanya penulisan yang standar itu, maka 
semua mushaf yang pernah ditulis dikumpulkan dan 
dimusnahkan dengan cara dibakar. Sehingga yang ada hanya 
yang sudah benar-benar mendapatkan pentashihan dalam 
teknis penulisannya. Dan dikenal dengan istilah rasam 
Utsmani. 

4. Dihafal Berjuta Manusia 

Selain ditulis, Al-Quran sampai kepada kita lewat 
hafalan yang merupakan keunggulan bahasa Arab. 

Sejak diturunkan di masa Rasulullah SAW, sebenarnya 
Al-Quran itu lebih dominan dihafal ketimbang ditulis. Bukan 
hanya dihafal saja, tetapi Al-Quran dibaca tiap hari lima kali 
dalam shalat fardhu. 

Kenapa lebih dominan dihafal? 

Karena Al-Quran itu turun dalam format suara dan 
bukan dalam format teks. Dan kelebihan bahasa Arab itu 
mudah dihafal dibandingkan menghafal kalimat dalam 
bahasa lainnya. 

Saat ini di permukaan bumi ini ada bermilyar manusia 
yang menghafal ayat-ayat Al-Quran sebagiannya, dan ada 
ribuan umat Islam yang menghafal seluruh ayatnya yang 
lebih dari 6 ribuan. Mereka membacanya berulang-ulang 
setiap hari, setidaknya lima kali sehari. 

Sekali saja ada orang yang salah membaca Al-Quran, 
akan ada ribuan orang yang mengingatkan kesalahan itu. 
Semua itu menjelaskan firman Allah SWT bahwa Al-Quran 
itu memang dijaga keasliannya oleh Allah SWT. Tidak 


99 



Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


mungkin Al-Quran ini punah atau dipalsukan. 

Al-Quran dari segi periwayatannya sangat pasti 
benarnya, sehingga para ulama menyebut hal ini dengan 
ungkapan : qat'iyu ats-tsubut 

Selain Al-Quran, di dunia ini tidak ada satu pun kitab 
suci yang bisa dihafal oleh pemeluknya. Selain karena kitab- 
kitab suci mereka agak rancu sebagaimana kerancuan 
perbedaan doktrin dan perpecahan sekte dalam agama itu, 
juga karena kitab-kitab itu terlalu beragam versinya. Bahkan 
seringkali mengalami koreksi fatal dalam tiap penerbitannya. 

Oleh karena itu kita belum pernah mendengar ada Paus 
di Vatican sebagai pemimpin tertinggi umat Kristiani 
sedunia, yang pernah menghafal seluruh isi Injil atau Bible di 
luar kepala. 

Para pendeta Yahudi tertinggi tidak ada satu pun yang 
mengklaim telah berhasil menghafal seluruh isi Talmud atau 
Taurat secara keseluruhan dari ayat pertama hingga ayat 
yang penghabisan. 

Dan tidak ada satu pun dari para Biksu Budha di seluruh 
dunia yang dikabarkan pernah menghafal Tripitaka. Dan tak 
satu pun petinggi dari agama Hindu yang pernah dinyatakan 
menghafal Veda. 

E. Ayat-ayat Hukum 

Al-Quran adalah sumber utama dalam masalah hukum 
atau fiqih. Namun dalam kenyataannya kalau kita 
perhatikan, tidak semua ayat Al-Quran selalu mengandung 
hukum-hukum fiqih. Banyak dari ayat itu yang terkait juga 
dengan masalah keimanan dan aqidah, akhlaq, nasehat 
tentang sikap dan perilaku yang baik, isyarat tentang ilmu 
pengetahuan dan sains, kisah-kisah tentang kehidupan umat 
di masa lalu, dan lainnya. 

1. Pengertian Ayat Hukum 


100 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan 
ayat hukum adalah: 

jl Ui L^Jlp Jjuj ^lSUS/I ^1 

Ayat-ayat yang menjelaskan hukum-hukum fiqhiyah dan 
menjadi dalil atas hukum-hukumnya baik secara nash atau 
secara istimbath . 11 

Dengan definisi ini, maka ayat-ayat Al-Quran yang tidak 
menjelaskan tentang hukum-hukum fiqih dianggap bukan 
ayat ahkam. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang aqidah, 
akhlaq, kisah-kisah dan lainnya, tidak dimasukkan ke dalam 
ayat hukum. 

2. Jumlah Ayat Hukum 

Para ulama berbeda pendapat tentan apakah ayat-ayat 
hukum itu terbatas atau tidak terbatas. 

a. Terbatas Beberapa Ayat 

Pendapat pertama mengatakan bahwa jumlah ayat 
hukum itu terbatas pada beberapa ayat saja. 

Mereka mendasarkan pendapatnya berangkat dari 
definisi di atas, dimana kenyataannya bahwa ayat-ayat Al- 
Quran yang terkait dengan hukum-hukum fiqih memang 
terbatas pada ayat-ayat tertentu saja. Dan tidak semua ayat 
Al-Quran yang enam ribuan-an ayat itu otomatis menjadi 
ayat hukum. 

Mereka yang mendukung pendapat ini antara lain 
adalah Al-Imam Al-Ghazali termasuk salah satu dari mereka 
yang menegaskan hal ini dalam kitab beliau, Al-Mustashfa. 
Juga Al-Imam Ar-Razi dalam kitab beliau Al-Mahshul. Dan 


11 Dr. Ali bin Sulaiman Al-Ubaid, Tafasir Ayat Al-Ahkam wa Manahijuha, jilid 1 halaman 
125 


101 




Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


juga Al-Mawardi dalam kitab Adabul Qadhi. 12 

Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah ayat hukum 
itu hanya sekitar 150 ayat saja. 

Sebagian lainnya mengatakan bahwa jumlahnya kurang 
lebih 200-an ayat saja. 

Sebagian lain mengatakan bahwa jumlahnya sekitar 500- 
an ayat. Al-Imam As-Suyuti mengatakan di dalam kitab Al- 
Itqan bahwa jumlahnya ayat-ayat Al-Quran yang 
mengandung hukum mencapai 500-an ayat. Hal yang sama 
juga disebutkan oleh Ibnu Qayyim di dalam kitab Madarijus- 
salikin, bahwa jumlah ayat-ayat hukum mencapai 500-an 
ayat. 

b. Tidak Terbatas 

Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa ayat- 
ayat hukum itu tidak terbatas hanya pada ayat terentu saja. 

Najmuddin At-Thufi mengatakan bahwa benar bahwa 
ayat-ayat hukum itu tidak terbatas hanya pada angka-angka 
itu saja. Dalam pandangan beliau dan ulama yang 
sependapat, bahwa seluruh atau sebagian besar ayat-ayat Al- 
Quran mengandung hukum yang menjadi sumber utama 
fiqih Islam. Meski hanya terselip secara implisit dimana 
kebanyakan orang kurang menyadarinya. 

Al-Qarafi mengatakan bahwa tidak ada satu pun ayat 
kecuali terkandung di dalamnya suatu hukum. 13 

F. Kitab Tafsir Ayat-ayat Hukum 

Untuk bisa mendapatkan penjelasan fiqih dari ayat-ayat 
Al-Quran, kita membutuhkan kitab tafsir yang 
mengkhususkan pada pembahasan hukum. 


12 Al-imam Al-Ghazali, Al-Mustashfa jilid 4 halaman 6. Al-lmam Ar-Razi, Al-Mahshul jilid 2 
halaman 33. Al-Mawardi, Adabul Qadhi, jilid 1 halaman 282. 

13 Syarah At-Tanqih hal. 476 


102 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 6: Al-Quran 


Lepas dari perbedaan apakah ayat-ayat hukum itu 
terbatas jumlahnya atau tersebar di sebagian besar ayat Al- 
Quran, para ulama banyak yang berkarya membuat kitab- 
kitab tafsir yang berkonsetrasi pada hukum-hukum fiqhiyah 
di dalam Al-Quran, baik dengan jumlah ayat yang terbatas, 
atau pun tafsir lengkap 30 juz. Namun semuanya menitik- 
beratkan pada kajian hukum. 

1. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh Al-Imam Al-Qurtubi 

Al-Imam Al-Qurtubi telah menyusun satu kitab tafsir 
yang amat kuat membahas dari segi hukum. Kitab itu 
berjudul Al-Jami' li Ahkamil Quran (o'A 1 ' 4^ 

Kitab ini membahas tafsir dari tiap ayat Al-Quran sesuai 
dengan urutannya, mulai dari surat Al-Fatihah hingga surat 
terakhir, An-Nas, total menjadi 30 juz 114 surat. 

2. Fathul Qadir oleh Al-Imam Asy-Syaukani. 

Al-Imam Asy-Syaukani juga menyusun kitab tafsir yang 
lebih menekankan aspek hukum fiqih. Kitab beliau berjudul 
Fathul Qadir (jA 11 ^). 

3. Tafsir Ahkam Al-Quran Al-Kariem 

Ibnul Arabi (bukan Ibn Arabi) telah menulis kitab 
dengan judul Tafsir Ahkam Al-Quran Al-Kariem. 

4. Tafsir Al-Jashshash 

5. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh Ali Ash-Shabuni 

Dan ada juga para ulama yang menyusun tafsir 
berdasarkan hanya pada ayat-ayat tertentu yang secara tegas 
menjelaskan hukum fiqih. Tafsir seperti ini sering juga 
disebut tafsir maudhu'i (tematik). 

Salah satunya yang cukup masyhur adalah Tafsir 
Rawa'iul Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam minAl-Quran, karya 
muhammad Ali Ash-Shabuni. Beliau tidak menulis tasfir 30 
juz, tetapi hanya ayat-ayat yang ada kandungan hukumnya 


103 



Bab 6: Al-Quran 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


saja. 

6. Tafsir Ayat Al-Ahkam oleh As-Sayis 

Tafsir ini ditulis oleh Muhammad Ali As-Sayis, 
merupakan kitab tafsir modern yang mengkhususkan diri 
pada ayat-ayat yang dipandang mengandung penjelasan 
detail masalah fiqhiyah. 

Kitab setelah 829 halaman banyak disebut cukup baik 
untuk dijadikan rujukan dalam membahas tafsir ayat 
hukum. □ 


104 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma' 


Bab 7: As-Sunnah 


IKHTISHAR 


A. Pengertian 

1. Bahaso 

2. Istilah 

3. Sunnah Menurut llmu Fiqih 

4. Sunnah Menurut Ahli Kalam 

B. Penggunaan Istilah Sunnah dan Hadits 

1. Pengertian Al-Hadits 

2. Kesamaan & Perbedaan Al-Hadits dan As-Sunnah 

C. Hakikat As-Sunnah Adalah Wahyu Allah 

1. Inkarus-Sunnah 

D. Kritik Hadits 

1. Ketersambungan Sanad 

2. Kualias Perawi 

3. Kemampuan Perawi 

4. Tidak Ada Syadz 

5. Tidak Ada ‘lllat 

E. Pembagian Hadits Berdasarkan Jumlah Perawi 

1. Hadits Mutawatir 

2. Hadits Ahad 


Sumber hukum fiqih yang kedua setelah Al-Quran 
adalah As-Sunnah An-Nabawiyah, atau sering juga disebut 
dengan hadits nabi. As-Sunnah merupakan sumber syariat 
Islam setelah Al-Quran dan berfungsi merinci garis besar Al- 
Quran, menjelaskan yang musykil, membatasi yang muthlak, 
dan memberikan penjelasan hukum. 


105 




Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


As-Sunnah pada dasarnya adalah wahyu dari Allah SWT 
juga, hanya saja ada perbedaan yang nyata. 

A. Pengertian 


1. Bahasa 

Secara bahasa kata sunnah dipaham dengan beragam 
sebagai makna, antara lain : 

• At-thariqah (%>]') : yang bermakna tata cara. 

• Al-'adah : yang bermakna adat atau kebiasaan. 

• As-sirah (DA 11 ) : yang bermakna perilaku. 

Di dalam hadits nabawi disebutkan istilah sunnah 
dengan makna bahasa, misalnya : 


4^ 


I O' fz . s' f 0 f ^ ' 0 ' 

ry> 4J-9 ^ 

. 1* t toss 

* ' o S S 0 0 ^ f o ^ - 0 ' . f 0 0 ' 

Cr* dr*> dr* dr* 


> ^ i* j^ ^ yjjj ^ 








1* 


^ or* 


Siapa menjalani memulai dalam Islam kebiasaan yang baik, 
maka baginya pahala amalnya dan pahala dari orang yang 
mengerjakan dengannya tanpa dikurangi dari pahala mereka. 
Dan siapa memulai kebiasaan yang buruk dalam Islam maka 
dia mendapat dosa dari amalnya dan dosa orang yang 
mengerjakan keburukan karenanya tanpa mengurangi dari 
dosa-dosa mereka. (HR. Muslim) 

2. Istilah 

Istilah sunnah adalah istilah yang banyak digunakan 
oleh berbagai disiplin ilmu dengan makna dan pengertian 
yang sangat jauh berbeda dan tidak saling berhubungan. Dan 


106 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


kesalahan dalam menempatkan makna sesuai dengan 
disiplin ilmu justru seringkali membuat banyak umat Islam 
terjebak dalam perdebatan yang tidak ada habisnya. 

a. Sunnah Menurut Ilmu Ushul Fiqih 

Dalam pembahasan ini, istilah sunnah yang kita pakai 
menurut istilah disiplin ilmu ahli ushul, bukan menurut ahli 
fiqih. 

Menurut disiplin ilmu ushul, sunnah adalah : 


‘J Jii jl b* ® U* A ^ 


Segala yang diriwayat dari Nabi SAW baik berupa perkataan, 
perbuatan atau taqrir (sikap mendiamkan sesuatu yang 
dilihatnya). 

Dengan kata lain, pengertian sunnah menurut disiplin 
ilmu ushul fiqih sama dengan pengertian hadits dalam ilmu 
hadits. 

Rasulullah SAW pernah menggunakan istilah sunnah 
dengan maksud untuk menyebutkan sumber kedua dari 
agama Islam. 


jl L» lJul ^ iji c-dT y 

4J j J AMI l_ 


Sungguh telah aku tinggalkan dua hal yang tidak akan 
membuatmu sesat selama kamu berpegang teguh pada 
keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah rasulnya. (HR Malik) 

b. Sunnah Menurut Ilmu Fiqih 

Sedangkan pengertian sunnah menurut para ahli fiqih 
adalah: 


107 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 






Segala tindakan dimana pelakunya mendapat pahala dan 
yang tidak melakukannya tidak berdosa. 

Para ahli fiqih sering menggunakan istilah sunnah 
sebagai nama dari suatu status hukum. Misalnya ada shalat 
fardhu dan ada shalat sunnah. Shalat fardhu itu bila 
dikerjakan akan mendatangkan pahala sedangkan bila tidak 
dikerjakan akan mendatangkan dosa. Sedangkan shalat 
sunnah bila dikerjakan mendapatkan pahala tapi bila tidak 
dikerjakan tidak berdosa. 

Dari perbedaan definisi sunnah di atas, kita harus 
membedakan antara sunnah nabi dengan perbuatan yang 
hukumna sunnah. 

Kita ambil contoh yang mudah. Nabi SAW disebutkan 
dalam banyak hadits punya penampilan yang khas, seperti 
berjenggot, berjubah, bersorban, pakai selendang hijau, 
berambut panjang, berpegangan pada tongkat saat 
berkhutbah, makan dengan tiga jari, mengunyah 33 kali, 
cebok pakai batu, minum susu kambing mentah tanpa 
dimasak yang diminum bersama banyak orang dari satu 
wadah, mencelupkan lalat ke dalam air minum, dan banyak 
lagi. 

Semua itu kalau dilihat dari pengertian sunnah dalam 
ilmu ushul fiqih, memang merupakan perbuatan Nabi SAW. 
Akan tetapi kalau dilihat dari ilmu fiqih, meski sebuah 
perbuatan itu dilakukan oleh Nabi SAW, secara hukum 
belum tentu menjadi sunnah yang berpahala bila dikerjakan. 

Kadang perbuatan nabi SAW secara hukum menjadi 
wajib bagi umat Islam, seperti shalat 5 waktu, puasa 
Ramadhan, Haji ke Baitullah, dan lainnya. Tetapi perbuatan 
Nabi SAW hukumnya hanya menjadi sunnah, seperti shalat 
Tahajjud, shalat Dhuha, puasa Senin Kamis, puasa hari 


108 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


Arafah, puasa 6 hari bulan Syawwal dan lainnya. Bila 
seorang muslim mengerjakannya tentu mendapat pahala, 
tetapi bila tidak dikerjakan, dia tentu tidak akan berdosa, 
karena hukumnya sunnah. 

Kadang perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW 
malah haram hukumnya bagi umat Islam, misalnya ketika 
Nabi SAW berpuasa wishal, yaitu puasa yang bersambung- 
sambung beberapa hari tanpa berbuka. Juga haram 
hukumnya bagi umat Islam untuk beristri lebih dari 4 orang, 
padahal beliau SAW beristrikan 11 wanita. 

Dan dalam beberapa kasus, kadang apa yang dihalalkan 
buat umat Islam justru diharamkan bagi Rasulullah SAW dan 
keluarga beliau, misalnya menerima harta zakat. 

Maka bisa kita simpulkan bahwa sunnah Nabi SAW 
tidak lantas hukumnya sunnah buat umat Islam. 

c. Sunnah Menurut Ahli Kalam 

Para ulama ahli kalam juga sering menggunakan istilah 
sunnah untuk menyebutkan kelompok yang selamat 
aqidahnya, sebagai lawan dari aqidah yang keliru dan sesat. 

Mereka menggunakan istilah ahli sunnah, untuk 
membedakan dengan ahli bid'ah, yang maksudnya adalah 
aliran-aliran ilmu kalam yang dianggap punya landasan 
aqidah yang menyimpang dari apa yang telah digariskan 
oleh Rasulullah SAW dan para shahabat. 

Maka kita mengenal istilah sunny untuk aqidah yang 
lurus dan seusai dengan ajaran Nabi SAW, dan membuat 
istilah syi'ah, muktazilah, qadariyah, jabariyah, khawarij, dan 
lainnya untuk menegaskan bahwa aliran-aliran itu tidak 
sesuai dengan apa yang disunnahkan oleh Nabi SAW. 

B. Penggunaan Istilah Sunnah dan Hadits 

Seringkali kita mencampur-adukkan antara istilah As- 


109 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Sunnah dan istilah Al-Hadits. Memang antara kedua istilah 
itu ada kesamaan, namun tetap saja ada perbedaan. 

1. Pengertian Al-Hadits 

Kata al-hadits (A^') dalam bahasa Arab punya banyak 
makna, salah satunya berarti baru Dan hadits juga 

berarti perkataan, sebagaimana firman Allah SWT : 

o j g o 'y ^jjisi _ gJ 


Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak 
memahamipembicaraan sedikitpun? (QS. An-Nisa’: 78) 

Sedangkan secara istilah, di dalam ilmu hadits, yang 
dimaksud dengan hadits adalah : 


ji jjf jf j> ;> n ^1 j\ a 

* ^ 0 

■A* i 1 A^ 


Segala hal yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa 
perkataan, perbuatan, taqrir, sifat khilqiyah dan khuluqiyah. 

Sifat khilqiyah maksudnya adalah sifat-sifat yang berupa 
wujud pisik, seperti warna kulit, warna rambut, bentuk 
wajah, dan semua ciri-ciri pisik lainnya. Sedangkan sifat 
khuluqiyah maksudnya adalah segala sifat yang berupa 
sikap, tingkah laku, tata cara, gestur, dan hal-hal sejenisnya. 

2. Kesamaan & Perbedaan Al-Hadits dan As-Sunnah 

Kalau dilihat sekilas, nampak seolah-oleh antara istilah 
Al-Hadits dan As-Sunnah tidak ada perbedaan yang berarti. 
Dan seringkali orang menyamakan begitu saja antara 
keduanya, karena sama-sama membicarakan tentang 
perkataan, perbuatan, dan taqrir yang ada pada diri Nabi 
Muhammad SAW, termasuk sifat khilqiyah dan khuluqiyah 


110 




Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


beliau. 

Namun kalau kita teliti lebih dalam, sesungguhnya di 
antara keduanya ada perbedaan, antara lain : 

a. Ruang Lingkup 

Istilah Al-Hadits tidak hanya mencakup apa-apa yang 
disandarkan kepada Nabi SAW saja, tetapi apa yang menjadi 
ucapan dan perbuatan para shahabat pun termasuk di dalam 
hadits. Karena kita mengenal istilah hadits mauquf dan 
hadits maqthu.' 

Hadits maufuq adalah hadits yang periwayatannya tidak 
sampai kepada Nabi SAW, namun berhenti sampai kepada 
level shahabat saja. Sedangkan Hadits mauquf adalah hadits 
yang periwayatannya hanya sampai ke level tabi'in. 14 

Sedangkan ketika kita menyebut istilah As-Sunnah, 
maksudnya selalu sunnah Rasulullah SAW, dan bukan 
sunnah dari para shahabat beliau. 

b. Kekuatan Periwayatan 

Ketika kita menyebut istilah Al-Hadits, maka termasuk 
pula di dalamnya semua jenis hadits, baik yang shahih, 
hasan, atau pun yang dhaif. Bahkan termasuk juga disebut 
hadits walau pun sebenarnya semata-mata hanya hadits 
palsu. Kita mengenal istilah hadits maudhu'. 

Namun kita tidak pernah menyebut istilah sunnah hasan 
atau sunnah dhaif, apalagi sunnah palsu. Sebab istilah As- 
Sunnah sudah memastikan hanya apa-apa yang shahih dari 
Rasulullah SAW, dan tidak termasuk yang lemah atau yang 
palsu. 

C. Hakikat As-Sunnah Adalah Wahyu Allah 

Pada hakikatnya As-Sunnah adalah wahyu dari Allah 


14 . Dr. Mahmud Ath-Thahhan, Taysir Musthalah Hadits, Darul-Fikr, hal. 107-109 


111 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


SWT, dan bukan semata-mata perbuatan dan perkataan Nabi 
SAW. Sebab perbuatan dan perkataan Nabi SAW 
sesungguhnya berlandaskan wahyu dari Allah SWT, dan 
bukan datang dari diri atau nafsu beliau sendiri. 

Hal ini ditegaskan di dalam Al-Quran Al-Kariem yang 
menyebutkan bahwa semua perkataan Nabi SAW adalah 
wahyu dari Allah SWT : 


t 0 ^ ^ fi5 } ^ o o 


Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak 
sesat dan tidak pula keliru. dan tiadalah yang diucapkannya 
itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya 
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). 
yang diajarkan kepadanya oleh (jibril) yang sang at kuat. (QS. 
An-Najm: 1-5) 

1. Inkarus-Sunnah 

Ingkarussunnah berasal dari dua kata, ingkar dan sunnah. 
Yang dimaksud dengan ingkar adalah penolakan, penafian 
atau tidak mengakui. Yang dimaksud dengan sunnah adalah 
hadits-hadits Rasulullah SAW. Jadi ingkarussunnah adalah 
paham yang mengingkari keberadaan hadits-hadits 
Rasulullah SAW. 

Paham ini bukan sekedar berbahaya, bahkan pada 
hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap agama Islam 
itu sendiri. Jadi orang yang mengingkari eksistensi hadits- 
hadits nabi SAW, pada hakikatnya dia telah mengingkari 
agama Islam. 

Sebab Islam itu dilandasi oleh dua pilar utama, yaitu Al- 
Quran dan As-Sunnah, yaitu hadits-hadits yang 
diriwayatkan dari Rasulullah SAW kepada kita semua. 


112 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


Bila dirunut ke belakang, paham ini lahir dari sebuah 
peperangan modern antara umat Islam di satu pihak dengan 
musuh-musuhnya di pihak lain. Mereka adalah para 
orientalis barat yang mengaku telah mempelajari agama 
Islam, bukan dengan niat untuk mengamalkannya, 
melainkan dengan niat untuk menghina, menjelekkan, 
menyesatkan dan membuat umat Islam bingung. Bahkan 
bukan sekedar bingung, tetapi juga tersesat dan murtad dari 
agamanya. 

Munculnya orientalisme tidak terlepas dari beberapa 
faktor yang melatarbelakanginya, antara lain akibat perang 
Salib atau ketika dimulainya pergesekan politik dan agama 
antara Islam. Para orientalis jahat ini banyak menghujat 
agama Islam dengan mengatakan bahwa hadits nabi itu 
palsu semua, tidak ada yang asli, hanya karangan ulama 
yang hidup beberapa ratus tahun setelah kematian nabi 
Muhammad SAW. 

Pemikiran mereka bisa kita baca dalam banyak buku, 
antara lain buku The Origins Of Muhammadan juresprudeuce 
dan An Introduction to Islamic Law 

Deretan nama orientalis lainnya adalah Goldziher yang 
jadi gembong anti Islam. Dialah yang telah merusak aqidah 
umat Islam dengan beragam pemikiran sesatnya. Selain itu 
ada lagi nama-nama seperti H.A.R. Gibb, Wilfred Cantwell 
Smith, Montgomery Watts, Gustave von Grunebaum dan 
lainnya. 

Tulisan mereka seringkali dijadikan rujukan oleh orang- 
orang Islam yang lemah mental dan tidak punya rasa percaya 
diri, meski sudah menyandang gelar PHd. sekalipun. 
Sehingga apa pun yang orientalis katakan, seolah sudah pasti 
kebenarannya. 

Termasuk rasa rendah diri ketika dituduhkan bahwa 
hadits nabi itu palsu semua. Mereka pun dengan naifnya 


113 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


mengaminkan saja. Sebab di dalam kepala mereka, memang 
tidak ada ilmu tentang itu. 

Padahal apa yang dikatakan oleh para orientalis itu tidak 
lebih dari sekedar tuduhan tanpa dasar. 

Dari mana datangnya rasa rendah diri yang hina seperti 
itu? Jawabnya sangat mudah, yaitu karena para 
'cendekiawan muslim' itu belajar Islam kepada para orientalis 
itu. Padahal orientalis justru sangat bodoh terhadap agama 
Islam. Kebanyakan mereka tidak paham bahasa Arab, apalagi 
syariah Islam. Tidak satu pun yang hafal Al-Quran, apalagi 
hadits nabawi. 

Dan yang pasti, umumnya mereka juga tidak pernah 
mengakui Islam sebagai agama, tidak mengakui Muhammad 
sebagai Nabi dan Rasul, tidak mengakui Al-Quran sebagai 
firman Allah SWT. 

Bagaimana mungkin orang yang kafir kepada Allah SWT 
dan cal on penghuni neraka itu dijadikan guru? Betapa 
lucunya, belajar agama Islam dari orang kafir yang jelas-jelas 
punya niat busuk pada Islam. Memang tidak masuk akal dan 
sangat tidak logis cara berpikir para 'cendekiawan' itu. 
Layakkah mereka menyandang gelar sebagai cendekiawan 
bila level pemikirannya hanya sebatas itu? 

Kebenaran Hadits Nabawi 

Seharusnya para cendekiawan itu tidak belajar ke barat. 
Dan mereka tidak perlu menelan bulat-bulat sampah 
pemikiran para orientalis bejat itu. Seharusnya mereka belajar 
ke timur tengah, tempat di mana ilmu-ilmu ke-Islaman 
berpusat. Ke Al-Azhar Mesir atau ke Universitas Islam 
terkemuka dunia. Di mana di dalamnya terdapat para ulama 
yang memang benar-benar punya legalitas, kapasitas dan 
otoritas sebagai ulama. Bukan belajar kepada para Yahudi 
kafir yang orientalis itu. 

Seandainya mereka belajar kepada ulama, tentu mereka 


114 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


akan tahu betapa canggihnya sistem periwayatan hadits. 
Tidak pernah manusia mengenal sistem periwayatan 
bersanad sebelumnya. Ilmu hadits menjadi sangat unik dan 
tidak pernah ditemukan di peradaban manapun, kecuali di 
dalam sejarah Islam. 

Mereka yang mengingkari keberadaan dan keshahihan 
hadits-hadits nabawi berarti memang belum pernah belajar 
agama Islam dengan benar. Mereka hanya menjadi budak 
para yahudi laknatullah, yang jelas-jelas menghina dan 
menjelekkan agama Islam. Demi sekedar mendapatkan gelar 
yang memberhala. 

Lalu mengapa mereka pergi ke barat? 

Kembali kepada masalah mentalitas kampungan, rasa 
rendah diri dan inferiority complex yang melanda para 
mahasiswa muslim. Ketika ditawarkan beasiswa ke barat 
seperti Eropa, Amerika atau Australia, terbayanglah mereka 
masuk ke sebuah peradaban modern dan maju. 

Dan bagaikan Kabayan masuk kota, sikap mereka pun 
lantas menjadi norak dan kampungan. Lantas mereka 
mengelu-elukan pemikiran para Yahudi kafir itu, lupa bahwa 
Yahudi dan Nasrani selalu berupaya memerangi umat Islam. 
Lupa bahwa mereka sedang dicekoki pemikiran sesat yang 
hanya akan membuat mereka murtad. 

Ketika pulang ke negerinya dengan berbagai gelar, 
mulailah mesin pemurtadan pemikiran berjalan. Kuliah, 
buku, makalah serta pemikiran mereka, seluruhnya hanya 
punya satu tujuan, yaitu menyesatkan dan memurtadkan 
umat Islam. 

Dan karena mereka jadi dosen di berbagai kampus Islam, 
kerusakan pemikiran pun menjadi sedemikian rata. 

Dan salah satunya adalah pemikiran ingkarus sunnah, 
yang kemudian ikut berkembang di banyak kalangan. 
Korbannya tidak lain umat Islam sendiri, yang lagi-lagi 


115 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


tertipu dengan pesona kecendekiawanan tokoh tertentu. 
Mereka ini adalah hamba-hamba Allah yang perlu 
diselamatkan dari racun ingkarus sunnah. 

Saat ini tidak terhiung orang yang sudah jadi korban. 
Dan racun ini terus bekerja, terutama sangat efektif pada 
korban yang punya rasa rendah diri yang akut dan hina. 
sertakosongnya kepala dari ilmu syariah. 

D. Kritik Hadits 

Berbeda dengan Al-Quran Al-Kariem yang dipastikan 
selalu original dan shahih, sunnah tidak punya keistimewaan 
itu. Artinya, sunnah nabi bisa saja dipalsukan, atau 
mengalami penyimpangan periwayatan. 

Mengingat bahwa tidak seluruh sunnah ditulis pada saat 
para shahabat meriwayatkannya. Dan tentunya jumlah 
sunnah ini pastinya banyak sekali, mungkin malah tidak 
terhingga. Sebab dalam ilmu ushul fiqih, sunnah adalah 
segala informasi yang dikaitkan dengan perbuatan, 
perkataan dan sikap diamnya Nabi SAW termasuk dalam 
kategori sunnah. 

Meski awalnya di masa shahabat belum ada pemalsuan 
hadits secara sengaja, namun terkadang ada para shahabat 
yang belum pernah mendengar suatu hadits dari Rasulullah 
SAW. Untuk itulah para shahabat saling meriwayatkan di 
antara sesama mereka. Dan kadang ketika meriwayatkan, 
dibutuhkan kesaksian yang bukan hanya dari satu orang 
untuk menguatkan dasar suatu hukum. 

Salah contoh adalah ketika Abu Bakar diminta memberi 
fatwa tentang nenek perempuan yang mendapat bagian 
waris 1/6. Kasus ini terbilang jarang terjadi dan saat itu 
beliau tidak punya informasi yang beliau pahami dari fatwa 
Rasulullah SAW. Namun beliau kemudian diberitahu oleh 
Mughirah bahwa Rasulullah SAW pernah mengatakan 


116 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma' 


demikian. 

Maka untuk memastikan, Abu Bakar merasa perlu 
bertanya siapa lagi yang pernah mendengar Nabi SAW 
berkata demikian. Dan Ibnu Salamah mengatakan bahwa dia 
pernah mendengar hal itu dari Rasulullah SAW. 

Namun di tahun 40-an hijriyah, ketika agama Islam 
melebarkan sayap dan mulai dipeluk oleh banyak orang, 
kualias keislaman mereka tidak sebanding. Ada yang masuk 
Islam secara penuh kesadaran, tetapi tidak tertutup 
kemungkinan masuknya orang-orang yang berniat tidak baik 
ke dalam agama Islam. Atau orang-orang yang perilakunya 
kurang terpuji. Maka mulailah muncul hadits-hadits palsu 
yang dibuat berdasarkan kepentingan tertentu. 

Maka kemudian para ulama mulai membuat banyak 
syarat dan ketentuan agar jangan sampai hadits-hadits nabi 
terkontaminasi dengan berbagai kepalsuan. 

Sejak abad kedua sampai keenam Hijriah tercatat usaha 
para ulama yang berusaha untuk merumuskan kaidah 
kesahihan hadis, sampai kemudian para ulama menetapkan 
persyaratan hadis sahih, yaitu sanadnya bersambung (sampai 
kepada Nabi), diriwayatkan oleh para periwayat yang 
bersifat tsiqah (adil dan dhabit) sampai akhir sanad, dan 
dalam (sanad) hadis itu tidak terdapat kejanggalan (syuzuz) 
dan cacat ('illat). 

Para ulama hadits menetapkan beberapa syarat untuk 
menyeleksi antara hadis-hadis yang sahih, di antaranya : 

1. Ketersambungan Sanad 

Ketersambungan sanad (^ J—^') maksudnya adalah 
bahwa artinya setiap perawi benar-benar meriwayatkan 
hadits tersebut langsung dari orang perawi atau guru 
diatasnya. Begitu seterusnya hingga akhir sanad. 

2. Kualias Perawi 


117 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Selain ketersambungan sanad, yang ikut menentukan 
keshahihan suatu hadits juga kualitas perawi dari segi 
perilaku dan akhlaqnya, atau biasa disebut dengan istilah al- 
‘adalah (sijjii 

Artinya setiap perawi hams seorang muslim yang sudah 
baligh dan berakal sehat yang tidak memiliki sifat fasiq serta 
terjaga wibawanya. Perbuatan fasik adalah perbuatan yang 
munkar dan tidak dibenarkan dalam syariat Islam. 

3. Kemampuan Perawi 

Perawi hadits harusnya seorang yang punya 
kemampuan untuk menjaga keutuhan hadits, baik dari segi 
matan maupun dari segi silsilah periwayatan. Biasanya 
kualitas perawi dalam hal seperti ini terkait dengan kekuatan 
hafalan atau catatan yang dimilikinya. 

Dalam ilmu hadits masalah kemampuan untuk 
memelihara dan menjaga keutuhan hadits disebut dengan 
dhabth ar-rawi ). 

4. Tidak Ada Syadz 

Syarat yang harus terpenuhi dalam hadits yang 
diriwayatkan haruslah hadits itu bebas dari cacat atau syadz 
(ijiiii p-sc.). Artinya hadits tersebut tidak berpredikat syadz 
yaitu hadits yang bertentangan dengan hadits yang 
diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah (terpercaya). 

5. Tidak Ada Tllat 

Hadits tersebut bukan hadits yang terkena illat ^), 
yaitu sifat samar yang mengakibatkan hadits tersebut cacat 
dalam penerimaanya, kendati secara lahiriyah hadits tersebut 
terbebas dari illat. 

Beberapa persyaratan di atas cukup menjamin ketelitian 
dan penukilan serta penerimaan suatu berita tentang Nabi. 
Bahkan kita dapat menyatakan bahwa dalam sejarah 
peradaban manusia tidak pernah dijumpai contoh ketelitian 


118 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


dan kehati-hatian yang menyamai apa yang telah 
dipersyaratkan dalam kaidah kesahihan hadits. Namun yang 
lebih penting lagi adalah kemampuan yang cukup untuk 
mempraktikan persyaratan-persyaratan tersebut. 

Seiring dengan itu, perhatian para ulama dalam 
menyeleksi hadis banyak terporsir untuk meneliti orang- 
orang yang meriwayatkan hadis. 

E. Pembagian Hadits Berdasarkan Jumlah Perawi 

Berdasarkan jumlah perawinya, kita bisa membagi hadits 
menjadi dua bagian. Yang pertama adalah hadits mutawatir, 
yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang banyak. Yang 
kedua adalah hadits Ahad, yang diriwayatkan oleh orang 
yang banyak, tapi tidak sampai sejumlah hadits mutawatir. 

Jadi hadits ahad itu bukanlah hadits palsu atau hadits 
bohong, namun hadits yang shahih pun bisa termasuk hadits 
ahad juga. Meski tidak sampai derajat mutawatir. Hadits 
ahad tidak ditempatkan secara berlawanan dengan hadits 
shahih, melainkan ditempatkan berlawanan dengan hadits 
mutawatir. 

Lalu apa yang dimaksud dengan hadits mutawatir dan 
hadits ahad, untuk lebih detailnya, silahkan baca rincian 
berikut ini. 

1. Hadits Mutawatir 

a. Definisi: 

Yaitu suatu hadits hasil tanggapan dari pancaindera 
yang diriwayatkan oleh oleh sejumlah besar rawi yang 
menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan 
bersepakat berdusta. 

b. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir 

Untuk bisa dikatakan sebagai hadits mutawatir, ada 
beberapa syarat minimal yang harus terpenuhi. 


119 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


■ Pemberitaan yang disampaikan oleh perawi harus 
berdasarkan tanggapan pancainderanya sendiri 

■ Jumlah perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang 
tidak memungkinkan mereka bersepakat dusta. Sebagian 
ulama menetapkan 20 orang berdasarkan firman Allah 
dalam QS. Al-Anfal:65. Sebagian yang lain menetapkan 
sejunlah 40 orang berdasarkan QS. Al-Anfal:64. 

■ Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam 
thabaqah (lapisan) pertama dengan jumlah perawi dalam 
lapisan berikutnya. 

Karena syaratnya yang sedemikian ketat, maka 
kemungkinan adanya hadits mutawatirsedikit sekali 
dibandingkan dengan hadits-hadits ahad. 

c. Klasifikasi hadits mutawatir 

Hadits mutawatir itu sendiri masih terbagi lagi menjadi 
dua jenis, yaitum utawatir Icifdhy dan mutawatir ma'nawy. 
Hadits mutawatir lafzhy adalah hadits yang diriwayatkan oleh 
banyak orang yang susunan redaksi dan maknanya sesuai 
benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. Atau 
boleh disebut juga dengan hadits yang mutawatir lafadznya. 

Hadits mutawatir ma'nawy adalah hadits mutawatir yang 
perawinya berlainan dalam menyusun redaksi hadits, tetapi 
terdapat persamaan dalam maknanya. Atau menurut definisi 
lain adalah kutipan sekian banyak orang yang menurut adapt 
kebiasaan mustahil bersepakat dusta atas kejadian-kejadian 
yang berbeda-beda tetapi bertemu pada titik persamaan. 

d. Manfaat Hadits Mutawatir 

Hadits Mutawatir memberi manfaat ilmudh-dharury 
yakni keharusan untuk menerimanya bulat-bulat sesuatu 
yang diberitakan oleh hadits mutawatir sehingga membawa 
kepada keyakinan yang qath'i (pasti). 

2. Hadits Ahad 


120 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


a. Definisi: 

Semua hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. 
Dengan demikian, sudah bisa dipastikan bahwa jumlah 
hadits ahad itu pasti lebih banyak dibandingkan dengan 
hadits mutawatir. 

Bahkan boleh dibilang bahwa nyaris semua hadits yang 
kita miliki dalam ribuan kitab, derajatnya hanyalah ahad saja, 
sebab yang mutawatir itu sangat sedikit, bahkan lebih sedikit 
dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem. 

b. Klasifikasi Hadits Ahad 

Kalau kita berbicara hadits ahad, sebenarnya kita sedang 
membicarakan sebagian besar hadits. Sehingga kita masih 
leluasa untuk mengklasifikasikannya lagi menjadi beberapa 
kelompok hadits ahad. 

b.l. Hadits Masyhur 

Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga 
orang atau lebih serta belum mencapai derajat mutawatir. 
Hadits masyhur sendiri masih terbagi lagi menjadi tiga 
macam, yaitu masyhur di kalangan para muhadditsin dan 
golongannya; masyhur di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu 
dan masyhur dikalangan orang umum. 

b.l. Hadits Aziz 

Hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua 
orang walaupun dua orang rawi tersebut terdapar pada satu 
lapisan saja, kemudian setelah itu orang-orang lain 
meriwayatkannya. 

b.3. Hadits Gharib 

Hadits gharib adalah hadits yang dalam sanadnya 
terdapat seorang (rawi) yang menyendiri dalam 
meriwayatkan di mana saja penyendirian dalam sanad itu 
terjadi. Dan hadits gharib ini masih terbagi lagi menjadi: 


121 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


b.3.1. Gharib mutlak (Fard), 

Terjadi apabila penyendiriannya disandarkan pada 
perawinya dan harus berpangkal pada tabiin bukan sahabat 
sebab yang menjadi tujuan dalam penyendirian rawi ini 
adalah untuk menetapkan apakah ia masih diterima 
periwayatannya atau ditolak sama sekali. 

b. 3.2. Gharib Nisby 

Yaitu apabila penyendiriannya mengenai sifat-sifat atau 
keadaan tertentu dari seorang rawi, misalnya: 

■ Tentang sifat keadilan dan ketsiqahan rawi 

■ Tentang kota atau tempat tinggal tertentu 

■ Tentang meriwayatkannya dari rawi tertentu 

■ Jika penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya (matan 
atau sanadkah), maka terbagi menjadi: [1] gharib pada 
sanad dan matan dan [2] gharib pada sanadnya saja 
sedangkan matannya tidak 

c. Ketentuan Umum Hadits Ahad 

Pembagian hadits ahad menjadi masyhur, aziz dan gharib 
tidaklah bertentangan dengan pembagian hadits ahad 
kepada shahih, hasan dan dhaif Sebab membaginya dalam tiga 
macam tersebut bukan bertujuan untuk menentukan makbul 
dan mar dud- nya suatu hadits tetapi untuk mengetahui 
banyak atau sedikitnya sanad. 

Sedangkan membagi hadits Ahad menjadi Shahih, Hasan 
dan Dhaif adalah untuk menentukan dapat diterima atau 
ditolaknya suatu hadits. Maka hadits Masyhur dan Aziz, 
masing-masing ada yang shahih, hasan dan dhaif dan tidak 
semua hadits gharib itu dhaif walaupun hanya sedikit sekali. 

Menurut Imam Malik, sejelek-jeleknya ilmu Hadits 
adalah yang gharib dan yang sebaik-baiknya adalah yang 
jelas serta diperkenalkan oleh banyak orang. 


122 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


□ 


Bab 8: lima' 


IKHTISHAR 


A. Pengertian 

1. Bahaso 

2. Istilah 

B. Kedudukan dan Masyru’iyah 

1. Al-Quran 

2. As-Sunnah 

C. Mungkinkah Terjadi Ijma’? 

D. Kehujjahan Ijma' 

E. Sandaran Ijma’ 

1. Nash Al-Quran 

2. Nash Al-Hadits 

3. Qiyas 

4. Ijtihad 

F. Ijma’ Di Zaman Modem 

1. Kemajuan Teknologi 

2. Tantangan 


Setelah kita membicarakan Al-Quran dan As-Sunnah 
pada pada bab-bab sebelumnya sebagai dua sumber utama 
ilmu fiqih, sekarang kita akan membahas sumber ilmu fiqih 


123 




Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


yang ketiga, yaitu al-ijma'. 

A. Pengertian 


1. Bahasa 

Secara bahasa, kata ijma' dapat bermakna al-'azmu ala al- 
amri wal qath'u bihi jAi Jc. yang arinya bertekad 

atas sesuatu dan berketetapan atasnya. Dapat dapat juga 
bermakna al-ittifaq (AA 1 ), yang artinya adalah kesepakatan. 

Al-Ghazali mengatakan bahwa kata ijma' adalah lafadz 
musytarak (kata bermakna ganda). Ada yang berpendapat 
bahwa makna asli dari ijma' adalah al-'azmu, dan menjadi 
kesepakatan apabila tekat itu terjadi pada suatu kumpulan. 

2. Istilah 

Sedangkan ijma' dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqih 
didefinisikan sebagai: 


^ 0 ^ 0 £ "jV 0 ^ 


Kesepakatan dari semua mujtahid dari umatNabi Muhammad 
SAW pada suatu masa setelah masa kenabian pada suatu 
urusan syar’i. 

Yang dimaksud dengan 'urusan syar'i 1 adalah hal-hal 
yang tidak dapat diketahui kecuali lewat khitab syar'i, baik 
bersifat perkataan, perbuatan, i'tikad atau pun ketetapan. 

Ijma 1 adalah kesepakatan para ahli fiqh dalam sebuah 
periode tentang suatu masalah setelah wafatnya Rasulullah 
saw tentang suatu urusan agama. Baik kesepakatan itu 
dilakukan oleh para ahli fiqh dari sahabat setelah Rasulullah 
saw wafat atau oleh para ahli fiqh dari generasi sesudah 
mereka. Contohnya ulama sepakat tentang kewajiban shalat 


124 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma' 


lima waktu sehari semalam dan semua rukun Islam. 

B. Kedudukan dan Masyru’iyah 

Ijma' merupakan sumber hukum dalam syariat yang 
ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah. Karena pada 
dasarnya Ijma' adalah kesepakatan seluruh ulama Islam 
terhadap suatu masalah dalam satu waktu. Apabila telah 
terjadi ijma' dari seluruh mujtahidin terhadap suatu hukum, 
maka tidak boleh bagi seseorang menyelisihi ijma trsebut, 
karena ummat (para mujtahidin) tidak mungkin bersepakat 
terhadap kesesatan. 

Sejumlah ayat dan sunnah menjelaskan bahwa Ijma 1 
adalah sumber dan hujjah dalam menetapkan hukum. 

1. Al-Quran 

Allah SWT berfirman: 


jS' J 4J j (J yst jJl Liu /yaj 

2 jj y L> 4J jj 


Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas 
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan 
orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap 
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia 
ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat 
kembali. (QS. An-Nisa’: 115) 

Ayat Al-Quran ini menegaskan bahwa orang yang 
menyelisihi apa yang telah disepakati oleh umat Islam atau 
orang-orang yang beriman, yaitu dalam hal ini ijma' yang 
telah terjadi di tengah-tengah umat Islam, maka mereka itu 
termasuk orang yang sesat. Bahkan ada hukuman di akhirat 
nanti buat mereka yang berbuat demikian, yaitu Allah SWT 
akan masukkan ke dalam neraka jahannam, sebagai tempat 


125 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


kembali yang paling buruk. 

Di ayat lain, Allah telah memberikan tazkiyah 
(rekomendasi) kepada umat Islam sebagai umat yang adil 
dan juga sebagai umat pilihan. Sehingga apa-apa yang telah 
dipilih oleh umat Islam itu sudah merupakan jaminan dari 
Allah SWT. 


' * $ ' l 0 f ' 

j ^UJl I jj ijadj Or 

jdxllp J y *)I 


Dan demikian Kami telah menjadikan kamu umat yang adil 
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas manusia dan 
agar Rasul menjadi saksi atas kamu. (QS. Al-Baqarah : 143) 

Dan di ayat Al-Quran yang lain lagi, Allah SWT sekali 
lagi memberikan pernyataan yang menerangkan bahwa umat 
Islam adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan bagi umat 
manusia. Sehingga apa yang dipandang oleh umat Islam 
secara keseluruhan, adalah apa yang terbaik untuk umat 
manusia juga. 


djj-dJ j>- 1 4 j» 

(4J \'p. dl& Ji' ^ ^ d \ 


Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk 
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari 
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab 
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka 
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang- 
orang yangfasik. (QS. Ali Imran : 110) 

2. As-Sunnah 


126 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


Sedangkan dalil-dalil yang menjadi dasar atas kehujjahan 
Ijma' dari sunnah Rasulullah SAW antara lain sabda beliau 
SAW: 


’’Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan (HR. At- 
Tirmizy) 

Sabda ini juga merupakan jaminan bahwa umat Islam ini 
tidak akan bersepakat pada kesesatan. Maka apa yang telah 
menjadi kesepakatan seluruh umat Islam adalah sesuatu 
yang mendapat jaminan atas kebenarannya. Dan jaminan itu 
langsung ditetapkan oleh Rasulullah SAW. 

Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda untuk 
menguatkan apa yang telah disabdakannya pada hadits 
sebelumnya: 





”Apa yang menurut orang-orang Islam baik maka ia baik di 
sisi Allah. (HR. Ahmad) 

Dan sebagai umat Islam, kita pun diwajibkan untuk ikut 
apa yang telah ditetapkan dan diputuskan oleh jamaah umat 
Islam. Di hadits lain Rasulullah SAW bersabda tentang hal ini 


^ ^ ^ ^ ^ S S S 

jJ&j j| (jL? 43 






Hendaklah kalian berjamaah dan jangan bercerai berai, 
karena syetan bersama yang sendiri dan dengan dua orang 
lebihjauh. (HR At-Tirmidzi) 


127 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bahkan Rasulullah SAW sampai mengatakan bahwa 
orang yang keluar dari apa yang telah disepakati dalam 
jamaah umat Islam, seperti orang yang telah melepaskan 
ikatan agama Islam dari lehernya, meski pun secara ritual dia 
telah mengerjakan banyak ibadah yang bersifat individual, 
seperti puasa dan shalat. 


'jj, ‘LOSS- y> ‘LOjj i *Js- JJLi jSSu Wi (jjli y* 

s s iM 0 s ^ ^ s s s 0 x 

; Jli ^ J y*j ^ • J ssj jLi* . y O' 

J* 0 


Dari al-Harits al-Asy’ari dari Nabi SAWbersabda:’Siapa yang 
meninggalkan jamaah sejengkal, maka telah melepaskan 
ikatan Islam dari lehernya kecuali jika kembali. Seseorang 
bertanya,’ Wahai Rasulullah, walaupun dia sudah 
mengerjakan shalat dan puasa?’. Maka Rasulullah SAW 
menjawab:’Walaupun dia shalat dan puasa.’ (HR Ahmad dan 
at-Turmudzi) 

Sementara orang yang meninggalkan jamaah umat Islam, 
juga diibaratkan sebagai orang yang mati di zaman jahiliyah. 


? s ? fi5 ^ o / ^ 

jpix*) ‘Ly oU 'yj oUs \ySn Jjjli y> 


(aJlp 


Siapa yang meninggalkan jamaah sejengkal kemudian mati, 
kecuali mati dalam keadaan jahiliyah’ (Muttafaqun ‘alaihi) 

Disamping itu Ijma' dilakukan berdasarkan dalil di 
dalamnya sebab tidak mungkin ulama dalam masa tertentu 
melakukan kesepakatan tanpa dalil syariat. Karenanya, para 
ulama mutaakhir (generasi belakangan) ingin mengetahui 
Ijma' maka yang dicari bukan dalil Ijma' namun kebenaran 


128 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


adanya Ijma' itu sendiri, apakah benar periwayatannya atau 
tidak. 

C. Mungkinkah Terjadi Ijma’? 

Kalau melihat betapa beratnya syarat-syarat yang harus 
terpenuhi pada suatu ijma', seperti harus seluruh umat Islam 
bersepakat bulan atas suatu perkara, sementara umat Islam 
ini tersebar di seluruh belahan muka bumi, maka ada 
sebagian kalangan pesimistis bisa terjadi ijma' di tengah- 
tengah umat Islam. 

Mereka yang pesimistis itu bahkan sampai mengklaim 
bahwa ijma' umat Islam tidak pernah betul-betul terjadi 
sepanjang sejarah. Apalagi kalau ditambah dengan peristiwa 
perpecahan, peperangan dan perselisihan yang berkecemuk 
di tengah-tengah umat Islam sepanjang sejarahnya yang 14 
abad itu, maka bertemunya kesepakatan dari seluruh umat 
Islam tidak akan pernah tercapai. 

Pendapat yang pesimistis ini harus diakui memang ada, 
tetapi sesungguhnya keberadaan mereka itu tidak bisa 
dijadikan dasar untuk membenarkan apa yang mereka 
pikirkan. Sebab jumlah mereka yang berpendapat seperti itu 
sangat kecil. Sedangkan mereka yang memandang bahwa 
ijma' itu adalah realitas yang sudah terjadi sejak zaman 
dahulu hingga sekarang ini, justru sulit dipungkiri. 

Misalnya ijma' bahwa shalat 5 waktu itu hukumnya 
fardhu 'ain. Tidak ada seorang pun yang menolak ijma' 
tersebut, kecuali para zindiq dan penyebar aliran sesat saja. 
Mereka yang menentang kewajiban shalat 5 waktu tidak 
termasuk ke dalam syarat orang yang pendapatnya bisa 
dijadikan dasar ijma'. 

Di masa Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah 
Rasulullah SAW, seluruh umat Islam saat itu sepakat 
mengkafirkan orang-orang yang menentang syariat zakat, 


129 




Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


serta menghalalkan darah mereka. Sehingga Abu Bakar 
membentuk sebuah pasukan besar untuk memerangi kaum 
yang menolak dan mengingkari syariat zakat. 

Masih di masa yang sama, seluruh umat Islam saat itu 
sepakat untuk menuliskan seluruh ayat Al-Quran dalam satu 
bundel mushhaf. Padahal sebelumnya hal itu belum pernah 
dilakukan oleh Rasulullah SAW, bahkan beliau SAW sama 
sekali tidak pernah memerintahkan, atau pun misalnya 
sekedar mengusulkan atau memberi isyarat. 

D. Kehujjahan Ijma’ 

Para ulama menjadikan dalil ijma' sebagai hujjah yang 
bersifat qath'i. Tentunya selama hal itu memang nyata 
terbukti sebagai ijma' dalam arti yang sebenarnya. Sebab kita 
tahu ada hal-hal yang sering diklaim sebagai sebuah ijma', 
namun ternyata masih diperselisihkan keijma'annya. 

E. Sandaran Ijma’ 

Biar bagaimana pun sebuah ijma' ulama tidak lahir 
begitu saja. Sebab ijma' bukan wahyu yang turun dari atas 
langit dari sisi Allah ke bumi. Sehingga sebuah ijma' 
terbentuk dengan berdasarkan sesuatu yang disandarkan 
atasnya. 

Sandaran buat sebuah ijma' menurut Dr. Abdul Karim 
Zaidan antara lain : 15 

1. Nash Al-Quran 

Ketika para ulama berijma' mengharamkan pernikahan 
antara seorang laki-laki dengan ibunya, atau dengan anak 
perempuannya, saudari perempuan, atau bibinya, maka 
sandarannya adalah ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem. 


15 Abdul Karim Zaidan, Al-Madkhal li Dirasati Asy-Syariah A/-/slamiyah, hal. 166 


130 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 




Yv ° '* * 

olijj olllj j 


Diharamkan at as kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak- 
anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang 
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, 
saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak 
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak- 
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan. 
(QS. An-Nisa’: 23) 

2. Nash Al-Hadits 

Ketika para ulama berijma' bahwa bagian harta warisan 
yang diterima oleh seorang kakek yang ditinggal mati oleh 
cucunya adalah 1/6, maka ^ma' itu didasarkan pada hadits 
ahad. 

3. Qiyas 

Ketika para ulama berijma' bahwa minyak babi dan 
lemaknya adalah najis dan haram dimakan, maka hal itu 
adalah qiyas yang mereka lakukan terhadap daging babi. 

Mengingat bahwa yang disebutkan keharamannya 
adalah daging babi, dan lemaknya tidak ikut disebutkan. 
Namun qiyas yang mereka lakukan itu sampai ke derajat 
ijma'. Artinya, seluruh ulama bersepakat mengqiyaskan 
lemak babi dengan daging babi, tanpa kecuali. 

4. Ijtihad 

Dan ketika para ulama berijma dan menyepakati untuk 
menghalalkan darah orang yang mengingkari kewajiban 
zakat, maka ijma' itu berangkat dari ijtihad. 

Ketika ijma' sudah terjadi di atas sandaran-sandarannya, 
maka sandaran-sandaran itu sudah tidak lagi diperlukan. 
Dan diharamkan menyelisihi ijma' yang sudah terbentuk itu. 


131 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Karena kedudukan ijma' begitu tinggi, maka bila ada 
seseorang yang mengingkari ijma' yang telah terbentuk, 
dimana ijma' itu bersifat qath'i dan biasanya yang dijadikan 
ijma' itu perkara-perkara yang fundamental dalam agama, 
maka dia dianggap telah kafir kepada agama Islam. 

Misalnya, wajibnya shalat 5 waktu adalah perkara qathi 
dan termasuk masalah fundamental dalam agama, dan hal 
itu termasuk ke dalam salah satu contoh ijma'. Maka bila ada 
orang yang mengingkari kewajiban shalat 5 waktu itu, dia 
telah keluar dari agama Islam. 

Demikian juga para ulama telah berijma' bahwa puasa di 
bulan Ramadhan hukumnya fardhu. Kewajiban puasa 
Ramadhan adalah perkara fundamental agama yang bersifat 
qath'i tanpa ada yang berbeda pendapat. Dan itulah yang 
dimaksud dengan ijma'. Bila ada orang yang mengingkari 
kewajiban puasa di bulan Ramadhan, dia telah kehilangan 
statusnya sebagai muslim. 

Mengingkari bahwa berzina dan meminum khamar itu 
adalah hal yang telah mutlaq diharamkan, juga bisa 
mengakibatkan pelakunya keluar dari agama Islam. Karena 
haramnya zina dan khamar telah menjadi ijma' umat Islam. 

Namun ada juga contoh ijma' tertentu yang 
pengingkarnya tidak dianggap kafir. Misalnya, detail-detail 
pembagian harta warisan banyak yang sudah mencapai level 
ijma'. Namun dengan begitu banyaknya orang awam di 
kalangan muslimin, kita tidak bisa mengatakan bahwa 
ketidak-tahuan mereka itu sebagai bukti kekafiran mereka. 

F. Ijma’ Di Zaman Modern 

Ketika para shahabat Nabi SAW pergi meninggalkan 
Madinah sepeninggal beliau SAW, dan tinggal berpencar- 
pencar di berbagai pusat peradaban Islam, maka sejak saat 
itu ijma' di antara para ulama mengalami kesulitan secara 


132 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


teknis. Sebab di masa itu, peradaban Islam mengalami 
pemekaran yang sangat luas, hingga sampai meliputi tiga 
benua, Asia, Afrika dan Eropa. Bahkan sampai punya ke 
Indonesia (bacamusantara) yang jaraknya sedemikian jauh. 

Sehingga ada sebagian kalangan yang berpendapat 
bahwa nyaris mustahil terjadi ijma' semenjak masa itu dan 
masa-masa sesudahnya. Alasannya tentu karena faktor teknis 
yang tidak memungkinkan mengumpulkan para ulama dari 
seluruh dunia di masa itu. 

1. Kemajuan Teknologi 

Namun kini kita hidup di masa yang amat modern, 
dimana teknologi yang kita punya di zaman ini tidak pernah 
terfikirkan dan tidak pernah terduga oleh orang-orang yang 
hidup di masa lalu. Dua ratusan tahun yang lalu kemajuan 
teknologi dan kehidupan manusia masih seperti zaman pra 
sejarah. Dan apa yang kita dapatkan dari kemajuan teknologi 
di hari ini, jangankan menduga, mimpi pun juga tidak 
pernah mereka alami. 

a. Alat Tranportasi 

Kalau di masa lalu dari Madinah ke Yaman atau ke Syam 
butuh waktu 2 minggu berjalan kaki, maka hari ini hanya 
butuh 2 jam saja dengan pesawat terbang. Karena kita 
sekarang ini hidup di zaman pesawat jet yang bisa terbang 
dengan kecepatan mendekati kecepatan suara. 16 

Maka mengumpulkan para ulama dari berbagai negara 
untuk pertemuan beberapa hari untuk melakukan ijma', 
secara teknis bisa dengan mudah dilakukan. Jangankan 
mengumpulkan ulama yang jumlahnya terbatas di dunia ini, 
setiap tahun tidak kurang dari 2 sampai 3 juta orang 


16 Kecepatan suara bergerak di dalam atmosfir kita diukur kira-kira 1.000 km/jam. Dan 
kecepatan sebuah pesawat jet penumpang komersial antar negara umumnya 
mendekati angkat 900km/jam. 


133 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


berkumpul di Arafah untuk melaksanakan ibadah haji. 

Event-event untuk mengumpulkan orang sedunia di satu 
titik bukan hal yang aneh lagi di zaman sekarang. Perhelatan 
piala dunia adalah contohnya, yaitu bagaimana berjuta orang 
dari berbagai negara dalam waktu yang cepat bisa 
berkumpul di suatu negara, sekedar buat nonton orang 
mengejar-ngejar bola yang bundar. 

Maka di masa sekarang ini, sudah mulai dirintis upaya 
untuk mempertemukan para ulama sedunia di dalam 
berbagai macam even pembahasan masalah-masalah fiqih 
sedunia. Beberapa majma' fiqih secara rutin selalu 
mengadakan pertemuan di tingkat international, yang 
dihadiri oleh hampir seluruh ulama dan perwakilan dari 
berbagai negara. 

Semua bisa terjadi dengan mudah berkat majunya 
teknologi tranportasi, khususnya mesin-mesin jet yang bisa 
membelah angkasa, dalam waktu sekejap berhasil 
mengantarkan orang ke negeri yang terjauh yang pernah ada. 

b. Telekomunikasi 

Teknologi komunikasi di zaman internet ini bahkan 
dapat membuat para ulama sedunia saling berkomunikasi 
dan berdiskusi panjang lebar tanpa harus menggeser 
pantatnya sedikit pun dari tempat duduknya. Telepon dan 
internet telah mengubah segala yang dahulu tidak mungkin 
dilakukan menjadi sangat mungkin, bahkan dengan nilai 
yang jauh lebih ekonomis dan terjangkau. 

Dan dengan teknologi yang lebih maju, konferensi bisa 
dilakukan secara live yang diikuti oleh peserta yang secara 
fisik mereka tetap berada di negara masing-masing, tetapi 
dengan jelas bisa saling melihat dan mendengar serta 
bertukar pendapat. Bukan hanya itu, tetapi tulisan ilmiyah 
yang mereka susun saat itu juga bisa langsung diupload ke 
internet dan langsung didownload oleh jutaan orang di 


134 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


permukaan planet bumi. 

Para ulama bisa mengirim (memposting) tulisan mereka 
di suatu situs, untuk dijadikan kajian oleh sekian banyak 
ulama lain yang tersebar di berbagai belahan bumi. Tulisan 
itu bisa dikomentari, dikritisi dan juga diberikan masukan ini 
dan itu, sehingga hasilnya bisa menjadi sebuah fatwa 
bersama, dan pada akhirnya bisa menjadi ijma' di zaman 
modern. 

2. Tantangan 

Namun demikian, meski di zaman modern ini kita 
bersyukur memiliki alat-alat yang canggih, sehingga 
membuat apa-apa yang dahulu dianggap tidak mungkin, kini 
bisa kembali menjadi sangat mungkin dan juga dengan harga 
yang sangat murah, tetapi saja masih ada kekurangan disana- 
sini. 

Kekurangan itu antara lain adalah : 
a. Kurangnya Ulama 

Kalau di masa lalu dengan mudah kita bisa menemukan 
ulama dengan segala persyaratannya, justru di masa 
sekarang ini kita malah kebingungan untuk menetapkan 
siapa sajakah para ulama itu hari ini. 

Sebab terkadang penampilan mereka dengan segala 
atributnya sering membuat kita terpukau, apalagi kalau 
berbicara di depan publik, seolah-olah orang yang benar- 
benar ulama, karena kepandaiannya menyusun kata dan 
berorasi. 

Tetapi semua itu belum tentu menjamin apakah mereka 
benar-benar ulama dalam arti yang sesungguhnya. Sebab kita 
masih seperti membeli kucing di dalam karung, yang belum 
jelas seperti jenis dan bentuknya. Ibarat kita membeli barang 
dalam bungkusannya yang disegel, tidak bisa dilakukan uji 
coba dan dilakukan pengetesan terhadap kualitasnya. 


135 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Memang benar ada hadits yang menyebutkan di akhir 
zaman nanti Allah SWT akan mencabut ilmu dengan 
meninggalnya para ulama. 


-t-lsdl yS. - oL*Jl y» AS-yij \s-\yj\ ^ Aid Oj. 

i Cyj Ikli iisU £ jiili ^ ^4^. 

£ s £ / o oxx x 

. / V/ | / ^ | Os' 0 / # > ^ I ^ * 

1 I 23 +JS- jJtJ I yi\j> I 


Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara tiba-tiba dari 
tengah manusia, tapi Allah mencabut ilmu dengan dicabutnya 
nyawa para ulama. Hingga ketika tidak tersisa satu pun dari 
ulama, orang-orang menjadikan orang-orang bodoh untuk 
menjadi pemimpin. Ketika orang-orang bodoh itu ditanya 
tentang masalah agama mereka berfatwa tanpa ilmu, 
akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (HR. Bukhari dan 
Muslim) 

Namun bukan berarti kita benar-benar tidak punya 
ulama. Dan hadits ini bukan memerintahkan kita untuk 
pasrah menerima takdir. Sebaliknya hadits ini justru 
merupakan tantangan besar buat kita yang hidup di akhir 
zaman ini untuk terus menerus mencetak, membina dan 
mengkader para ulama untuk zaman berikutnya. 

Ada ungkapan yang konon disebutkan oleh 
Ali/'Didiklah dan persiapkanlah anak-anakmu untuk suatu 
zaman yang bukan zamanmu. Mereka akan hidup pada 
suatu zaman yang bukan zamanmu". 

Seorang tentara tidak akan mendapatkan seragam dan 
senjata, kecuali setelah melewati beberapa tahun pendidikan 
yang panjang, keras dan berat. Hanya mereka yang dianggap 
memenuhi syarat saja yang diterima di akademi militer 
untuk bisa mengikuti pendidikan itu. Dan hanya mereka 
yang benar-benar lulus secara sempurna yang akhirnya 


136 



Seri Fiqih Kehidupan (1) llmu Fiqih 


Bab 8: Ijma’ 


berhak menyandang gelar sebagai tentara dengan berbagai 
macam level kepangkatannya. Kalau tentara saja harus lewat 
pendidikan, maka ulama seharusnya lebih diurus lagi dan 
tidak diserahkan kepada umat secara alami. 

Seorang dokter tidak mungkin berpraktek sebelum 
mendapatkan izin praktek. Dan untuk itu dia harus 
menghabiskan waktu bertahun-tahun kuliah di fakultas 
kedokteran. Dan hanya mereka yang benar-benar anak pintar 
saja yang bisa lolos masuk seleksi menjadi mahasiswa di 
fakultas kedoteran itu. Tidak sedikit mahasiswa kedokteran 
yang putus kuliah di tengah jalan, karena otak mereka 
ternyata tidak punya kapasitas yang memadai dan akhirnya 
dropped out alias gagal. Kalau untuk berpraktek dokter 
harus melewati proses berlapis-lapis, maka untuk menjadi 
ulama pun juga harus sedemikian juga. Tidak mungkin 
ulama dilahirkan lewat program di televisi. 

Maka yang kita butuhkan adalah sekolah para ulama 
dalam arti yang sesungguhnya. Intinya, mereka diberi bekal- 
bekal pengetahuan agama yang cukup selama bertahun- 
tahun, dengan level tertentu. Selesai itu mereka harus diuji 
sedemikian rupa untuk memastikan kualitas, kapasitas, 
kemampuan, dan kehandalan mereka, agar tidak terjadi 
penurunan di tengah masyarakat nanti. Tentu sangat wajar 
kalau para ulama ini harus distandarisasi secara profesional. 
Sebab profesi ini sangat berat dan mengandung resiko yang 
tidak kecil. 

Jaksa, hakim dan berbagai jenis profesi itu ada 
standarisasi dan sertifikatnya. Bagaimana mungkin para 
ulama tidak perlu standarisasi itu? 

b. Ulama Gaptek 

Kalau kita sudah punya berlapis ulama yang memenuhi 
standar, masalah yang lain adalah urusan gagap teknologi. 
Meski teknologi berkembang sedemikian pesat di sekeliling 


137 



Bab 8: Ijma’ 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


kita, namun umat Islam nyaris hampir tidak pernah 
memanfaatkannya demi kepentingan agama dan ilmu 
syariah. 

Apalagi di level para ulama sendiri, hanya segelintir 
kecil saja mereka yang melek teknologi dan memanfaatkan 
teknologi itu untuk kepentingan profesi mereka sebagai 
ulama. 

Dari seribu ulama yang saya kenal, yang punya situs 
internet hanya beberapa orang saja. Itu pun kebanyakannya 
tidak terurus alias tidak ada update tulisan terbaru. Walau 
pun urusan ini bukan sebuah ukuran, tetapi secara tidak 
langsung kita bisa menilai bahwa teknologi walau pun 
tersedia dengan mudah dan murah, tetapi bukan berarti 
perkaranya selesai. Ternyata masih ada kendala gaptek yang 
menyelubungi para ulama dan umat Islam secara 
keseluruhan. 

Ulama yang ilmu tinggi sungguh sangat banyak, tapi 
sedikit dari mereka yang akrab dengan teknologi. Sebaliknya, 
umat Islam yang awam dan akrab dengan teknologi itu juga 
banyak, tetapi mereka adalah level orang awam yang 
ilmunya bukan level ulama. Sebenarnya kalau kedua belah 
pihak bisa bekerja sama, kita akan mendapatkan dua 
keuntungan itu. Tapi sekali lagi, kerja-sama itu jarang-jaran 
terlihat. 

□ 


138 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Bab 9: Qiyas 


IKHTISHAR 


A. Pengertian Qiyas 

B. Rukun Qiyas 

1. Ashl 

2. Al-Far'u 

3. Al-'lllat 

4. Hukum ashl 

C. Kehujjahan Qiyas 

Bab 10 : Sumber Fiqih Mukhtalaf 

A. Pengertian 

B. Al-Masalih Al-Mursalah 

C. Al-lstidlal 

D. Al-lstish-hab 

E. Saddu Adz-Dzari’ah 

F. Al-lstihsan 

1. Pengertian 

G. Al-'Urf 

1. Pengertian 

2. Jenis 1 Urf & Flukumnya 

3. Contoh Implementasi Al-Urf 

H. Syar'u Man Qablana 

I. Amalu Ahlil Madinah 

J. Qaul Shahabi 


139 




Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


A. Pengertian Qiyas 

Secara bahasa qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran 
sesuatu, membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan 
yang lain, misalnya yang berarti "saya mengukur baju dengan 
hasta" 

Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa 
definisi yang dikemukakan para ulama ushul fiqh, sekalipun 
redaksinya berbeda tetapi mengandunng pengertian yang 
sama. 

Sadr al-Syari'ah (w. 747 H), tokoh ushul fiqh Hanafi 
menegmukakan bahwa qiyas adalah : 

"Memberlakukan hukum asal kepada hukum furu' 
disebabkan kesatuan illat yang tidak dapat dicapai melalui 
pendekatan bahasa saja". 

Maksudnya, illat yang ada pada satu nash sama dengan 
illat yang ada pada kasus yang sedang dihadapi seorang 
mujtahid, karena kesatuan illat ini, maka hukum kasus yang 
sedang dihadapi disamakan dengan hukum yang ditentukan 
oleh nash tersebut. 

Mayoritas ulama Syafi'iyyah mendefinisikan qiyas 
dengan: 

"Membawa (hukum) yang (belum) di ketahui kepada 
(hukum) yang diketahui dalam rangka menetapkan hukum 
bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, baik 
hukum maupun sifat." 

DR. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan qiyas dengan : 

"Menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya 
dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh 
nash, disebabkan kesatuan illat antara keduanya". 

Sekalipun terdapata perbedaan redaksi dalam beberapa 
definisi yang dikemukakan para ulama ushul fiqih klasik dan 
kontemporer diatas tentang qiyas tetapi mereka sepakat 


140 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


menyatakan bahwa proses penetapan hukum melalui metode 
qiyas bukanlah menetapkan hukum dari awal ( istinbath al- 
hukm wa insya'uhu ) melainkan hanya menyingkapkan dan 
menjelaskan hukum (al-Kasyf wa al-Izhhar li al-Hukm) yang 
apa pada suatu kasus yang belum jelas hukumnya. 

Penyingkapan dan penjelasan ini di lakukan melalui 
pembahasan mendalam dan teliti terhadap Mat dari suatu 
kasus yang sedang dihadapi. Apabila Matnya sama dengan 
Mat hukum yang disebutkan dalam nash, maka hukum 
terhadap kasus yang dihadapi itu adalah hukum yang telah 
ditentukan nash tersebut. 

Misalnya, seorang mujtahid ingin mengetahui hukum 
minuman bir atau wisky. Dari hasil pembahasan dan 
penelitiannya secara cermat, kedua minuman itu 
mengandung zat yang memabukkan, seperti zat yang ada 
pada khamr. Zat yang memabukkan inilah yang menjadi 
penyebab di haramkannya khamr. Hal ini sesuai dengan 
firman Allah dalam surat al-Maidah 5 : 90 - 91. Dengan 
demikian, mujtahid tersebut telah menemukan hukum untuk 
bir dan wisky, yaitu sama dengan hukum khamr, karena Mat 
keduanya adalah sama. Kesamaan Mat antara kasus yang 
tidak ada nash- nya dengan hukum yang ada nash-nya 
menyebabkan adanya kesatuan hukum. 

B. Rukun Qiyas 

Adapun rukun qiyas itu ada 4 : 

1. Ashl 

2. Al-Far'u 

3. Al-'Illat 

4. Hukum ashl 

C. Kehujjahan Qiyas 


141 



Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Ulama ushul fiqih berbeda pendapat terhadap 
kehujjahan qiyas dalam menetapkan hukum syara'. Jumhur 
ulama ushul fiqih berpendirian bahwa qiyas bisa dijadikan 
sebagai metoda atau sarana untuk mengistinbathkan hukum 
syara. 

Berbeda dengan jumhur para 'ulama mu'tazilah 
berpendapat bahwa qiyas wajib diamalkan dalam dua hal 
saja, yaitu : 

1. llatnya manshush (disebutkan dalam nash) baik secara 
nyata maupun melalui isayrat. 

2. Hukum far'u harus lebih utama daripada hukum ashl. 

Wahbah al-Zuhaili mengelompokkan pendapat ulama 
ushul fiqh tentang kehujjahan qiyas menjadi dua kelompok, 
yaitu kelompok yang menerima qiyas sebagai dalil hukum 
yang dianut mayoritas ulama ushul fiqih dan kelompok yang 
menolak qiyas sebagai dalil hukum yaitu ulama - ulama 
syi'ah al-Nazzam, Dhahiriyyah dan ulama mu'tazilah Irak. 

Alasan penolakan qiyas sebagai dalil dalam menetapkan 
hukum syara' menurut kelompok yang menolaknya adalah 
firman Allah: 


j! 4 ill IaJ j^ aJJ| ILi II ^jJl b 


“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului 
Allah dan Rasul-Nya...”.(QS. Al-Hujurat: l) 

Ayat ini menurut mereka melarang seseorang untuk 
beramal dengan sesuatu yang tidak ada dalam al-Quran dan 
sunah Rasul. Mempedomani qiyas merupakan sikap beramal 
dengan sesuatu diluar al-Quran dan sunnah Rasul, dan 
karenanya dilarang. Selanjutnya dalam surat al-Isra', 17:36 
Allah berfirman: 


142 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


“Dan janganlah kam mengikuti apa yang kamu tidak 
mempunyai pengetahuan tentangnya 

Ayat tersebut menurut mereka melarang seseorang 
untuk beramal dengan sesuatu yang tidak diketahui secara 
pasti. Oleh sebab itu berdasarkan ayat tersebut qiyas dilarang 
untuk diamalkan. 

Alasan - alasan mereka dari sunnah Rasul antara lain 
adalah sebuah hadits yang diriwayatkan Daruquthni yang 
artinya adalah sebagai berikut: 

“Sesungguhnya Allah Ta’ala menentukan berbagai ketentuan, 
maka jangan kamu abaikan, menentukan beberapa batasan, 
jangan kamu langgar, dia haramkan sesuatu, maka jangan 
kamu langgat larangan itu, dia juga mendiamkan hukum 
sesuatu sebagai rahmat bagi kamu, tanpa unsur kelupaan, 
maka janganlah kamu bahas hal itu”. 

Hadits tersebut menurut mereka menunjukkan bahwa 
sesuatu itu ada kalanya wajib, adakalanya haram dan 
adakalanya di diamkan saja, yang hukumnya berkisar antara 
di ma'afkan dan mubah (boleh). Apabila di qiyaskan sesuatu 
yang didiamkan syara' kepada wajib, misalnya maka ini 
berarti telah menetapkan hukum wajib kepada sesuatu yang 
dima'afkan atau dibolehkan. 

Sedangkan jumhur ulama ushul fiqih yang 
membolehkan qiyas sebagai salah satu metode dalam hukum 
syara' mengemukakan beberapa alasan diantaranya adalah : 

Surat al-Hasyr, 59 : 2 


jLU&i jJ i; \/j£[l 

“maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai 
orang - orang yang mempunyai pandangan”. 

Ayat tersebut menurut jumhur ushul fiqih berbicara 
tentang hukuman Allah terhadap kaum kafir dari Bani 


143 



Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Nadhir di sebabkan sikap buruk mereka terhadap Rasulullah. 
Di akhir ayat, Allah memerintahkan agar umat Islam 
menjadikan kisah ini sebagai I'tibar (pelajaran). Mengambil 
pelajaran dari suatu peristiwa menurut jumhur ulama, 
termasuk qiyas. Oleh sebab itu penetapan hukum melalui 
qiyas yang disebut Allah dengan al-I'tibar adalah boleh, 
bahkan al-Quran memerintahkannya 

Ayat lain yang dijadikan alasan qiyas adalah seluruh 
ayat yang mengandung Mat sebagai penyebab munculnya 
hukum tersebut, misalnya: 

• Surat al-Baqarah 2 : 222 : 


^j> 1 jjjipli Ji dJjjJllvoj 

. O ^ S ^ S S S S O . . O S 0 

0 & J t O & > S , 0 f » P P &S ./ P » 

j* 00 AAi cAyA 

&J^\ Ljj LJ aUI 01 iiJl 1^- 


“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad tentang haid. 
Katakanlah, “haid itu adalah kotoran”, oleh sebab itu 
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid”. 

• Surat al-Maidah 5:91: 


01 OU^A'' Jj jj Col 

' * s £ * £ ° s ' ' 6 s * ° 0 £ J> Os ° s 


“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan 
permusuhan dan kebencian diantara kamu, lantaran 
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu 
dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah 
kamu (dari mengerjakan perbuatan itu). 

• Surat al-Maidah 5:6 


144 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Juj V. iiil Jaj a 

3 /y 0 # » 


.’’Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak 
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya 
bagimu ... “ 

Alasan jumhur ulama dari hadits rasululah adalah 
riwayat dari Muadz Ibn Jabal yang amat populer. Ketika itu 
Rasulullah mengutusnya ke Yaman untuk menjadi qadli. 
Rasulullah melakukan dialog dengan Mu'adz seraya berkata 


Dalam hadits tersebut menurut jumhur ulama ushul 
fiqih, Rasulullah mengakui ijtihad berdasarkan pendapat 
akal, dan qiyas termasuk ijtihad melalui akal. Begitu juga 
dalam hadits lain Rasulullah menggunakan metode qiyas 
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. 
Suatu hari Umar bin Khatthab mendatangi Rasulullah seraya 
berkata: 

"Pada hari ini saya telah melakukan suatu kesalahan 
besar, saya mencium istri saya, sedangkan saya dalam 
keadaan berpuasa". Lalu Rasulullah mengatakan pada Umar 

“bagaimana pendapatmu jika kamu berkumur - kumur dalam 
keadaan berpuasa, apakah puasamu batal ?, Umar menjawab, 
“tidak”, lalu Rasulullah saw berkata : kalau begitu kenapa 
engkau samapi menyesal ?”. (HR. Ahmad Ibn Hanbal dan Abu 
Daud dari Umar Ibn al-Khatthab) 

Dalam hadits tersebut Rasulullah mengqiyaskan 
mencium istri dengan berkumur - kumur, yang keduanya 
sama - sama tidak membatalkan puasa. 

»> 

Qiyas adalah menyamakan (menganalogikan) suatu 


145 



Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


perkara dengan perkara (yang sudah ada ketetapan 
hukumnya) dalam hukum syariat kedua kedua perkara ini 
ada kesamaan illat (pemicu hukum). Menurut ulama ushul 
qiyas adalah, "Memberlkukan suatu hukum yang sudah ada 
nashnya kepada hukum yang tidak ada nashnya berdasarkan 
kesamaan illat. Contoh, Allah mengharamkan khamar karena 
memabukan, maka segala makanan dan minuman yang 
memabukan hukumnya sama dengan khamar yaitu haram. 

Dibanding dengan Ijma', Qiyas lebih banyak 
memberikan pengaruh dalam pengambilan hukum yang 
dilakukan oleh para ulama fiqh. Ijma' disyarakan harus 
disepakai semua ulama di suatu waktu dan tempat tertenu. 
Sementara Qiyas tidak disyaratkan kesepakatan ulama fiqh. 
Masing-masing ulama memiliki kebebasan untuk melakukan 
Qiyas dengan syarat-syarat yang sudah disepakati oleh para 
ulama. 

Kenapa harus ada Qiyas? 

Sebab teks-teks Al-Quran dan Sunnah sangat terbatas, 
artinya tidak keseluruhan masalah disebutkan hukumnya 
satu-satu persatu. Sementara kejadian-kejadian yang 
membutuhkan kepastian hukum syariat dalam kehidupan 
manusia sanga banyak dan setiap hari muncul kejadian- 
kejadian baru. Untuk memecahkan masalah itu diperlukan 
ijihad dari para ulama fiqh. Salah satu methode ijtihad 
tersebut disebut dengan Qiyas. 

Hukum-hukum jual beli misalnya, Al-Quran dan Sunnah 
menyebutkan lebih banyak dibanding dengan soal sewa 
menyewa. Maka para ahli fiqh kemudian melakukan Qiyas 
pada hukum-hukum sewa-menyewa dengan hukum-hukum 
dalam masalah jual beli karena kedua masalah ini memiliki 
kesamaan; dari sisi keduanya adalah transaksi jual beli 
barang dan jasa. 


146 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalal 


1KHTISHAR 

A. Pengertian 

B. Al-Masalih Al-Mursalah 

C. Al-lstidlal 

D. Al-lstish-hab 

E. Saddu Adz-Dzari’ah 

F. Al-lstihsan 

1. Pengertian 

G. Al-'Urf 

1. Pengertian 

2. Jenis 1 Urf & Hukumnya 

3. Contoh Implementasi Al-Urf 

H. Syar'u Man Qablana 

I. Amalu Ahlil Madinah 

J. Qaul Shahabi 


A. Pengertian 

Yang dimaksud dengan sumber-sumber fiqih yang 
mukhtalaf adalah sumber-sumber fiqih selain Al-Quran, As- 
sunnah, lima' dan Qiyas. 

Disebut mukhtalaf (diperselisihkan) karena tidak semua 
mujtahid menjadikan sumber-sumber ini sebagai rujukan 
dalam berijtihad. Sebagain mujtahid menggunakannya 
namun sebagian yang lain tidak menggunakannya. 

Selain disebut sumber yang mukhtalaf, sumber-sumber 


147 




Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


ini juga sering disebut sumber-sumber sekunder, atau 
sumber tambahan. Karena posisinya jauh di bawah sumber 
yang empat dan utama. 

Masing-masing sumber itu adalah Al-Mashalih Al- 
Mursalah, atau juga sering disebut Al-Istishlah, Al-Istish-hab, 
Saddu Adz-Dzariah', Al-Istihsan, Al-'Urf Say'u Man Qablana, 
dan Amalu Ahlil Madinah. 

B. Al-Masalih Al-Mursalah 

Al-Masalih Al-Mursalah dikenal juga 

sebagai al-istishlah (c^^V 1 )/ artinya mengambil hukum suatu 
masalah berdasarkan kemasalahatan (kebaikan) umum, yaitu 
kemasalahatan yang oleh syariat tidak ditetapkan atau 
ditiadakan. Masuk dalam masalah adalah menghindarkan 
kerusakan baik terhadap indifidu atau masyarakat dalam 
banyak bidang. 

Contoh maslahah mursalah adalah Umar bin Khatab 
dimasa kekhilafahannya membuat sebuah instansi untuk 
menangani gaji para pasukan kaum muslimin. Kemudian 
muncul instansi lainnya untuk menangani masalah-masalah 
lainnya. 

Menurut sebagian ulama Mashlahatul Mursalah adalah, 
memelihara maksud Syara' dengan jalan menolak segala 
yang merusakan makhluk. Contohnya, menaiki bis atau 
pesawat ketika melaksanakan ibadah haji walau itu tidak ada 
di zaman Rasulallah tidak tetapi boleh dilakkukan demi 
kemashlahatan ummat. 

Contoh lain, mendirikan sekolah, madrasah untuk 
thalabul ilmi, tegasnya melakukan hal-hal yang berhubungan 
dengan agama walau tidak ada di zaman Nabi boleh kita 
lakukan demi kemashlahatn ummat yang merupakan tujuan 
di syaria'atkanya agama. 

C. Al-lstidlal 


148 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Menurut Ibnu Hazm istidlal adalah, "Mencari dalil dari 
ketetapan-ketetapan akal dan natijah-natijah (kesimpulan) 
atau dari seorang yang lain yang mengetahuinya". 

Menurut ulama lain, Istidlal adalah, "Pertalian antara 
dua hukumtanpa menentukan illat (sebab)nya. Misalnya, 
menentukan batalnya shalat kalau tidak menutup aurat, 
karena menutup aurat merupakan syarat shahnya shalat. 

Contoh lain, haramnya menjual daging babi karena 
termasuk membantu dalam kedurhakaan. 

D. Al-lstish-hab 

Al-Istish-hab adalah, menetapkan hukum yang berlaku 
sekarang atau yang akan datang berdasarkan ketetapan 
hukum sebelumnya karena tidak ada yang merubahnya. 

Misalnya, seseorang telah berwudlu, setelah beberapa 
saat ia ragu-ragu apakah ia sudah batal atau belum, maka 
ketetapan hukum seblumnya yaitu sudah berwudlu bisa 
dijadikan dalil bahwa ia masih puny a wudlu. 

Sebagian ulama menamakan istishhab dengan istilah 
"baraatu adz-dzimmah” 

E. Saddu Adz-Dzari’ah 

Istilah Saddu Dzari'ah ^-) maksudnya adalah 

mencegah sesuatu yang menjadi jalan kerusakan untuk 
menolak kerusakan atau menyumbat jalan yang 
menyampaikan seseorang kepada kerusakan. 

Contoh, diharamkan menanam ganja atau opium untuk 
menutup kerusakan yang akan ditimbulkannya, yaitu orang- 
orang menggunakannya untuk memabukkan. 

Contoh lain, membuat diskotik karena biasanya sebgai 
tempat maksiat dan dosa. 

F. Al-lstihsan 


149 



Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


1. Pengertian 

Al-Istihsan secara bahasa bermakna : 






& , 

As 


Menghitung atau menganggap sesuatu itu baik 

Sedangkan secara istilah di kalangan para ahli ushul, 
istihsan didefinisikan sebagai: 


/* x ^ ^ ' 

Meluruskan sesuatu dari qiyasjali kepada qiyas khafi 




adalah berpindah dari suatu hukum dalam 
pandangannya kepada hukum yang berlawanan karena ada 
suatu yang dianggap lebih kuat, dengan pertimbangan 
hukum yang baru lebih baik karena kondisi dengan tanpa 
mengubah hukum asalnya, jika kondisi normal. 

Contohnya, orang yang mencuri di musim paceklik atau 
musim kelaparan tidak dipotong tangannya karena 
dimungkinkan ia mencurinya karena terpaksa. 

G. Al-’Urf 

1. Pengertian 

Secara bahasa, kata al-'utf bermakna al-khairu ( 
al-ihsanu dan ar-rifqu {33), yang semuanya bermakna 

kebaikan. 17 


17 Kamus Al-Muhith jilid 3 hal. 173 


150 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Sedangkan secara istilah, al-urf bermakna : 

^ * s s 

0 0 . x . ^ > x O J z , 0 \ ' i l ' * i l ' i l i ' 

_g-TL-ws— j ^ 'j'jLvo j ^Lji L* 

>OsO* |0. 0 f |0^ 

-V J 1 J* 3 J 1 


Apa yang menjadi kebiasaan manusia dan mereka melawati 
kehidupan dan muamalat mereka dengan hal itu, baik berupa 
perkataan, perbuatan atau hal yang ditinggalkan. 

Dan terkadang al-'urf ini juga disebut al-'adah (s-^i), atau 
kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat tertentu. 

Ada juga definisi al-urf yang lain, misalnya : 


JUJUl ^LjgSl 4Xa1j j JjJLsdi ^ yLuJ 

J jJLSb 


Apa-apa yang menempati jiwa dari segi logika dan diterima 
oleh tabiat yang sehat. 

2. Jenis 'Urf & Hukumnya 

Para ulama sepakat membagi 'urf ini menjadi dua 
macam, yaitu 'urf yang shahih dan yang fasid. 

a. 'Urf Yang Shahih 

'Urf yang shahih adalah yang tidak menyalahi ketentuan 
akidah dan syariah serta akhlaq yang islami. 

Contoh 'urf yang sesuai dengan syariah Islam adalah 
kebiasaan masyarakat jahiliyah sebelum masa kenabian 
untuk menghormati tamu, dengan memberi mereka 
pelayanan makan, minum dan tempat tinggal. Semua itu 
ternyata juga dibenarkan dan dihargai di dalam syariat Islam. 

Maka para ulama sepakat mengatakan bahwa 'urf yang 
seperti itu dilestarikan dan tidak dihapus, karena sesuai 


151 



Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dengan ajaran Islam, 
b. 'Urf Yang Fasid 

Al-'Urf yang fasid adalah lawan dari yang shahih, yaitu 
al-'urf yang jelas-jelas menyalahi teks syariah dan kaidah- 
kaidahnya. 

Di masa Rasulullah SAW, 'urf seperti ini misalnya 
kebiasaan buruk seperti berzina, berjudi, minum khamar, 
makan riba dan sejenisnya. 

Para ulama sepakat untuk mengharamkan 'urf seperti 
ini, dan mengenyahkannya dari kehidupan kita. 

3. Contoh Implementasi Al-Urf 

a. Fiqih Muamalat 

Di dalam fiqih muamalat, ada beberapa urf yang 
diterima dalam syariat Islam, misalnya kebiasaan orang 
berjual beli tanpa mengucapkan ijab dan kabul secara lisan. 
Padahal di dalam hukum jual-beli, salah satu rukunnya 
adalah ijab dan qabul. 

Namun para ulama sepakat bila di tengah masyarakat 
sudah lazim terjadi jual-beli yang halal, tanpa dicampuri 
dengan akad-akad yang melanggar ketentuan syariah, meski 
tidak dengan mengucapkan ijab kabul secara lisan, jual-beli 
itu dianggap sah. Contohnya pada jual-beli mu'athaah (»u=u*), 
dimana penjual dan pembeli tidak bertemu muka secara 
langsung. 

b. Dalam Perceraian 

Sebagaimana kita tahu bahwa lafadz talak itu ada dua 
macam, sharih dan kina'i. Lafadz sharih adalah lafadz yang 
secara tegas menyebutkan kata talak atau yang searti dan 
tidak bisa diterjemahkan selain talak. Selangkan lafadz kina'i 
adalah lafadz yang sifatnya sindiran, atau bahasa yang 
diperhalus sedemikian rupa, sehingga masih bisa ditafsirkan 


152 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 10: Sumber Fiqih Mukhtalaf 


menjadi lain. 

Misalnya ketika suami berkata kepada 
istrinya/'Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu". Kalimat 
ini masih bersayap, bisa bermakna cerai dan bisa bermakna 
bukan cerai. 

Dalam hal ini, apakah kalimat ini bermakna cerai atau 
tidak, tergantung dari 'urf yang lazim dikenal di suatu 
masyarakat. Bila masyarakat di suatu tempat sudah 
menganggapnya kalimat itu adalah cerai, maka jatuhlah talak 
kepada istri. Dan bila urf di masyarakat itu tidak bermakna 
cerai, maka belum jatuh talak. 

H. Syar'u Man Qablana 

Maksud istilah syar'u man qablana (Ui <> adalah 
syariat umat sebelum nabi Muhammad diutus, namun 
syariat Muhammad tidak menghapusnya dengan jelas. 

Selama tidak nash Al-Quran dan hadis yang menjelaskan 
bahwa syariat itu tidak dihapus maka ia termasuk syariat 
kita. 

I. Amalu Ahlil Madinah 

Asa 

J. Qaul Shahabi 


153 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


Bab 11: ijtihad & Mujtahid 


IKHTISHAR 


A. Pengertian 

1. Bahaso 

2. Istilah 

3. Hubungan Ijtihad dengan Fiqih 

B. Masyru'iyah 

1. Al-Quran 

2. Sunnah 

3. Ijma' 

C. Hukum Ijtihad 

1. Ijtihad Wajib 

2. Ijtihad Sunnah 

3. Ijtihad Makruh 

4. Ijtihad Haram 

D. Mengapa Harus Ada Ijtihad? 

1. Perintah Allah dan Rasulullah SAW 

2. Keterbatasan Al-Quran dan As-Sunnah 

3. Luasnya Bidang Kehidupan 

4. Kritik Hadits 

5. Nasakh dan Mansukh 

6. Dalil Umum dan Khusus 

7. Kontradiksi Dalil 

E. Wilayah Ijtihad 

F. Syarat-syarat Ijtihad 

G. Peringkat Mujtahid 

1. Mujtahid Mutlak Mustaqil 

2. Mujtahid Muthlaq Ghairu Mustaqil 

3. Mujtahid Muqayyad 

4. Mujtahid Tarjih 

5. Mujtahid Fatwa 

6. Muqallid _ 


155 




Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Ijtihad adalah sebuah istilah yang unik dan menarik 
untuk dikaji. Ijithad sering dikonotasikan sebagai 
penggunaan logika dalam beragama, dan diseberangkan 
dengan atsar atau pun sunnah. 

Padahal ijtihad tidak berposisi sebagai lawan dari 
sunnah, justru sebaliknya memahami sunnah dan tentunya 
juga Al-Quran, sangat membutuhkan ijtihad. Sebab ijtihad 
dalam batas-batas tertentu pasti terjadi pada setiap orang 
yang membaca Al-Quran dan sunnah serta ingin menerapkan 
isinya. 

A. Pengertian 

Ijtihad bisa kita detailkan pengertiannya menjadi 
pengertian menurut bahasa dan istilah para fuqaha. 

1. Bahasa 

Secara bahasa, kata ijtihad berasal dari kata dasar ijtahada 
- yajtahidu Akar katanya bersumber dari tiga huruf 

hijaiyah, yaitu ja-ha-da (^~Q. 

Di dalam kamus, kata ini bermakna badzlul juhdi (^' JQ 
yaitu bersungguh-sungguh, atau melakukan sesuatu dengan 
sungguh-sungguh. Atau dalam arti yang lebih lengkap sering 
juga bermakna : 18 


£_LJ L_~Us> ^ jjl qjdj 


0 0 


Mengerahkan kemampuan dan tenaga untuk mendapatkan 


18 Kasyfu Istilahil Fununjilid 1 halaman 198 


156 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


suatu perkara agar sampai kepada yang diupayakan atau 
sampai kepada penghabisannya. 

2. Istilah 

Sedangkan para fuqaha mendefinisikan istilah ijtihad ini 
dengan berbagai ungkapan, sesuai dengan perbedaan mereka 
dalam memahami ijtihad serta ruang lingkupnya. 

Asy-Syaukani dalam Irsyadul Fuhul mendefinisikan 
ijtihad sebagai: 19 




Mengerahkan kekuatan untuk mendapatkan hukum syar'i 
yang bersifatpraktek dengan metode istimbath. 

Sedangkan Al-Amidi membuat definisi ijtihad yang lebih 
rinci lagi : 20 


. . S s * fi5 ^ 0 

/ . / j) 5 j) . g v / O S . . it O s i , S 0 

jji j£^j\ 

/ / o , a 

0,S O t ^ Jo St . t>*t X J OS 

aAp djJJJ ( j£- y^rodi II i y* A^rJ 


Mengabiskan segenap kemampuan dalam rangka 
mendapatkan dugaan atas sesuatu dari hukum-hukum 
syar'iyah pada satu pendapat, dimana jiwa telah merasa 
cukup atas hal itu. 

Dr. Dr. Alauddin Husein Rahhal, dalam kitabnya, 
Ma'alim wa Dhawabithul Ijtihad Inda Asy-Syaikh Al-Imam Ibnu 
Taymiyah, menuliskan tentang definisi ijtihad : 21 


19 Irsyadul Fuhul li Asy-Syaukani 

20 Al-lhkam fi Ushulil Ahkam jilid 4 halaman 396 

21 Ma'alim wa Dhawabithul Ijtihad Inda Asy-Syaikh Al-Imam Ibnu Taymiyah, Dr. Alauddin 
Husein Rahhal, halaman 59 


157 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


J? 0 0 0 ^ S S& > 0 

LIaP 4 4_JLaJl ry> aSIJsJI J Pj 

&j! jirU^s oily oir 


Mengabiskan segenap kekuatan yang dilakukan seorang ahli 
fiqih dalam rangka mendapatkan hukum syar'i dan 
implementasinya, baik secara logika atau naql, dengan hasil 
yang qathil atau dzanni. 

3. Hubungan Ijtihad dengan Fiqih 

Dengan definisi di atas, maka antara ijtihad dan fiqih 
punya kaitan yang erat dan saling berhubungan. Fiqih adalah 
ilmu, sedangkan ijtihad adalah bentuk pekerjaan yang 
dilakukan untuk mendapatkan ilmu fiqih. Hal itu mengingat 
bahwa definisi fiqih adalah : 22 




’’Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah 
(perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci,” 

Kalau boleh diibaratkan, ilmu pertanian adalah ilmu 
fiqih, maka kegiatan bertani seperti membajak sawah, 
mencangkul, menanam, menyemprot obat, atau memanen 
hasilnya adalah kegiatan berijtihad. 

Perbedaannya, seorang petani yang baik adalah mereka 
yang mengerti seluk-beluk ilmu pertanian, agar bisa 
mendapatkan hasil pertanian yang maksimal. Sedangkan 
mahasiswa fakultas pertanian mungkin menguasai berbagai 
teori pertanian, namun belum tentu mampu menanam. 

B. Masyru'iyah 


22 Al-Bahrul Muhith oleh Az-zarkasyi jilid 1 halaman 21 


158 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


Melakukan ijtihad adalah perbuatan yang disyariatkan di 
dalam agama Islam, lewat Al-Quran, sunnah dan ijma' para 
ulama. Bahkan merupakan sebuah keniscayaan yang tidak 
bisa dielakkan. 

1. Al-Quran 

Perintah untuk melakukan ijtihad di dalam Al-Quran 
ditegaskan di dalam ayat berikut: 


4J1JI iiljl dJ-Jj bJjil lij 

0# * s 


Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu 
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara 
manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, 
dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak 
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. (QS. 
An-Nisa': 105) 

Ijtihad itu pada dasarnya menggunakan akal dan nalar 
dalam memahami Quran dan Sunnah. Di dalam Al-Quran 
sesungguhnya banyak sekali perintah atau anjuran Allah 
SWT untuk berpikir dan menggunakan akal atau nalar, 
misalnya: 


?jjis ob'y dJJy ^ ji 

Sesungguhnya di dalamnya ada tanda-tanda bagi kaum yang 
berfikir (QS. Az-Zumar : 42) 


' * 0 0 ^ 55 

^ ob'y dJJy oj. 

Sesungguhnya di dalamnya ada tanda-tanda bagi kaum yang 
berakal (QS. Ar-Ruum : 24) 


159 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


2. Sunnah 

Di dalam hadits Nabi SAW secara tegas disebutkan kata 
ijtihad yang dilakukan oleh seorang hakim dalam 
memutuskan perkara, dimana seorang mujtahid tidak bisa 
dipersalahkan. 


^^1® t_pC/=>li 

>1 fcl P 


Bila seorang hakim memutuskan suatu berkara, lalu dia 
berijtihad dan benar ijtihadnya, dia mendapat dua pahala. 
Dan bila dia salah, mendapat satu pahala. (HR. Abu Daud) 

Dan yang paling masyhur dari semua hadits tentang 
dasar masyru'iyah berijtihad adalah hadits Muadz bin Jabal 
radhiyallalnianhii, ketika Rasulullah SAW mengutusnya untuk 
menjadi pemimpin di negeri Yaman. Sebuah negeri yang saat 
itu belum menjadi negeri Arab dan penduduknya memeluk 
agama nasrani. 


N ' ' ' ' ® 

AUl i (JlS ? dJ-S (j/ 3 lij 

s s s ~ s s s S 

jj§| auI Jj ; JlS V amI L.plsS' ^ aJ (jL® ; JlS. 

V awI awI J 4-u-* tj Aso jv-S ijLj ; JlS 

/ / ^ ^ i ^ / / £ j ^ / / 

Jli J fljW/3 j||| aMI i_p J « /g - . jJT Agj^r-I ! (JlS 


All ^ ^ 


I 


Dari Muaz bin Jabal radhiyallahuanhu berkata bahwa Nabi 
bertanya kepadanya," Bagaimana engkau memutuskan 
perkara jika diajukan orang kepada engkau? Muaz menjawab, 
saya akan putuskan dengan kitab Allah. Nabi bertanya 


160 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


kembali, bagaimana jika tidak engkau temukan dalam kitab 
Allah?, Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab 
Muaz. Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau 
dapatkan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam 
Kitab Allah? Muaz menjawab, saya akan berijtihad dengan 
pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka 
Rasulullah SAW menepuk dadanya seraya bersabda, "Segala 
puji bagi Allah yang telah menyamakan utusan dari utusan 
Allah sesuai dengan yang diridhai Rasulullah (HR Abu Daud) 

Bahkan selain para shahabat, Rasulullah SAW sendiri 
seringkali melakukan ijtihad, yaitu ketika tidak turun ayat 
Al-Quran yang menjadi penjelasan dari Allah SWT lew at 
Jibril alahissalam. Di antaranya adalah tentang keputusan 
perlakuan terhadap pasukan musuh yang sudah lemah di 
penghujung perang Badar. Para shahabat bertanya apakah 
perang diakhiri saja dan musuh-musuh itu dibiarkan hidup 
namun ditawan, ataukah perang diteruskan dan semua 
musuh itu dibunuh sampai mati. 

Karena tidak ada ketetapan dari Allah SWT, maka beliau 
SAW berijtihad, dan juga menggelar musyarawah dengan 
para shahabat. Setelah keputusan diambil dan ijtihad telah 
ditetapkan oleh beliau SAW, barulah kemudian turun ayat 
Al-Quran yang mengangulir hasil ijtihad nabi dan 
musyawarah para shahabat. 

3. Ijma' 

Seluruh ulama sepakat bahwa ijtihad adalah sebuah 
pekerjaan yang disyariatkan dalam agama, bahkan 
diwajibkan buat mereka yang telah memenuhi syarat ijtihad 
untuk melakukannya. 

Sebab tanpa ijtihad maka agama menjadi tidak bisa 
dijalankan, sementara Al-Quran dan sunnah puny a 
keterbatasan. Sebaliknya, masalah selalu bermunculan di 
tengah umat seiring dengan perluasan negeri Islam dan 
semakin majemuknya pemeluk agama Islam. 


161 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Maka ijtihad adalah sebuah keniscayaan yang harus 
dilakukan, namun ijtihad akan menjadi bumerang bila 
dilakukan oleh mereka yang tidak punya kapasitas dan ilmu 
tentangnya. 

C. Hukum Ijtihad 

Para ulama membagi hukum ijtihad menjadi beberapa 
macam, ada yang wajib, sunnah, makruh dan haram. Tiga 
hukum yang pertama terjadi pada seorang yang memang 
telah memiliki kelengkapan untuk berijtihad dengan 
memenuhi semua persyaratannya. Dengan yang terakhir 
adalah ijtihad yang dilakukan oleh orang yang tidak punya 
kapasitas untuk melakukannya. 

1. Ijtihad Wajib 

Ijtihad wajib dilakukan oleh seorang mujtahid 

2. Ijtihad Sunnah 

jkh 

3. Ijtihad Makruh 

11 

4. Ijtihad Haram 

Ijtihad yang haram adalah ijtihad yang dilakukan bukan 
oleh orang yang telah memiliki semua ketentuan dan 
persyaratan dalam berijtihad. 

Ibarat seorang dokter gadungan yang menyamar 
menjadi dokter, dengan nekat melakukan berbagai operasi 
pembedahan pada tubuh pasien yang lugu. Maka yang 
dilakukannya adalah tindakan makar dan jahat yang 
diharamkan dalam syariah. 

Seorang yang tidak punya ilmu tentang ijtihad, haram 
baginya melakukan ijtihad sendiri, baik untuk kebutuhan 
sendiri apalagi untuk orang lain. Yang harus dilakukannya 


162 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


adalah belajar terlebih dahulu seluruh ilmu-ilmu tentang 
ijtihad, sebelum memberi fatwa. Dan dalam keadaan tidak 
punya syarat atau kapasitas dalam berijtihad, yang boleh dia 
lakukan adalah mengikuti hasil ijtihad para ulama yang ahli 
di bidangnya. 

Termasuk ijtihad yang haram dilakukan adalah 
melakukan tasykik, yaitu memasukkan keraguan ke dalam 
hati orang lain atas hal-hal yang terkait prinsip akidah yang 
mendasar. Misalnya pemikiran para zindiq yang mengaku 
berijtihad tentang kemungkinan kebenaran agama selain 
Islam. 

Sesungguhnya yang mereka lakukan bukan ijtihad 
melainkan tadhlil atau penyesatan dan tahrif atau 
penyelewengan aqidah Islam. 

D. Mengapa Harus Ada Ijtihad? 

Mungkin pertanyaan ini adalah pertanyaan yang paling 
sering terlontar dari benak banyak orang. Dan boleh jadi para 
pembaca pun juga punya pertanyaan demikian. 

Kalau Al-Quran merupakan kitab yang sudah lengkap, 
tidak ada sesuatu masalah pun yang tertinggal, kecuali telah 
ada disebutkan di dalamnya, lalu mengapa masih harus ada 
lagi ijtihad? Bukankah Allah SWT telah menjamin hal itu? 


^ & 




Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (Al- 
Quran). (QS. Al-An’am : 38) 

Lalu kenapa masih harus ada ijtihad lagi? 

Dan kalau Rasulullah SAW telah mewariskan dua 
perkara, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah, yang selama kita 
berpegang teguh pada keduanya, dijamin kita tidak akan 


163 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


sesat untuk selama-lamanya, lalu kenapa pula masih harus 
ada ijtihad? 

Untuk menjawab semua pertanyaan di atas, marilah kita 
bahas satu per satu. 

1. Perintah Allah dan Rasulullah SAW 

Melakukan ijtihad adalah salah satu di antara sekian 
banyak perintah Allah dan Rasul-Nya kepada umat Islam, 
bukan semata-mata inisiatif dan keinginan hawa nafsu. 

Di dalam Al-Quran Allah SWT memerintahkan manusia 
untuk menggunakan nalar, logika dan akalnya dalam 
memahami perintah-perintah Allah. 

(»jJlS ob'y d-i-ta ^ Oj 

Sesungguhnya di dalamnya ada tanda-tanda bagi kaum yang 
berfikir (QS. Az-Zumar : 42) 


' * 0 0 ^ 55 

^ jJLi ob'y dJ-ta ^ Oj 


Sesungguhnya di dalamnya ada tanda-tanda bagi kaum yang 
berakal (QS.Ar-Ruum : 24) 

Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan para 
shahabatnya untuk berijtihad. Kepada Muadz bin Jabal 
radhiyallahuanhu Rasulullah SAW berijtihad kala beliau SAW 
mengutusnya ke negeri Yaman. 


N / / ' ' ' 0 

dh t_pldxj : Jli ? (.Chi d-i -5 ^jh^h*" 04^ 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


Jli J fljwL/3 j||| AWl j - . jJ I <_£lj 1 Jli 

N * O f s S a S S ' } S S ', .* * ^ 0 ^ 

aM^ J j JJ ( 3^3 i_£ASl aU wLo^i-l ! 


Dari Muaz bin Jabal radhiyallahuanhu berkata bahwa Nabi 
bertanya kepadanya, "Bagaimana kamu memutuskan perkara 
jika diajukan orang kepada engkau?”. Muaz menjawab,”Aku 
putuskan dengan kitabullah”. “Bila tidak kamu temukan dalam 
kitabullah?”, tanya Nabi lagi. “Aku putuskan dengan sunnah 
Rasulullah”, jawab Muaz. “Jika tidak kamu dapatkan dalam 
sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah?” Muaz 
menjawab/Aku akan berijtihad dengan pemikiran say a dan 
saya tidak akan berlebih-lebihan”. Maka Rasulullah SAW 
menepuk dadanya seraya bersabda/'Segala puji bagi Allah 
yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah sesuai 
dengan yang diridhai Rasulullah. (HR Abu Daud) 

Bahkan selain para shahabat, Rasulullah SAW sendiri 
seringkali melakukan ijtihad, yaitu ketika tidak turun ayat 
Al-Quran yang menjadi penjelasan dari Allah SWT lew at 
Jibril alahissalam. Di antaranya adalah tentang keputusan 
perlakuan terhadap pasukan musuh yang sudah lemah di 
penghujung perang Badar. Para shahabat bertanya apakah 
perang diakhiri saja dan musuh-musuh itu dibiarkan hidup 
namun ditawan, ataukah perang diteruskan dan semua 
musuh itu dibunuh sampai mati. 

Karena tidak ada ketetapan dari Allah SWT, maka beliau 
SAW berijtihad, dan juga menggelar musyarawah dengan 
para shahabat. Setelah keputusan diambil dan ijtihad telah 
ditetapkan oleh beliau SAW, barulah kemudian turun ayat 
Al-Quran yang mengangulir hasil ijtihad nabi dan 
musyawarah para shahabat. 

2. Keterbatasan Al-Quran dan As-Sunnah 

Meski Al-Quran adalah kitab yang lengkap dan tidak 
ada satupun masalah yang terlewat, namun bukan berarti Al- 


165 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Quran adalah sebuah ensikopedi umum yang memuat materi 
apa saja. 

Kenyataannya bila dibandingkan dengan Ensiklopedi 
Britanica, jumlah ayat Al-Quran terlalu sedikit, karena hanya 
berkisar 6.000-an ayat saja. Encyclopedia Britannica 2010 
memuat artikel dan gambar hingga sekitar 100.000 item, dan 
tebalnya mencapai 32 jilid. 

Tetapi sekali lagi adalah keliru kalau kelengkapan materi 
Al-Quran itu kita bayangkan seperti kelengkapan sebuah 
ensiklopedi. Kelengkapan Al-Quran itu maksudnya adalah 
bahwa Al-Quran memasuki banyak ranah kehidupan, di luar 
dari yang biasanya dikenal orang, pada kitab-kitab suci 
terdahulu. 

Al-Quran bicara tentang banyak hal dalam kehidupan 
manusia, baik individu maupun sosial. Tetapi Al-Quran 
bukan ensiklopedi yang membahas satu per satu tiap titik 
masalah. 

Kalau memang Al-Quran hanya bicara sekilas, lalu 
bagaimana cara manusia bisa memahami detail-detail 
ketentuan dan kemauan Allah SWT? 

Jawabnya adalah diutusnya Rasulullah SAW ke dunia 
sebagai penjelas dari Al-Quran, sekaligus untuk menjadi 
contoh hidup dari Al-Quran. Persis seperti komentar istri 
beliau SAW, Aisyah radhiyallahuanha, tatkala ditanya 
tentang akhlaq beliau SAW. 


jljlfT 


Akhlaq beliau adalah Al-Quran. (HR.) 

Namun kalau dijumlah secara total, tetap saja jumlah 
hadits nabawi itu terbatas. Apalagi kalau kita batasi pada 
yang sudah dishahihkan secara paten dan disepakati oleh 
para ulama hadits. 


166 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


Imam Al-Bukhari hanya menyelesaikan 7 ribuan hadits 
di dalam kitab Ash-Shahihnya, dengan pengulangan- 
pengulangan hadits berkali-kali pada beberapa bab. Konon, 
seandainya hadits-hadits itu tidak diulang-ulang, jumlahnya 
hanya sekitar 4 ribuan saja. 

Sedangkan hadits-hadits yang telah dishahihkan oleh 
Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih beliau juga terbatas 
pada sekitar 4 ribuan hadits, dengan ketentuan hadits-hadits 
itu tidak terulang-ulang dan telah disepakati keshahihannya 
oleh para ulama. 

Kalau kita teliti, rupanya hadits yang telah tercantum di 
dalam Shahih Bukhari cukup banyak yang juga tercantum di 
dalam Shahih Muslim, sehingga kita tidak bisa mengatakan 
bahwa jumlah hadits shahih di dunia ini menjadi 8 ribu butir. 

Tetapi juga tidak benar kalau kita katakan bahwa hadits 
yang shahih itu hanya terbatas pada kedua kitab Shahih itu 
saja. Tentu masih banyak lagi hadits-hadits yang shahih, 
meski tidak tercantum pada kedua kitab itu. 

Akan tetapi meski demikian, tetap saja jumlah hadits- 
hadits yang sudah dishahihkan secara paten dan disepakati 
keshahihannya oleh para ulama memang terbatas. Kalau pun 
kita katakan ada 100 ribu hadits misalnya, maka jumlah itu 
tentu sangat kurang untuk bisa menjawab semua persoalan 
manusia sepanjang zaman, terhitung sejak masa Nabi SAW 
hidup hingga datangnya hari kiamat nanti. 

Sebab persoalan hidup manusia selalu bermunculan, 
dimana mereka hidup di berbagai zaman dan peradaban 
yang juga berbeda-beda. Selalu muncul fenomena baru di 
tengah umat manusia. 

Padahal ayat Al-Quran sudah berhenti turun, dan hadits 
nabawi sudah tidak mungkin lagi bertambah. Lalu apakah 
cukup ayat dan hadits warisan itu untuk menjawab semua 
problematika hukum syariah yang ada? 


167 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Jawabnya tentu tidak cukup, kalau kita hanya berpikir 
sekilas. 

3. Luasnya Bidang Kehidupan 

Di masa Rasulullah SAW dan para shahabat, barangkali 
belum sama sekali terbayang bahwa agama Islam akan 
tersebar ke luar batas-batas negeri Arab, bahkan 
menyeberangi benua dan lautan. Agama yang awalnya 
hanya dipeluk oleh beberapa gelintir orang di Mekkah, 
dalam rentang kurang dari seratus tahun kemudian menjadi 
agama nomor satu terbesar yang dipeluk berjuta umat 
manusia. 

Ketika Umar bin Al-Khattab radhiyallahuan.hu memegang 
tongkat khilafah, Islam menyebar ke tiga imperium besar 
dunia, Romawi, Persia dan Mesir. Berbeda dengan keadaan 
Mekkah Madinah yang terletak di tengah gurun pasir jazirah 
Arabia, keadaan sosio kultural dan sosial politik di negeri- 
negeri itu jauh lebih berkembang, maju, dinamis dan penuh 
inovasi. Bidang kehidupan umat manusia pun semakin hari 
semakin luas dan dinamis. 

Sehingga teks-teks baku yang terdapat pada dua sumber 
agama tidak akan bisa menjawab secara langsung apa adanya 
semua masalah itu. 

Sebenarnya tanda-tanda akan semakin dinamis dan 
jauhnya teks-teks Al-Quran dan As-Sunnah dari realitas 
kehidupan masyarakat dunia sudah diisyaratkan oleh 
Rasulullah SAW sendiri. Ketika beliau SAW menguji 
shahabatnya saat diutus ke Yaman dengan pertanyaan, 


? A)l ^>bS" j y'* All J 




’’Dengan apa kamu putuskan perkara di antara mereka hila 
tidak ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah?”. 


168 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


Pertanyaan ini bukan sekedar menguji main-main, 
melainkan sebuah pertanyaan yang mengandung pernyataan 
sekaligus. Intinya, Rasulullah SAW menegaskan bahwa akan 
ada banyak perkara yang secara eksplisit tidak terdapat di 
dalam Al-Quran dan As-Sunnah di dalam kehidupan ini. 

Dan saat itulah dibutuhkan tindakan ijtihad, yang pada 
intinya tetap berpegang teguh kepada kedua sumber agama, 
Al-Quran dan As-Sunnah, namun dicarikan kesamaan 'illat 
yang tepat dan mendekati kebenaran antara dalil-dalil syar'i 
dengan realitas yang ada. 

Karena itulah tindakan menolak ijtihad sesungguhnya 
adalah tindakan mustahil, sebab teks-teks syariah itu akan 
terbata-bata ditinggal oleh perkembangan zaman. Ijtihad 
para ulama itulah yang membuat Al-Quran dan As-Sunnah 
menjadi serasa baru dan segar. 

4. Kritik Hadits 

Pada dasarnya, meneliti keshahihan suatu hadits tidak 
lain dan tidak bukan adalah bagian dari ijtihad. Di masa lalu, 
para mujtahid sudah bisa dipastikan adalah juga seorang ahli 
hadits yang keahliannya termasuk meneliti dan mengkritik 
hadits. Dengan kata lain, studi kritik hadits (naqd hadits) 
adalah bagian dari ijtihad yang mutlak harus dilakukan oleh 
semua mujtahid dan ahli fiqih. 

Seorang Abu Hanifah rahimahullah bukan saja ahli fiqih 
melainkan beliau juga seorang ahli di bidang kritik hadits. 
Beliau amat terkenal sangat ketat dalam menyeleksi hadits, 
sehingga bila beliau tidak berada pada posisi amat sangat 
yakin akan keshahihan hadits, tidak akan pernah dijadikan 
sebagai dasar dalam ijtihad. 

Demikian juga Al-Imam Malik rahimahullah, meski beliau 
pendiri mazhab Maliki yang terkenal itu, namun pada 
hakikatnya beliau adalah seorang ahli hadits yang amat 
paten dan kampiun. Beliau sendiri punya kitab Al- 


169 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Muwaththa', yang di zamannya adalah kitab hadits paling 
populer dan paling tinggi kedudukannya. 

Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah juga seorang ahli 
hadits, dimana beliau punya kitab karya di bidang ilmu 
hadits dan kritik hadits. Pengembaraan beliau ke hampir 
seluruh jagad dunia Islam membuktikan bahwa beliau selain 
ahli fiqih, juga seorang ahli hadits. Bahkan di usia 15 tahun 
beliau sudah menghafal luar kepala kitab Al-Muwaththa' 
karya guru beliau, Al-Imam Malik. 

Al-Imam Bukhari dan Al-Imam Muslim adalah dua 
orang ahli hadits di masa berikutnya, dimana kedua 
bermazhab Asy-Syafi'iyah. 

Sedangkan Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah 
bahkan lebih dikenal sebagai ahli hadits ketimbang ahli fiqih 
dalam beberap persolaan. Musnad Ahmad adalah salah satu 
nama yang akrab dikenal sebagai karya beliau sebagai ahli 
hadits. 

5. Nasakh dan Mansukh 

6. Dalil Umum dan Khusus 

7. Kontradiksi Dalil 

E. Wilayah Ijtihad 

F. Syarat-syarat Ijtihad 

G. Peringkat Mujtahid 

Seseorang layaknya mengetahui tingkatan-tingkatan ahli 
fiqh ketika mengambil salah satu fatwa atau pendapat dalam 
masalah fiqh, agar bisa membedakan antara pendapat- 
pendapat yang bertentangan. Kemudian mentarjih atau 
menguatkan salah satu dari pendapat-pendapat itu. Adapun 
tingkatan ahli fiqh ada enam hngkatan yaitu : 


170 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


1. Mujtahid Mutlak Mustaqil 

Mujthaid mutlak sering juga disebut mujtahid mustaqil 
(independen). Hal itu karena mereka tidak bertaqlid kepada 
mahzab lainnya manapun, karena kedudukan mereka yang 
justru berada pada puncaknya. Sebaliknya, justru semua 
mujtahid baik yang sezaman atau yang sesudahnya, malah 
menyandarkan banyak hal kepada hasil kaidah dan ijtihad 
para mujtahid mutlak. 

Mereka adalah para ahli ijtihad yang sudah sampai ke 
level ekspert dan mampu membuat kaidah sendiri dalam 
membuat kesimpulan-kesimpulan hukum fiqh. Dan ketika 
berfatwa terhadap suatu masalah, mereka menggunakan 
kaidah-kaidah yang telah mereka temukan sendiri hasil dari 
pemahamannya yang mendalam terhadap Al-Quran dan As- 
Sunnah. 

Namun level mujtahid seperti ini amat jarang kita 
temukan. Sepanjang sejarah, jumlah mereka kurang lebih 
hanya sekitar 10-an orang saja. Dan sayangnya, tidak semua 
mazhab mereka kekal di atas bumi ini. Kebanyakannya mati 
dan hilang begitu saja ditelan sejarah. 

Yang tersisa hingga hari ini dengan eksis hanya empat 
saja, yaitu para imam Madzhab yang empat: 

■ Al-Imam Abu Hanifah 

■ Al-Imam Malik 

■ Al-Imam Asy-syafi'i 

■ Al-Imam Ahmad bin Hanbal. 

Ibnu Abidin menamakan tingkatan ini dengan, tingkatan 
Mujtahid dari segi Syari'at. 

2. Mujtahid Muthlaq Ghairu Mustaqil 

Mujtahid Adalah seseorang yang memenuhi criteria 
sebagai seorang mujahid mustaqil, akan tetapi ia tidak 
membuat kaidah-kaidah sendiri dalam menyimpulkan 


171 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


masalah-masalah fiqhnya, ia memakai kaidah-kaidah yang 
dipakai oleh para imam Madzhab dalam berijtihadnya. 

Inilah yang disebut muthlaq muntashib tidak mustaqil, 
seperti para murid imam Madzhab 

a. Mazhab Al-Hanafiyah 

diantaranya, Abi Yusuf, Muhammad, Zufar dari 
kalangan madzhab Al-Hanafiyah. 

b. Mazhab Al-Malikiyah 

Ibnu Al-Qasim, Asyhab, dan Asad Ibnu Furat dari 
kalangan Madzab Al-Malikiyah. 

c. Mazhab Asy-Syafi'iyah 

Al-Buwaiti, A1 Muzani dari kalangan madzhab Asy- 
Syafi'iyah. 

d. Mazhab Al-Hanabilah 

Abu Bakar Al-Atsram, Abu Bakar Al-Marwadzi dari 
kalangan Madzhab Al-Hanabilah. 

Inilah yang Ibnu Abidin namakan, tingkatan Mujtahid 
dalam Madzhab. Mereka mampu mengeluarkan atau 
membuat kesimpulan hukum dalam maslah fiqh berdasarkan 
dalil yang merujuk kepada kaidah yang digunakan oleh 
guru-guru mereka, walau kadang suka berbeda dalam 
bebarapa hal dengan gurunya, akan tetapi ia mengikuti 
gurunya dalam kaidah-kaidah pokoknya saja. 

Dua tingkatan mujtahid di atas sudah tidak ada pada 
zaman sekarang. 

3. Mujtahid Muqayyad 

Adalah seseorang yang berijtihad dalam masalah- 
masalah yang tidak ada nashnya (keterangannya) dalam 
kitab-kitab madzhab 


172 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


a. Mazhab Al-Hanafiyah 

Di antaranya seperti, Al-Hashafi, Al-Thahawi, Al- Kurhi, 
Al-Halwani, As-Syarakhsi, Al-Bazdawi dan Qadli Khan dari 
kalangan madzhab Al-Hanafiyah. 

b. Mazhab Al-Malikiyah 

Dari kalangan Madzab Al-Malikiyah. Misalnya Al- 
Abhari, Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani. 

c. Mazhab Asy-Syafi'iyah 

Dari kalangan mazhab ini antara lain misalnya Abi Ishaq 
Al-Syiraji, Al-Marwadzi, Muhammad bin Jarir, Abi Nashr, 
Ibnu Khuzaimah dari kalangan Madzhab Al- Syafi'iyah. 

d. Mazhab Al-Hanabilah 

Dari kalangan mazhab ini antara lain seperti Al-Qadli 
Abu Ya'la, Al-Qadli Abi Ali bin abi Musa. 

Mereka semua disebut para imam Al-Wujuh, karena 
mereka dapat meyimpulkan suatu hukum yang tidak ada 
nashnya dalam kitab madzhab mereka, dinamakan Wajhan 
dalam madzhab (satu segi dalam madzhab) atau satu 
pendapat dalam madzhab, mereka berpegang kepada 
madzhab bukan kepada Imamnya (gurunya), hal ini tersebar 
dalam dua madzhab yaitu, Al-Syafi'iyah dan Al-Hanabalah. 

4. Mujtahid Tarjih 

Adalah mereka yang mampu mentarjih (menguatkan) 
salah satu pendapat dari satu imam madzhab dari pendapat- 
pendapat madzhab imam lain, atau dapat mentarjih 
pendapat salah satu imam Madzhab dari pendapat para 
muridnya atau pendapat imam lainnya. Berari la hanya 
mengambil satu riwayat dari beberapa riwayat saja, seperti, 

a. Mazhab Al-Hanafiyah 

Yang termasuk mujtahid tarjih dari kalangan mazhab Al- 


173 



Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Hanafiyah antara lain Al—Qaduri dan Al-Murghainani, 
penulis kitab Al-Hidayah. 

b. Mazhab Al-Malikiyah 

Yang termasuk mujtahid tarjih dari kalangan mazhab Al- 
Malikiyah di antranya adalah Al-Imam Al-Khalil. 

c. Mazhab Asy-Syafi'iyah 

Yang termasuk mujtahid tarjih dari kalangan mazhab As- 
Syafi'iyah antara lain misalnya Al-Imam Ar-Rafi'i dan Al- 
Imam An-Nawawi. 

d. Mazhab Al-Hanabilah 

Yang termasuk mujtahid tarjih dari kalangan mazhab Al- 
Hanabilah antrara lain misalnya Al-Qadli Alauddin Al- 
Mardawi dan juga Abu Al-Khattab Mahfudz bin Ahmad Al- 
Kalwadzani Al-Bagdadi. 

5. Mujtahid Fatwa 

Mujtahid fatwa adalah seseorang yang senantiasa 
mengikuti salah satu madzhab, mengambil dan memahami 
masalah-masalah yang sulit ataupun yang mudah, dapat 
membedakan mana pendapat yang kuat dari yang lemah, 
mana pendapat yang rajih dari yang marjuh, akan tetapi 
mereka lemah dalam menetapkan dalil dan mengedit dalil- 
dalil qiyasnya. 

Di antara mereka misalnya para imam pengarang matan- 
matan yang terkamuka dari kalangan imam mutaakhir 
(belakangan), seperti pengarang Al-Kanzu (Kanzul Ummal), 
pengarang Al-Durur Al-Mukhtar, pengarang Majma' Al- 
Anhar dari kalangan Al-Hanafiyah, serta tidak lupa seperti 
Ar-Ramli dan Ibnu Hajar dari kalangan Al-Syafi'iyah. 

6. Muqallid 

Adalah mereka yang tidak mampu melakukan hal-hal di 
atas, seperti membedakan mana yang kuat mana yang lemah, 


174 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 11 : Ijtihad & Mujtahid 


ia hanya bisa mengikuti pendapat-pendapat ulama yang ada. 

Jumhur ulama tidak membedakan anatara mujtahid 
muqayyad dan mujtahid takhrij, tetapi Ibnu Abidin 
menjadikan mujtahid takhrij sebagai tingkatan yang keempat 
setelah mujtahid muqoyyad, ia memberikan contoh Al-Razi 
Al-Jashash (wafat th. 370) dan yang semisalnya. 

7. Tabel 

Untuk mudahnya dalam menghafal para mujtahid dari 
tiap mazhab dan peringkat-peringkatnya, silahkan lihat tabel 
di bawah ini: 

a. Mujtahid Mutlak 


Hanafi 

Maliki 

Syafi’i 

Hambali 

Al-lmam Abu Hanifah 

Al-imam Malik 

Al-lmam Asy-Syaf i 

Al-lmam Ahmad bin 
Hanbal 

b. Mujtahid Mutlak Ghairu Mustaqil 

Hanafi 

Maliki 

Syafi’i 

Hambali 

Abi Yusuf Muhammad 
Zufar 

Ibnu Al-Qasim 

Asyhab 

Asad Ibnu Furat 

Al-Buwaiti 

Al-Muzanni 

Abu Bakar Al-Atsram 

Abu Bakar Al- 
Marwadzi 

c. Mujtahid Muqayyad 

Hanafi 

Maliki 

Syafi’i 

Hambali 

Al-Hashafi 

Al-Thahawi 

Al- Kurhi 

Abhari 

Ibnu Abi Zaid Al- 
Qairawani 

As-Syiraji 

Al-Marwadzi 

Muhammad bin 

Al-Qadli Abu Ya’la 

Al-Qadli Abi Ali bin 
Abi Musa. 


175 






Bab 11: Ijtihad & Mujtahid 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Al-Halwani 


Jarir 


As-Syarakhsi 


Abi Nashr 


Al-Bazdawi Qadli Khan 


Ibnu Khuzaimah 



d. Mujtahid Tarjih 


Hanafi 

Maliki 

Syafi’i 

Hambali 

Al-Qaduri 

Al-Murghainani 

Imam Al-Khalil 

Al-Rafi’i, Al- 
Nawawi 

Al-Qadli Alauddin Al- 
Mardawi 

Al-Kalwadzani 

Al-Bagdadi 


e. Mujtahid Fatwa 


Hanafi 

Maliki 

Syafi’i 

Hambali 

Penulis Kanzul Ummal 

Penulis Al-Durur 

Mukhtar 

Penulis Majma’ Al- 
Anhar 


Ar-Ramli 

Ibnu Hajar 



176 






Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


Bab 12: Istilah Dalam Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Istilah Hukum 

1. Hukum Taklif 

2. Hukum Wadh'i 

B. Istilah Ushul 

1. Umum dan Khusus (aam dan khas) 

2. Muthlaq dan Muqayyad 

3. Mujmal dan Mubayyan 

4. Manthuq dan Mafhum 

C. Istilah dalam llmu Fiqih 

1. Ijtihad 

2. Ittiba’ 

3. Taqlid 

D. Istilah Fiqih Madzhab 

1. Istilah dalam madzhab Hanafi 

2. Istilah dalam Mazdhab Maliki 

3. Istilah Madzhab Syafi'i 

4. Istilah Madzhab Hanbali 


Ulama fiqih membunyai istilah-istilah tertentu yang 
sering digunakan dalam kitab-kitab mereka, diantaranya : 

A. Istilah Hukum 

1. Hukum Taklif 
a. Fardhu 

Adalah apa-apa yang dituntut untuk dikerjakan oleh 


177 




Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


agama dengan tuntutan yang pasti dan hams, dengan dalil 
qath'I (pasti), Contohnya, rukun Islam yang lima, yang 
terdapat dalam al-Quran dan Sunnah mutawatirah, atau 
sesuatu yang termasyhur seperti membaca Al-Quran dalam 
shalat. Maka jika hukum yang fardlu diberi pahala jika 
dikerjakan, dan disiksa jika ditinggalkan dan dihukumi kafir 
jika meninggalkannya. 

b. Wajib 

Adalah apa-apa yang dituntut untuk dikerakan oleh 
agama dengan tuntutan yang keras, dengan dalil yang dzan 
(tidak pasti), seperti, wajibnya zakat fitrah, shalat witir 
dengan dalil dari hadits ahad (tidak mutawatir).. Menurut 
qaidah lain, sesuatu yang diberi pahala jika dikerjakan, dan 
disiksa jika ditinggalkan dan tetapi tidak dihukumi kafir jika 
meninggalkannya. Jumhur ulama menyamakan antara wajib 
dan fardlu kecuali Madzhab Al-Hanafiyah 

c. Al-Mandub atau Sunnah 

Apa-apa yang dituntut untuk dikerjakan oleh syara' 
tetapi tidak dengan keras, atau apa-apa yang diberi pahala 
ketika mengerjakannya tetapi tidak disiksa jika 
meninggalkanya. Contohnya, menulis perjanjian utang, 
sahalat sunnah rawatib, puasa sunnah dan lainnya. Para 
ulama menamakan mandub dengan nafilah, mustahab, 
tatawu', muragab fihi, ihsan dan hasan, kecuali Al- 
Hanafiyah, beliau membagi mandub kepada mandub 
muakkad seperti shalat jam'ah, mandub masyru' seperti 
shaum hari senin dan kamis, mandub zaid seperti meniru 
Rasul SAW. dalam makan dan minum. 

d. Haram 

Adalah apa yang dituntut untuk ditinggalkan oleh 
agama dengan tuntutan yang keras, menurut Al- Hanafiyah, 
sesuatu yang harus ditinggalkan berdasarkan dalil yang 


178 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


qath'i seperti, haramnya membunuh, minum khamar, 
berzina dan lain sebagainya. Maka hukumnya wajib 
menjauhinya dan akan disiksa ketika meninggalkannya, Al- 
hanafiyah menamakan haram juga dengan, ma'shiyah, 
dzanba, qabih, mazjur anhu, muatawaidan alaih. 

e. Makruh Tahrim 

Adalah apa yang hams dituntut untuk ditinggalkan oleh 
agama dengan tuntutan yang keras tetapi dengan dalil dzani, 
seperti haramnya menjual dagangan orang lain, haramnya 
mengkhitbah yang sudah dikhitbah oleh orang lain, 
haramnya memakai sutra, dan emas bagi laki-laki Apa bila 
ulama Al-Hanafiyah mengatakan makruh biasanya makruh 
tahrim dan hal ini lebih dekat kepada haram menurut 
mereka. 

f. Makruh Tanzih 

Menurut Al-Hanafiyah, adalah sesutau yang dituntut 
oleh agama untuk ditinggalkan tetapi tidak keras 
tuntutannya dan tidak disiksa bila sampai melakukannya, 
seperti wudlu dari bekas ludah kucing, memakan hasil 
buaruan burung seperti elang dan gagak dan lain sebagainya 
Menurut jumhur ulama makruh hanya satu jenis yaitu 
sesuatu yang dituntut untuk dikerjakan oleh agama dengan 
tuntutan yang tidak keras, atau dengan kata lain sesuatu 
yang diberi pahala ketika meninggalkannya tetapi tidak 
disksa ketika mengerjakannya. 

g. Mubah 

Adalah apa-apa yang diperbolehkan oleh agama, baik 
ditinggalkan atau dikerjakan, seperti makan, minum, tidur, 
berjalan dan lain sebagainya 

2. Hukum Wadh’i 


179 



Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


a. Sebab 

Adalah susuatu yang menjadikan hukum itu ada, apakah 
hal itu di akui oleh syara' atau tidak. Misalnya, memabukan 
adalah yang menyebabkan keharaman khamar, safar 
(bebrgian) yang menjadi sebab dibolehakanya berbuka 
shaum di bulan Ramadhan dan diperbolehlkannya 
mengqoshor shalat, sedang sebab yang tidak diakui oleh 
syara' misalnya, tergelincir matahari yang menyebbkan 
diwajibkannya shalat Dzuhur atau terlihatnya hilal di bulan 
Sya'ban menjadi sebab diwajibkannya shaum pada esok 
harinya. 

b. Syarat 

Adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu 
tetapi bukan bagian dari sesuatu, seperti, wudlu yang 
menjadi syarat shahnya shalat tapi wudlu bukan bagian dari 
shalat. 

c. Rukun 

Sesuatu yang menyebabkan shahnya sesuatu dan 
merupakan bagian dari sesuatu, , mislanya, takbiratul ihram 
adalah yang menyebabkan shahnya shalat dan takbiraul 
ihram merupakan bagian dari shalat. 

d. Penghalang 

Sesutu yang apa bila ada menyebabkan hukum menjadi 
tidak ada atau menjadi bathal karenanya, contohnya, adanya 
najis pada pakaian menjadi sebab tidak shahnya hukum 
shalat, atau punya utang menjadi sebab tidak wajibnya zakat 
bagi seseorang. 

e. Sah 

Apa-apa yang terpenuhi rukun dan syaratnya menurut 
Syara' misalnya, shalat yang dilakukan menurut rukun dan 
syaratnya, menyebabkan shalat itu shah. 


180 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


f. Batal 

Sebaliknya dari Shahih menurut jumhur ulama, adapun 
menurut ulama Al-Hanafiyah bathil adalah, sesuatu yang 
terdapat cacat dalam aqad pokok, yang merupaan rukun dari 
sesuatu itu. Misalnya, kesalahan dalam akad jual beli, 
kesalahan pada yang melakukan aqadnya misalnya ia orang 
gila atau anak kecil. 

g. Rusak 

Menurut jumhur ulama sama dengan bathil, tetapi 
menurut ulama Al-Hanafiyah adalah sesuatu yang terdapat 
cacat dalam satu kriteria aqad atau dalam salah satu 
syaratnya. Misalnya, menjual barang dengan harga yang 
tidak diketahui, menikahkan tanpa saksi, maka muamalah itu 
menjadi fasid karena salah satu kriteria syaratnya tidak 
terpenuhi. 

h. Al-Ada' 

Mengerjakan suatu kewajiban pada waktu yang 
ditentukan menurut syara' misalnya, shalat atau shaum pada 
waktunya. 

i. Al-radah (mengulang) 

Mengerjakan suatu kewajiban yang kedua kalinya pada 
waktunya. Misalnya mengerjakan shalat berjama'ah di 
masjid setelah mengerjakannya dirumah, atau mengulang 
puasa kedua kalinya karena yang pertama tidak sah karena 
suatu sebab. 

j. Al-Qadha' 

Mengerjakan suatu kewajiban setelah lewat waktunya, 
seperti mengerjakan shalat yang terlupa karena tidur atau 
yang lainnya (tidak disengaja) misalnya, mengerjakan shlat 
shubuh sedang matahari sudah tinggi. 


181 



Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


h. Al-'Azimah 

Peraturan agama yang pokok yaitu sebelum perauran itu 
tidak ada peraturan lain yang mendahuluinya dan beralaku 
umum bagi seluruh mukallaf dalam semua keadaan dan 
waktu sejak dari semulanya. Seperti kewajiban shalat lima 
waktu dengan jumlah rekaat yang ditentukan secara 
sempurna. Lawannya adalah rukhsah. Contoh lain, semua 
bangkai haram dimakan oleh semua orang dan dlam keadaan 
apapun, ini disebut peraturan pokok atau azimah. 

k. Ar-Rukhshah 

Peraturan tambahan yang dijalankan berhubung ada hal- 
hal yang memberatkan (masyaqqah) sebagai pengecualian 
dari peraturan-peraturan pokok. Contoh, dalam keadaan 
terpaksa bangkai boleh dimakan asal tidak maksud 
menentang dan berlebih-lebihan, maka hal itu disebut 
rukhshah. 

B. Istilah Ushul 

Isthilah ushul adalah istilah khusus yang berakaitan 
dengan hukum yang biasa digunakan oleh para ulama dlam 
menetapkan hukum syara' 

l. Umum dan Khusus (aam dan khas) 

Umum dan khusus termasuk ke dalam salah satu aturan 
untuk memahami maksud Al-Quran dan hadits, karena ayat 
dengan ayat atau dengan hadits biasanya saling menjelaskan 
tentang kandungan maknanya, diantaranya ada lafzdz yang 
am (umum) dan adajuga yang khas (khusus). 

Menurut definisi umum adalah, suatu lafadz yang 
digunakan untuk menunjukan suatu makna yang dapat 
terwujud pada satuan-satuan yang banyak yang tidak 
terhitung, misalnya dalam surat Al-Hujurat ayat 18 Allah 
berfirman, 


182 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


“Dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan” 

Ayat ini umum menunjukan bahwa semua amal baik 
kecil besar terlihat ataupun tidak, baik jelek ataupun baik 
pasti diketahui oleh Allah, maka lafadz apa-apa termasuk 
dalam lafadz umum karena tidak terbatas. 

Menurut definisi khusus adalah, suatu lafadz yang 
digunakan menunjukan satu orang, satu benda nama tempat 
atau yang lainnya. Katika ada dua lafadz satu umum satu 
khas maka lafadz umum harus di kecualikan (ditakhsis) oleh 
yang khas tadi. Misalya ketika Allah berfirman dalam surat 
A1 Baqarah ayat 29, 


^ Jjli- 

“Dialah Allah yang telah menjadikan apa-apa yang ada di 
muka bumi ini untuk kalian...” 

berarti kita boleh memanfaatkan segala apa yang ada 
dimuka bumi ini termasuk daging babi, khamar (arak) dan 
lain sebagainya, karena dalam ayat lain Allah 
mengaharamkan khamar dan daging babi berarti kita tak 
boleh lagi memakai dalil umum untuk memakan daging babi 
atau minum khmar karena ayatnya sudah dikecualikan. 
Dengan demikina dapat dikatakan bahwa khas adalah tafsir 
atau penjelasan untuk menegaskan batas yang dimaksud 
oleh kata-kata yang umum. 

2. Muthlaq dan Muqayyad 

Muthlaq adalah, lafadz yang menunjukan suatu hal atau 
barang atau orang tertentu tanpa ikatab (batasan) yang 
tersendiri. Contoh firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 
2 : 


picip 


183 



Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Diharamkan atas kalian bangkai darah, dan daging babi. 

Berarti semua darah dan daging babi haram dimakan. 
Muqayyad adalah, suatu lafadz yang menunjukan sesuatu 
barang atau barang tidak tertentu disertai ikatan (batasan) 
yang tersendiri berup perkataan, bukan isyarat. 

Contoh firman Allah dalam ayat berikut: 


jl ‘yi lls> ^ 'y js 

if*. pJ jf iis jf k. o/b; 


“Katakanlah/’Aku tidak peroleh di dalam ivahyu yang 
diturunkan kepadaku sesuatu makanan yang diharamkan 
kecuali bangkai, darah yang mengalir dan daging babi...” 
(QS. Al-Anam : 145) 

Berarti kalimat darah dalam ayat Al-Maidah sudah 
dibatasi (ditaqyid) oleh ayat Al-Anam yaitu kaimat "yang 
mengalir" 

Menurut jumhur ulama apabila ada lafadz muthlaq dan 
muqayyad yang sama hukum dan sebabnya, maka lafadz 
muthlaq harus dibawa kepada muqayyad yang menjadi 
penjelasan bagai lafadz muthlaq, bararti yang haram adalah 
darah yang mengalir saja bukan semua darah. 

3. Mujmal dan Mubayyan 

Mujmal adalah lafadz atau perkataan yang belum jelas 
maksudnya, seperti kalimat, "Dirikanlah oleh kalian 
"shalat "...", maka kata shalat dalam Al-Quran ini masih 
mujmal sebab shalat bisa berarti berdo'a atau perbuatan, 
belum dijelaskan apa maksudnya. 

Mubayyan adalah suatu perkataan yang terang 
maksudnya tanpa memerlukan penjelasan lainnya. Bisa dari 
ayat itu sendiri atau dari hadits Nabi SAW, seperti firman 


184 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


Allah: 


9 


pjxJfc y>r J I I j2»\ Lg_f! l> 


“Apa 6i7a kalian hendak mendirikan shalat maka cucilah 

muka-muka kalian dan tangan-tangan kalian .” (QS. Al- 

Maidah : 6) 

4. Manthuq dan Mafhum 

Manthuq adalah hukum yang ditunjukan oleh ucapan 
lafadz itu sendiri. Mantuq dibagi dua : 

a. Nas, yaitu suatu lafadz atau perkataan yang jelas dan 
tidak mungkin ditakwilkan, seperti Allah wajibkan pada 
kalian sahaum, Allah haramkan pada kalian bangkai, darah 
dan daging babi. Maka kata-kata wajib dan haram tdak bisa 
ditakwilkan menjadi sesutu yang boleh dikerjakan atau boleh 
ditinggalkan, sebab memang nashnya seperti itu. 

b. Dzahir adalah lafadz yang menunjukan suatu makna 
secara tekstual. Tapi makna ini bukan sesuatu yang 
dimaksud, atau sesuatu yang memerlukan takwil atau 
keterangan, seperti firman Allah, 


’’Tanyakanlah oleh kalian kampung tersebut . (QS. Yusuf : 

82)” 

Maka secara dzahir yang ditanya itu kampung tapi ini 
bukan maksud sebenarnya karena kampung tidak bisa 
ditanya oleh karena itu ayat ini memerlukan takwil atau 
penjelasan diiantara dengan dengan kaidah bahasa atau 
majaz. 


185 





Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Mafhum ialah hukum yang tidak ditunjukan oleh lafadz 
itu sendiri tapi berdasarkan pemahaman terhadap lafadz. 
Misalnya, firman Allah surat Al-Isra ayat 23 : 

x o x ox ^ ^ . £ —x x ^ ^ 

“Janganlah mengucapkan kata-kata “uf” kepada kedua orang 
tua danjananlah menghardik keduanya. (QS. Al-Isra’: 23 ) 

Berarti memukul kedua orang tua lebih diharamkan 
karena mengucapkan kata-kata kasar sudah tidak boleh 
apalagi memukul 

Contoh lain, firman Allah dalam ayat berikut ini 
p-fyjjjzj 0ij Li!? Ojirii oj 



Mereka yang memakan harta benda anak-anak yatim dengan 
aniaya sebenarnya memakan api ke dalam perutnya. (QS. An- 
Nisa : 10 ) 

berarti membakar harta anak yatim sama hukumnya 
dengan memakan harta anak yatim karena karena membuat 
sesuatu kedzaliman terhadap anak yatim. 

C. Istilah dalam llmu Fiqih 

1. Ijtihad 

Dari segi bahasa Ijtihad berarti sungguh-sungguh sedang 
menurut istilah ijtihad adalah menggunakan seluruh 
kesanggupam untuk menetapkan hukum-hukum syari'at, 
orangnya disebut mujtahid. syarat-syarat Ijtihad 

■ Mengetahui nas dari Al-Quran dan As-Sunnah kalau tidak 
mengetahui maka ia bukan mujtahid dan tidak boleh 


186 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


berijtihad 

■ Mengetahui soal-soal ijma, hingga ia tidak berfatwa yang 
berlainan dengan ijma' 

■ Mengetahui bahasa arab 

■ mengetahui ilmu ushul fiqh (kaidah dasar pengambilan 
hukum fiqh) 

■ mengetahui nasikh dan mansukh 

2. Ittiba' 

Ialah menerima perkataan orang lain dengan mengetahui 
sumber-sumber atau alasan perkataan tersebut, orangnya 
disebut muttabi' 

3. Taqlid 

Ialah mengikuti pandapat orang lain tanpa mengetahui 
sumber atau alasannya. 

a. Syarat-syarat taqlid: 

Bertaqlid diboleh dengan syarat-syarat orang awam 
(orang biasa) yang tidak mengerti cara-cara mencari hukum, 
ia boleh mengikuti pendapat lain dan mengamalkannya. 

Adapun orang yang pandai dan sanggup mencari sendiri 
maka hendaklah mencari sendiri atau minimal ittaba' kepada 
salah satu madzhab tertentu. 

b. Syarat-syarat masalah yang ditaqlid 

■ Hukum akal 

Dalam hkum akal tidak boleh bertaqlid kepada orang 
lain, seperti mengetahui adanya zat yang menjadikan alam 
serta sifat-sifatNya dan hukum akal lainya, karena jalan 
menetapkan hukum-hukum tersebut ialah akal, sedang setiap 
oarng punya akal, karena itu tidak ada gunanya bertaqlid 
kepada orang lain. 

■ Hukum syara' 


187 



Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Hukum syara ada dua macam yaitu yang bisa diketahui 
dengan pasti seperti wajibnya shalat lima waktu, puasa, 
zakat dan haji dalam masalah ini tidak boleh seseorang 
bertaqlid. Yang kedua masalah-masalah yang diketahui 
dengan penyelidikan dan mencari dalil, seperti ibadah 
furu'iyah. 

c. Taqlid yang diharamkan 

1. Taqlid kepada orang lain dengan tidak 
memperdulikan Al-Quran dan As-sunnah 

2. Taqlid kepada orang yang tidak diketahui keahliannya 
untuk ditaqlidi 

Pesan Imam Empat Dalam Maslah Lain-Lain 
Imam Abu Hanifah: 

"Jika perkataanku manyalahi kitab Allah dan Hadits 
Rasul, maka tinggalkanlah pendapatku". "seseoarang tidak 
boleh mengambil perkataan saya sebelum mengetahui dari 
mana sya berkata". 

Imam Malik : 

"Saya hanya manusia biasa yang kadang salah kadang 
benar, selidikilah pendapat saya, kalau sesuai dengan Al- 
Quran dan Hadits, maka ambillah, jika menyalahi hendaklah 
tinggalkanlah". 

Imam Syafi'i: 

"Perumpamaan orang yang mencari ilmu tanpa hujjah 
(alasan) seperti orang yang mancari kayu bakar di waktu 
malam, ia membawa kayu-kayu itu sedang ia tidak tahu di 
dalamnya ada ular yang siap menggigit sedang ia tidak tahu. 

Imam Ahamad Bin Hanbal: 

"Janganlah taqlid kepada saya, Malik, Tsauri, Auza'i, 
tapi ambilah dari mana mereka mengambil". 


188 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


D. Istilah Fiqih Madzhab 

Setiap madzhab fiqh memiliki istilah khusus yang 
digunakan dalam menjelaskan sebuah hukum. Terkadang 
sebuah istilah sebuah madzhab memiliki pengertian sama 
dengan madzhab lain. 

1. Istilah dalam madzhab Hanafi 

Dzhahir Ar-riwayah : pendapat yang paling rajih (kuat) 
dari tiga imam utama dalam madzhab hanafi yaitu Abu 
Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad Asy Syaibani. 

A1 Imam : yang dimaksud adalah Imam Abu Hanifah. 
Dan istilah lainnya tentang penyebutan ulama mereka antara 
lain: 

■ Asy-Syaikhani: dua guru, Abu Hanifah dan Imam Abu 
Yusuf. 

■ Ath-Tharfani: Abu Hanifah dan Imam Muhammad Asy 
Syaibani. 

■ Ash-Shahibani: Abu Yusuf dan Muhammad Asy 
Syaibani. 

■ Ash-ashabuna: Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad 
Asy Syaibani. 

■ A1 Masyayikh: guru-guru di madzhab hanafi yang tidak 
berjumpa dengan Abu Hanifah. 

Yufti qath'an : pendapat yang menjadi fatwa secara pasti 
yaitu pendapat yang kesepakatan antara tiga Imam. Dalam 
masalah peradilan, kesaksian dan ilmu waris, perkataan Abu 
Yusuf diutamakan karena ia memiliki kelebihan dalam 
praktek. Sementara dalam masalah dzawil arham (kerabat 
yang tidak mendapatkan warisan tetap, diutamakan 
pendapat Imam Muhammad Asy Syaibani. 

Idza lam yujad riwayat lilimam fil mas'alah : (jika 
dalam suatu masalah tidak ada riwayat pendapat dari Abu 
Hanifah): maka madzhab hanafi menggunakan fatwah Imam 


189 



Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Abu Yusuf kemudian dengan perkataan Muhammad Asy 
Syaibani, kemudian Zufar, kemudian Hasan bin Ziyad. 

Idza kana fil mas'alah qiyas was istihsan : jika dalam 
masalah ada pendapat menggunakan qiyas dan istihsan 
maka yang diutamakan dalam madzhab hanafi adalah yang 
menggunakan istihsan. 

A1 mutun: yang dimaksud adalah isi pendapat dari buku 
madzhab hanafi yang utama: seperti Mukhtasar al quduri, al 
bidayah, an niqayah, al wiqayah, al mukhtar, al kanz, al multaqa. 
Jika ada dua pendapat dalam satu masalah, satu disebut 
tashih dan satu lagi fatwah maka pendapat yang diutamakan 
dikembalikan kepada al mutun. 

la yajuzul amal bidlaif minariwayah : tidak boleh 
beramal dengan riwayat yang lemah dari pendapat dalam 
satu riwayat madzhab Hanafi meski untuk dirinya sendiri. 
Imam Abu Hanifah sendiri pernah mengatakan,"Jika suatu 
hadis shahih maka ia adalah mazdhabku," bahkan dari 
sejumlah imam lain juga mengatakan demikian. Namun 
demikian dalam madzhab Hanafi boleh memberikan fatwah 
dengan riwayat lemah boleh jika darurat untuk 
memudahkan manusia. 

Al-Hukmul Mulaffaq (beramal dengan talfiq; beramal 
dalam satu masalah yang memiliki bagian-bagian yang 
antara madzhab satu dengan madzhab lain berbeda 
pendapat dan ia beramal dengan satu bagian mengikut 
Hanafi dan bagian lainnya Maliki, misalnya) hal seperti ini 
batil menurut Hanafi. Seperti orang yang shalat dluhur 
mengusap sebagian kepala dalam wudlu maka ia tidak boleh 
membatalkan shalatnya karena memiliki keyakinan wajibnya 
mengusap semua kepala dalam wudlu karena mengikut 
pendapat Maliki. 

2. Istilah dalam Mazdhab Maliki 

Ada sejumlah istilah yang ada dalam madzhab Maliki: 


190 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


Dalam madzhab Maliki seorang mufti (madzhab) 
memberikan fatwah dengan pendapat yang kuat dalam suatu 
masalah. Sementara yang bukan mufti yang belum 
memenuhi syarat mujtahid harus mengambil pendapat yang 
disepakati di antara madzhab atau mengambil pendapat 
yang paling dikenal atau yang dikuatkan (tarjih) oleh ulama 
madzhab pendahulunya. 

Sebagian Malikiyah merunut pendapat-pendapat yang 
terkuat sampai pendapat di bawahnya antara riwayat- 
riwayat yang ada. Perkataan Imam Malik dalam kitab "al 
mudawwanah" lebih kuat dari pada pendapat Ibnul Qasim di 
dalam kitab ini, dan perkataan Ibnu Qasim lebih kuat 
dibanding dengan perkataan lainnya di dalamnya karena 
beliau adalah orang yang paling tahu dengan madzhab 
Malikiyah. 

Jika disebutkan al madzhab adalah madzhab Malik. 

3. Istilah Madzhab Syafi'i 

Jika dalam Syafi'i adalah dua riwayat pendapat maka 
seorang mufti madzhab harus menggunakan tarjih ulama 
madzhab Syafi'i yang awal-awal. Jika ia tidak menemukan 
maka ia harus tawaqquf (diam). Kemudian ia harus 
mengutamakan yang disahkan oleh ulama madzhab yang 
paling banyak (mayoritas), kemudian yang disahkan oleh 
yang paling mengetahui tentang madzhab, kemudian paling 
wara', jika tidak ada maka ia mengutamakan yang 
diriwayatkan oleh Al Buwaithi, Ar Rabi', Al Maradi (686h), 
Al Muzani. 

Sementara An-Nawawi (Abu Zakariyah Yahya Ibnu 
Syarat An Nawawi), penulis kitab Al-Majmu' Syarah Al- 
Muhazzab, adalah ulama yang menyaring pendapat- 
pendapat madzhab dan yang memberikan penjelasan antara 
yang rajih dan tidak. 

Al-Azhhar yang paling kuat dari pendapat-pendapat di 


191 



Bab 12: Istilah-istilah Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


madzhab Syafi'i. 

Al-Mashyhur pendapat yang paling terkenal (diikuti 
lebih banyak orang) dalam madzhab Syafi'i. 

Al-Ashah yang paling sah dari perkataan Syafi'i 
berdasarkan dasar-dasar madzhabnya. 

Al-Jadid pendapat baru Imam Syafi'i ketika berada di 
Mesir baik dalam karangan atau fatwah. 

Al-Qadiim pendapat lama Imam Syafi'i ketika berada di 
Irak baik dalam karangannya "A1 hujjah". yang diamalkan 
adalah yang madzhab jadid kecuali beberapa masalah saja. 

Ibnu Hajar mengatakan, tidak boleh talfiq dalam satu 
masalah seperti seseorang bertaqlid dengan Maliki dalam 
masalah sucinya anjing dan mengikut Syafi'i dalam 
mengusap sebagian kepala dalam wudlu untuk melakukan 
melakukan satu shalat. 

4. Istilah Madzhab Hanbali 

Pendapat dan riwayat yang ada dalam madzhab Hanbali 
sangat banyak. Ini disebabkan karena kemungkinan melihat 
kembali status kesahihan hadis setelah sebuah pendapat 
difatawahkan dengan dasar ra'yu, atau karena perbedaan 
sahabat yang terbagi menjadi dua dalam satu masalah atau 
karena perbedaan situasi realitas. 

Madzhab Hanbali berbeda pendapat tentang cara 
mentarjih (menguatkan satu pendapat dari pendapat 
berbeda): 

Harus diperhatikan penukilan perkataan-perkataan yang 
ada karena itu bukti kesempurnaan agama. 

Kecenderungan untuk menyatukan pendapat Imam 
Hanbali dengan mentarjih dengan sejarah jika diketahui 
sejarah perkataan itu atau dengan menimbang antara dua 
pendapat dan mengambil yang paling kuat dalilnya dan 
lebih dekat dengan logika Imam Hanbali dan kaidah 


192 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 12 : Istilah-istilah Fiqih 


madzhabnya. 

Asy Syaikh : guru, jika disebutkan kata ini maka yang 
dimaksud adalah Ibnu Taimiyah (Syaikhul Islam Abul Abbas 
Ahmad Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah A1 Harani) wafat 751 H. 
Jika sebelum masa Ibnu Taimiyah maka yang dimaksud Asy 
Syaikh adalah Ibnu Qudamah A1 Maqdisi (620 h). Jika 
disebutkan Asy Syaikhani maka yang dimaksud adalah Ibnu 
Qudamah dan Majduddin Abu Barakat. 

Asy Syarih yang dimaksud adalah Syamsuddin Abu 
Faraj Abdur Rahman ibnu Syaikh Abi Umar A1 Maqdisi (682 

H). 

A1 Qadli : hakim, yang dimaksud adalah A1 Qadli Abu 
Ya'la Muhammad bin A1 Husain bin A1 Farra' (458). 

Abu Bakr yang dimaksud adalah A1 Marrudzi (274 H) 
murid Imam Ahmad. 

Wa 'Anhu :darinya, yang dimaksud adalah Imam 
Ahmad. 


193 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


Bab 13: Perbedaan Pendapat 


IKHTISHAR 


A. Bolehkah Terjadi Perbedaan? 

B. Batas Kebolehan Perbedaan Pendapat 

C. Sebab Perbedaan Pendapat 

1. Perbedaan makna lafadl teks Arab. 

2. Perbedaan riwayat. 

3. Perbedaan sumber-sumber pengambilan hukum. 

4. Perbedaan kaidah usul fiq. 

5. Ijtihad dengan qiyas. 

6. Pertentangan (kontradiksi) dan tarjih antar dalil-dalil. 


Mungkin tidak sedikit kalangan awam yang belum 
belajar secara khusus tentang ilmu fiqh yang akan merasa 
aneh dengan perbedaan di kalangan ulama. 

Seringkali bila mereka membaca tulisan yang terkait 
dengan kajian fiqhiyah, mereka dapati isinya merupakan 
penjabaran perbedaan pendapat di kalangan ulama. Bahkan 
tidak jarang disebutkan ada mazhab A, mazhab B, atau 
ulama ini dan ulama itu. 

Masing-masing datang dengan pendapatnya sendiri- 
sendiri yang nyaris tidak pernah sama. Dan tidak sedikit 
yang kemudian bukannya menjadi paham, tapi malah 
tambah bingung. 

Biasanya pertanyaan menggugat yang terlontar antara 
lain seperti berikut ini : Bukankah agama ini satu? Bukankah 


195 




Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


syariat ini satu? Bukankah kebenaran satu tidak berbilang? 
Bukankah sumbernya pun satu juga, yaitu wahyu Allah? 

Tapi kenapa terjadi perbedaan sehingga dalam satu 
masalah ada pendapat lebih dari satu dan tidak satu 
pendapat antara madzhab sehingga umat Islam lebih mudah 
mengambil pendapat, karena mereka adalah umat yang satu? 

Terkadang ada yang menduga bahwa perbedaan ini 
menyebabkan kontradiksi dalam syariat atau kontradiksi 
dalam sumber syariat atau perbedaan akidah, seperti 
perbedaan aliran-aliran dalam agama selain Islam seperti 
golongan Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan, 
naudzubillah!! 

Semua anggapan ini adalah tidak benar. Sebab 
perbedaan antara madzhab fiqh dalam Islam merupakan 
rahmat dan kemudahan bagi umat Islam. Khazanah 
kekayaan syariat yang besar ini adalah kebanggaan dan izzah 
bagi umatnya. 

Perbedaan fuqaha hanya terjadi dalam masalah-masalah 
cabang dan ijtihad fiqh, bukan dalam masalah inti, dasar dan 
akidah. Tak pernah kita dengar dalam sejarah Islam, 
perbedaan fiqh antara madzhab menyeret mereka kepada 
konflik bersenjata yang mengancam kesatuan umat Islam. 

Sebab perbedaan mereka dalam masalah parsial yang 
tidak membahayakan. Perbedaan dalam masalah akidah 
sesungguhnya yang dicela dan memecah belah umat Islam 
serta melemahkan eksistensinya. 

Pangkal perbedaan ulama adalah tingkat berbeda antara 
pemahaman manusia dalam menangkap pesan dan makna, 
mengambil kesimpulan hukum, menangkap rahasia syariat 
dan memahami illat hukum. 

Semua ini tidak bertentangan dengan kesatuan sumber 
syariat. Karena syariat Islam tidak saling bertentangan satu 
sama lainnya. Perbedaan terjadi karena keterbatasan dan 


196 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


kelemahan manusia. Meski demikian tetap harus beramal 
dengan salah satu pendapat yang ada untuk memudahkan 
manusia dalam beragama sebab wahyu sudah terputus. 

Namun bagi seorang mujtahid ia mesti beramal dengan 
hasil ijtihadnya sendiri berdasarkan interpretasinya yang 
terkuat menurutnya terhadap makna teks syariat. 

Karena interpretasi ini yang menjadi pemicu dari 
perbedaan. Rasulullah saw bersabda/'Jika seorang mujtahid 
berijtihad, jika benar ia mendapatkan dua pahala dan jika 
salah dapat satu pahala," 

Kecuali jika sebuah dalil bersifat qathi' (pasti) dengan 
makna sangat jelas baik dari Al-Quran, Sunnah mutawatir 
atau hadis Ahad Masyhur maka tidak ruang untuk ijtihad. 

A. Bolehkah Terjadi Perbedaan? 

Sebuah pertanyaan yang sangat mendasar, bolehkah 
umat Islam berbeda pendapat dalam masalah agama? 

1. Perbedaan Pendapat di Antara Para Nabi 

Meski para nabi dan rasul memiliki kedudukan yang 
mulia serta mendapatkan 'ishmah (penjagaan) dari Allah 
SWT agar tidak tercebur ke dalam dosa, namun dalam 
prakteknya masih dimungkinkan mereka berbeda 
pandangan, bukan dengan kaumnya, tetapi dengan sesama 
nabi dan rasul, yang sama-sama menjadi utusan Allah SWT. 

Nabi Musa dan saudaranya sendrii, yaitu Nabi Harun, 
mereka berdua pernah berselisih dan berbeda pandangan 
dalam satu urusan. Dan Musa juga pernah berbeda 
pandangan dengan Nabi Khidhir alihimussalam. 

Nabi Sulaiman dan ayahnya yang juga sama-sama 
utusan Allah, yaitu Nabi Daud alihimussalam, juga pernah 
berbeda pandangan ketika memutuskan perkara di tengah 
umat mereka. 


197 



Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


a. Nabi Musa dan Harun 

Nabi Musa pernah berselisih dengan saudaranya, nabi 
Harun alaihimassalam. Perselisihan itu bukan hanya sebatas 
perang kata-kata, bahkan sampai Musa menarik rambut di 
kepala dan jenggot saudaranya itu dengan marah dan 
kecewa. 

^ // . S S S 0 2 s s 

0 f ' ' * f ' * \tf I \ '» 0 * ' 0 ♦ I S \ S SS , S t ^ \ \ 

(_£ - t C". j A <l£*Ss u JjLa L Jli 

Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu 
ketika kamu melihat mereka telah sesat, . (sehingga) kamu tidak 
mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai 
perintahku?" (QS. Thaha : 92 - 93 ) 

Sumber keributan antara keduanya berhulu ketika Nabi 
Musa SAW dipanggil Allah SWT untuk menerima wahyu di 
atas bukit Thursina. Musa menitipkan urusan kaumnya itu 
kepada saudaranya, Harun. 

Namun pendektan Harun agak sedikit berbeda dengan 
Musa. Harun konon lebih lemah lembut, halus, lebih banyak 
bermain perasaan, sehingga memberikan lebih banyak 
toleransi atas kedegilan bangsa Yahudi itu. Tidak seperti 
sikap Nabi Musa yang lebih keras dalam menghadapi 
mereka. Sehingga ketika Musa kembali dari menghadap 
Allah SWT dan dilihatnya kaumnya seperti itu, meledaklah 
marahnya. 


^ L(Jli LLA L)l- p as^ y 

£ S £s S S ' °.£/ 0 Vs S 0 £ 0 S £ S OS 

S S 9- 0 0 S * S o css a ^ ^ B * a 

1* £ I * ^ t sO SO SO . s O | 0. } s 

j\j> j ^jJbi LM 1 jjia 0 yy 

r ^i]i £ J &,j Yj ^ 


198 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan 
marah dan sedih hati berkatalah dia, "Alangkah buruknya 
perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah 
kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musa pun 
melemparkan luh-luh itu dan memegang kepala saudaranya 
sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata, "Hai anak 
ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan 
hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah 
kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan 
janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang- 
orang yang zalim”(Q. Al-A'raf: 150 ) 

Dalam pada itu, Nabi Harun saudaranya itu pun 
menjawab : 

' * < „ m 0 ^ 0 „ 9 s % ' ' 


Harun menjawab' "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang 
janggutku danjangan kepalaku; sesungguhnya aku khawatir 
bahwa kamu akan berkata, "Kamu telah memecah antara 
BaniIsrail dan kamu tidak memelihara amanatku".(QS. Thaha 
• 94) 

Penting untuk kita garis-bawahi disini, bahwa Musa dan 
Harun, keduanya adalah saudara, sama-sama diangkat 
menjadi nabi untuk kaum yang sama, yaitu kaum Yahudi. 

Tetapi pola pendekatan yang masing-masing lakukan 
ternyata berbeda, dan terjadilah tarik menarik rambut dan 
jenggot di antara mereka. Padahal kalau dipikir-pikir, Nabi 
Musa ini amat kuat fisiknya, dan pernah meninju orang 
dengan sekali pukulan hingga mati. Dan dalam riwayat yang 
shahih disebutkan bahkan malaikat Izrail pun pernah kena 
tinju matanya hingga picek, lalu mengadu kepada Allah 
SWT. 

Artinya, perbedaan pendapat antara Musa dan Harun 




199 



Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


malah sampai kepada keributan fisik. Tetapi begitulah, 
keduanya tetap berkedudukan sebagai utusan Allah SWT. 

b. Musa dan Khidhir 

Masih terkait dengan Nabi Musa lagi, kali ini beliau 
berbeda pandangan dengan Nabi Khidhir alaihissalam. 
Kisahnya disebutkan juga di dalam Al-Quran, meski tidak 
sampai keributan fisik. 

Sebab saat itu posisi Nabi Musa bukan sebagai 
pemimpin, melainkan sebagai murid yang sedang belajar 
untuk mendapatkan ilmu dari orang yang derajatnya lebih 
tinggi. 

Dan begitulah, keduanya selalu berselisih dan beda 
pendapat dalam perjalanan. Musa selalu mempertanyakan 
semua tindakan shahabatnya itu, meski pada akhirnya beliau 
selalu harus dibuat mengerti. Tetapi intinya, beda 
pemahaman itu adalah sesuatu yang wajar dan mungkin 
terjadi, bahkan di kalangan sesama para nabi. Dan tidak ada 
kebenaran tunggal dalam hal ini. 

UjJ aLu>»Lp^ liALP 4 _o_>-j aLujI LoDp ^y tA^P lA>r 

Up 


Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara 
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya 
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan 
kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS. Al-Kahfi: 65 ) 


IJuij culip 01 ^^Ip OJlLjI JlA ^y ll Jli 


Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu 
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di 
antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS. Al- 


200 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


Kahfi: 66) 


IdJ->l Jli 


Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan 
sanggup sabar bersama aku. (QS. Al-Kahfi: 6y) 


^ LiiTj 


Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu 
belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 
(QS. Al-Kahfi: 68) 

^ / / / / ^ fi 5 / / 

1 dJj Uj I 4-lJl J. Li (jj Jli 


Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku 
sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu 
dalam sesuatu urusanpun".(QS. Al-Kahfi: 6g) 


J>- ^ £ JVJ Ui J4\ OU Jli 


Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu 
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku 
sendiri menerangkannya kepadamu”.(QS. Al-Kahfi: yo) 


4_Jip L> Jj jLj dfjfi L^ j j Jl j> I jjs Jli 


Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; 
kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan- 
perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. ".(QS. 
Al-Kahfi: y8) 


201 



Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


c. Nabi Sulaiman dan Daud 

„ ^ S 0 O J 0 S S _ 

J* s t t 0 s s , O s > t s Os , . S O , > S S S s s 

^JS- 4^3 J O y >tJI OLoSoxj 

0 Jt ° 

i g ^^i \jS"^ ^^JLit 


21.78. Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu 
keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena 
tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan 
kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang 
diberikan oleh mereka itu, 

2. Perbedaan Pendapat di Antara Para Malaikat 

Bahkan sesama malaikat yang mulia dan tanpa hawa 
nafsu sekali pun tetap terjadi beda pendapat. Masih ingat 
kisah seorang yang taubat karena telah membunuh 99 nyawa 
ditambah satu nyawa? 

Dalam perjalanan menuju taubatnya, Allah mencabut 
nyawanya. Maka berikhtilaflah dua malaikat tentang 
nasibnya. Malaikat kasih sayang ingin membawanya ke 
surga lantaran kematiannya didahului dengan taubat 
nashuha. Namun rekannya yang juga malaikat tetapi job-nya 
mengurusi orang pendosa ingin membawanya ke neraka, 
lantaran masih banyak urusan dosa yang belum 
diselesaikanya terkait dengan hutang nyawa. 

Bayangkan, bahkan dua malaikat yang tidak punya 
kepentingan hewani, tidak punya perasaan, tidak punya 
kepentingan terpendam, tetap saja ditaqdirkan Allah SWT 
untuk berbeda pendapat. 

Kisah lengkapnya bisa kita baca di dalam kitab tershahih 
kedua setelah Al-Quran, yaitu Shahih Bukhari. 


202 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


o * * so so „ " " 

Ji-j JJl y^\ ^ Js 015" 
( Jji*J? c3 4i£fl3 Li (Jli 4j JJ& <J (jLfli 4_Sllw3 Lj&lj J L^*u 
f.\ is o^iji 45"jSii iasTj iir Ajy cji ji-j il jla^ jclj 

X 0 x x x J> X X X 

<_xl jjtJl aSsjUxj ‘LoJ?- jJ| ^SnjUx 4*3 1 " . ^ ^ 2 J^>-li La J >tJ fljwL^ 2 J 

Ox xfi5 x * x Ox xfi5 xx 

X . XX ^ *X » ^ I | XO^X X X ^ *X » ^ | | X 0 £ . 

(_5wLpLj L)l 0 jjk 4 JJI ^L)l ad_a 4 J 1 JI ^>-jls 

XX Ox XX XX 


-* f ■" . * 1 ° . ' -- ^ h ^ *' .S * SO* 

4) jjlit® j-^A ^-r 1 j^’ JJ *-L>r J-® L«-gJwU 


1 . 




11 -'' 


Ada seorang dari kalangan Bani Isra'il yang telah membunuh 
sembilan puluh sembilan orang manusia kemudian dia pergi 
untuk bertanya (tentang peluang ampunan). Maka dia 
menemui seorang pendeta dan bertanya kepadanya; Apakah 
ada pintu taubat buatku'. Pendeta itu menjawab; Tidak ada. 
Maka orang ini membunuh pendeta tersebut. Kemudian dia 
bertanya lagi lalu ada seorang laki-laki yang berkata 
kepadanya; Datangilah desa anu. Kemudian orang itu (pergi 
menuju desa dimaksud) dan ketika hampir menemui ajalnya 
dia bangkit sambil memegang dadanya namun akhirnya 
meninggal dunia. Atas kejadian itu malaikat rahmat 
dan malaikat adzab (siksa) berselisih. Lalu Allah SWT 
mewahyukan kepada bumi yang dituju (desa untuk mencari 
taubat) agar mendekat dan mewahyukan kepada bumi yang 
ditinggalkan (tempat dia melakukan kejahatan) agar menjauh 
lalu berfirman kepada kedua malaikat itu: Ukurlah jarak 
keduanya. Ternyata orang itu lebih dekat ke desa yang dituju 
maka dia diampuni. (HR. Bukhari) 

Lafadz yang amat menarik dari hadits ini bisa kita garis- 
bawahi, yaitu : 


X 0 J*X x > X 

■>1 jj<Jl 4^T)L/» j ‘LoJ?- )\ 4SCr>L/» 



Atas kejadian itu Malaikat rahmat dan malaikat adzab 


203 



Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


berselisih 

Menarik sekali, ada dua malaikat berselisih. Mungkin 
tidak terbayangkan di tengah kita, bagaimana bisa malaikat 
dengan sesama mereka berselisih pandangan. 

Tetapi itu urusan Allah SWT. Buat kita, cukup kita tahu 
bahwa berselisih itu tidak berarti haram dan dosa. Ada 
perselisihan yang diharamkan, tetapi ada juga yang 
dibenarkan. Kalau berpeda pandangan itu haram dan dosa, 
seharusnya malaikat tidak boleh berbeda pandangan. 
Setidaknya, Rasulullah SAW tidak perlu menceritakan kisah 
perselisihan mereka, seharusnya ditutup rapat saja, menjadi 
urusan dunia ghaib. 

3. Perbedaan Pendapat di Antara Nabi SAW dan Shahabat 


a. Penyerbukan Bunga Kurma 


b. Posisi Pasukan 

Dalam kasus penempatan pasukan perang di medan 
Badar, terjadi perbedaan pendapat antara Rasulullah SAW 
dengan seorang shahabat. Menurut shahabat yang ahli 
perang ini, pendapat Rasulullah SAW yang bukan 
berdasarkan wahyu kurang tepat. Setelah beliau menjelaskan 
pikirannya, ternyata Rasulullah SAW kagum atas strategi 
shahabatnya itu dan bersedia memindahkan posisi pasukan 
ke tempat yang lebih strategis. 

Di sini, nabi SAW bahkan menyerah dan kalah dalam 
berpendapat dengan seorang shahabatnya. Namun beliau 
tetap menghargai pendapat itu. Toh, pendapat beliau SAW 
sendiri tidak berdasarkan wahyu. 

c. Tawanan Perang Badar 

Masih dalam perang yang sama, saat perang hampir 


204 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


berakhir, muncul keinginan di dalam diri Rasululah SAW 
untuk menghentikan peperangan dan menjadikan law an 
sebagai tawanan perang. Tindakan itu didasari oleh banyak 
pertimbangan, selain itu juga karena saat itu belum ada 
ketentuan dari langit. Maka nabi SAW bermusyawarah 
dengan para shahabatnya dan diambil keputusan untuk 
menawan dan meminta tebusan saja. 

Saat itu hanya satu orang yang berbeda pendapat, yaitu 
Umar bin Al-Khattab radhiyallahuan.hu. Beliau tidak sepakat 
untuk menghentikan perang dan meminta agar nabi SAW 
meneruskan perang hingga musuh mati semua. Tidak layak 
kita menghentikan perang begitu saja karena mengharapkan 
kekayaan dan kasihan. 

Tentu saja pendapat seperti ini tidak diterima forum 
musyarawah dan Rasulullah SAW serta para shahabat lain 
tetap pada keputusan semula, hentikan perang. 

Tidak lama kemudian turun wahyu yang membuat 
Rasulullah SAW gemetar ketakutan, karena ayat itu justru 
membenarkan pendapat Umar bin Al-Khattab 
radhiyallahuanhu dan menyalahkan semua pendapat yang 
ada. 

jj OjSsj 0 1 jir 

jjjp A) glsi 

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum 
ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu 
menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah 
menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha 
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Anfal: 67) 

4. Perbedaan Pendapat di Antara Para Shahabat 

Para shahabat Nabi SAW adalah generasi terbaik, 




205 



Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dimana status yang Allah SWT sandangkan kepada mereka 
tidak pernah diberikan kepada generasi yang lain, yaitu 
ridwanullahi 'alaihim. 


» ' a * \ 6 s is a * as . , i ,.so 

lS OU^T h-P'j 1 jt-gbP 4-Ul jU^b 

-> * te>« '' j jjjJl dJJi ldj| L^_p jLgj'yi LgJb*cJ 


Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk 
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang 
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada 
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah 
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai- 
sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di 
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah : 
100) 

Namun demikian, keridhaan dari Allah SWT telah 
mereka dapat tidak menghalangi adanya perbedaan 
pendapat dalam memahami nash-nash syariah di tengah 
mereka. Bahkan perbedaan itu bukan hanya terjadi selepas 
Rasulullah SAW wafat, bahkan jauh ketika beliau SAW masih 
berada di tengah-tengah mereka sendiri. 

a. Shalat Ashar di Perkampungan Bani Quraidhah 

Dalam peristiwa shalat Ashar di perkampungan bani 
Quraidhah, kita dapat mengambil pelajaran berharga bahwa 
urusan khilafiyah tidak pernah pandang bulu. Bahkan para 
shahabat nabi yang mulia sekalipun tidak pernah sepi dari 
urusan itu. 

Saat itu para shahabat terpecah dua, sebagian shalat 
Ashar di perkampungan Bani Quraidhah, meski telah lewat 
Maghrib, karena pesan nabi adalah, 


206 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


o 0 Jj 

jS ij Jl 


"Janganlah kalian shalatAshar kecuali di perkampungan Bani 
Quraidhah." 

Namun sebagian yang lain tidak shalat di sana, tetapi di 
tengah jalan namun pada waktunya. 

Lalu apa komentar nabi, adakah beliau membela salah 
satu pendapat? Jawabnya tidak. Beliau tidak menyalahkan 
kelompok mana pun karena keduanya telah melakukan 
ijtihad dan taat kepada perintah. Hanya saja, ada perbedaan 
dalam memahami teks sabda beliau. Jadi, khilaf di masa 
kenabian sudah terjadi dan tetap menjadi khilaf. 

Dari hadits ini, jumhur mengambil kesimpulan tidak ada 
dosa atas mereka yang sudah berijtihad, karena Rasulullah 
SAW tidak mencela salah satu dari dua kelompok shahabat 
tersebut. 

Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan 1 bahwa para 
ahli fiqih berselisih pendapat, mana dari kedua kelompok ini 
yang benar. Satu kelompok menyatakan bahwa yang benar 
adalah mereka yang menundanya. Seandainya kita bersama 
mereka tentulah kita tunda seperti mereka menundanya. Dan 
kita tidak mengerjakannya kecuali di perkampungan Bani 
Quraizhah karena mengikuti perintah beliau sekaligus 
meninggalkan takwilan yang bertentangan dengan dzahir 
hadits tersebut. 

Yang lain mengatakan bahwa yang benar adalah yang 
melakukan shalat di jalan, pada waktunya. Mereka 
memperoleh dua keutamaan; bersegera mengerjakan 
perintah untuk berangkat menuju Bani Quraizhah dan segera 
menuju keridhaan Allah SWT dengan mendirikan shalat 
pada waktunya lalu menyusul rombongan. Maka mereka 


1 Zadul Ma’ad jilid 3 halaman 131 


207 



Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


mendapat dua keutamaan; keutamaan jihad dan shalat pada 
waktunya. 

Sedangkan mereka yang mengakhirkan shalat 'Ashar 
paling mungkin adalah mereka udzur, bahkan menerima 
satu pahala karena bersandar kepada dzahir dalil tersebut. 
Niat mereka hanyalah menjalankan perintah. Tapi untuk 
dikatakan bahwa mereka benar, sementara yang segera 
mengerjakan shalat dan berangkat jihad adalah salah, adalah 
tidak mungkin. Karena mereka yang shalat di jalan berarti 
mengumpulkan dua dalil. Mereka memperoleh dua 
keutamaan, sehingga menerima dua pahala. Yang lain juga 
menerima pahala 

5. Perbedaan Pendapat di Antara Para Ulama 


B. Batas Kebolehan Perbedaan Pendapat 


1. Beda Pandangan Bukan Perpecahan 

2. Masalah Cabang dan Bukan Fundmental Aqidah 

3. Bukan Permusuhan dan Fanatisme 

4. Adab dan Akhlaq Berbeda Pendapat 


C. Sebab Perbedaan Pendapat 

Adapun sebab perbedaan ulama dalam teks yang bersifat 
dlanni (lawan dari qathi) atau yang lafadlnya mengandung 
kemungkinan makna lebih dari satu adalah sebagai berikut: 


208 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


1. Perbedaan makna lafadl teks Arab. 

Perbedaan makna ini bisa disebabkan oleh lafadl tersebut 
umum (mujmal) atau lafadl yang memiliki arti lebih dari satu 
makna (musytarak), atau makna lafadl memiliki arti umum 
dan khusus, atau lafadl yang memiliki makna hakiki atau 
makna menurut adat kebiasaan, dan lain-lain. 

Contohnya, lafadl al quru' memiliki dua arti; haid dan 
suci (Al Baqarah :228). Atau lafadl perintah (amr) bisa 
bermakna wajib atau anjuran. Lafadl nahy; memiliki makna 
larangan yang haram atau makruh. 

Contoh lainnya adalah lafaz yang memiliki 
kemungkinan dua makna antara umum atau khusus adalah 
Al Baqarah: 206 "Tidak ada paksaan dalam agama" apakah 
ini informasi memiliki arti larangan atau informasi tentang 
hal sebenarnya? 

2. Perbedaan riwayat. 

Maksudnya adalah perbedaan riwayat hadis. Faktor 
perbedaan riwayat ada beberapa, diantaranya : 

■ hadis itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun 
tidak sampai kepada perawi lainya 

■ atau sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan 
sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang kuat 

■ atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; 
atau salah seorang ahli hadis melihat satu jalan perawi 
lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat 

■ atau dia menilai tak ada penghalang untuk menerima 
suatu riwayat hadis. Perbedaan ini berdasarkan cara 
menilai layak tidaknya seorang perawi sebagai pembawa 
hadis. 

■ atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan 
yang sudah disepakati, namun kedua perawi berbeda 
tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadis itu. 


209 



Bab 13: Perbedaan Pendapat 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Seperti hadis mursal. 

3. Perbedaan sumber-sumber pengambilan hukum. 

Ada sebagian berlandasan sumber istihsan, masalih 
mursalah, perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai' dan 
sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut. 

4. Perbedaan kaidah usul fiq. 

Seperti kaidah usul fiqh yang berbunyi "Nash umum 
yang dikhususkan tidak menjadi hujjah (pegangan)", 
"mafhum (pemahaman eksplisit) nash tidak dijadikan dasar", 
"tambahan terhadap nash quran dalam hukum adalah 
nasakh (penghapusan)" kaidah-kaidah ini menjadi perbedaan 
ulama. 

5. Ijtihad dengan qiyas. 

Dari sinilah perbedaan ulama sangat banyak dan luas. 
Sebab Qiyas memiliki asal (masalah inti sebagai patokan), 
syarat dan illat. Dan illat memiliki sejumlah syarat dan 
langkah-langkah yang harus terpenuhi sehingga sebuah 
prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak 
perbedaan hasil qiyas disamping juga ada kesepakatan 
antara ulama. 

6. Pertentangan (kontradiksi) dan tarjih antar dalil-dalil. 

Ini merupakan bab luas dalam perbedaan ulama dan 
diskusi mereka. Dalam bab ini ada yang berpegang dengan 
takwil, ta'lil, kompromi antara dalil yang bertentangan, 
penyesuaian antara dalil, penghapusan (naskh) salah satu 
dalil yang bertentangan. Pertentangan terjadi biasanya antara 
nash-nash atau antara qiyas, atau antar sunnah baik dalam 
perkataan Nabi dengan perbuatannya, atau dalam 
penetapan-penetapannya. Perbedaan sunnah juga bisa 
disebabkan oleh penyifatan tindakan Rasulullah saw dalam 
berpolitik atau memberi fatwah. 


210 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 13 : Perbedaan Pendapat 


Dari sini bisa diketahui bahwa ijtihad ulama - semoga 
Allah membalas mereka dengan balasan kebaikan - tidak 
mungkin semuanya merepresentasikan sebagai syariat Allah 
yang turun kepada Rasulullah saw. Meski demikian kita 
memiliki kewajiban untuk beramal dengan salah satu dari 
perbedaan ulama. Yang benar, kebanyakan masalah 
ijtihadiah dan pendapat yang bersifat dlanniyah (pretensi) 
dihormati dan disikapi sama. 

Perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu kepada 
ashobiyah (fanatisme golongan), permusuhan, perpecahan 
yang dibenci Allah antara kaum Muslimin yang disebut Al- 
Quran sebagai umat bersaudara, yang juga diperintah untuk 
berpegang teguh dengan tali Allah. 

Para sahabat sendiri berhati-hati dan tidak mau 
ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat Allah. Namun 
mereka menyebut,"Ini adalah pendapatku, jika benar ia 
berasal dari Allah jika salah maka ia berasal dari saya dan 
dari setan, Allah dan Rasul-Nya darinya (pendapat saya) 
berlepas diri." 

Di antara nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah 
saw, kepada para pasukannya baik dipimpin langsung atau 
tidak adalah, 

"Jika kalian mengepung sebuah benteng, dan mereka ingin 
memberlakukan hukum Allah, maka jangan kalian terapkan 
mereka dengan hukum Allah, namun berlakukan kepada 
mereka dengan hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah 
engkau tepat dalam menerapkan hukum Allah kepada mereka 
atau tidak," (HR Ahmad, Tirmizi, IbnuMajah) 

Ini menegaskan tentang ketetapan ijtihad atau 
kesalahannya dalam masalah cabang fiqh. 


211 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


Bab 14: Madzhab Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Pengertian Mazhab 

1. Bahasa 

2. Istilah 

B. Ruang Lingkup Mazhab 

C. Periode Fiqih 

1. Periode Pertama 

2. Periode Kedua 

3. Periode Ketiga 

4. Periode Keempat 

5. Periode Kelima 

6. Periode Keenam 

7. Periode Ketujuh 

C. Mazhab Empat 

1. Al-lmam Abu Hanifah. 

2. Al-lmam Malik 

3. Al-lmam Asy-Syafi'i 

4. Al-lmam Ahmad 

D. Madzhab Lain 

1. Madzhab Dhahiri 

2. Madzhab Syiah Az Zaidiyah. 

3. Madzhab Syiah Imamiyah 

4. Madzhab Ibadliyah 


A. Pengertian Mazhab 

1. Bahasa 


213 




Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Secara bahasa, kata mazhab adalah bentuk kata 

dasarnya yaitu kata dzahaba yang berarti pergi. Mazhab 
adalah bentuk isim makan dan juga bisa menjadi isim zaman 
dari kata tersebut, sehingga bermakna : 

* * * * S ^ & 

Jjj 


Jalan atau tempat untuk berjalan, atau ivaktu untuk berjalan. 

Ahmad Ash-Shawi Al-Maliki menyebutkan bahwa 
makna etimologis dari mazhab adalah d 


o o o 

Jails' aJ\ 


Tempat untuk pergi sepertijalanan secara fisik 

2. Istilah 

Apapun makna secara istilah yang digunakan di dalam 
ilmu fiqih, kata mazhab itu didefinisikan oleh Az-Zarqani 
sebagai : 2 


4_Jj i^JSO \S» 


Pendapat yang diambil oleh seorang imam dan para imam 
dalam masalah yang terkait dengan hukum-hukum 
ijtihadiyah. 

B. Ruang Lingkup Mazhab 


C. Periode Fiqih 

Rasulullah SAW tidak meninggalkan dunia ini kecuali 


1 Ash-Shawi, Hasyiyatu Ash-Shawi ‘Ala Syarhi Ash-Shaghir li Ad-Dardir, jilid 1 hal. 16 

2 Az-Zarqani, Syarah Az-Zarqani ‘ala Syarhi Al-Qani, hal. 133 


214 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


setelah bangunan syariat Islam lengkap dengan nash yang 
tegas dan jelas. Allah SWT berfirman : 


4 & S 0 9- ' O 6^0 ' ' ' 0 

4J1JI jU Jt-j'y (_jL)Lst£« jS' ^ j\o -M LlO 


. ^ / 
1# 1* t , 


“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, 
dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku- 
ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa 
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, 
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 
(QS.AlMaidah: 3 ) 

Namun demikian apa yang diwariskan oleh Rasulullah 
SAW bukan buku fiqih yang sudah tertulis dan berisi butir- 
butir hukum Islam yang baku. Yang beliau wariskan adalah 
sejumlah kaidah global, sebagian hukum-hukum juz'i 
(penggalan masalah), dan hukum-hukum pengadilan yang 
ada di Al-Quran dan Sunnah. Sebagian kecil dan ringkas ini 
hampir mencukupi untuk menata hidup mereka. 

Sepeninggal beliau SAW, umat Islam kemudian 
berkembang dan memenuhi jazirah Arab dan sekitarnya. 
Mereka menemukan realitas dan tradisi yang sebelumnya 
tidak di alami. Kondisi ini menuntut ijtihad fiqh untuk 
meletakkan dasar-dasarnya (kaidah) untuk mengaturnya 
sesuai dengan syariat Islam. Kaidah-kaidah yang kemudian 
disebut kaidah fiqh itu merupakan nilai yang diambil dari 
Al-Quran. 

Kejadian dan peristiwa semakin berkembang seiring 
semakin bertambahnya populasi umat Islam. Kebutuhan 
terhadap fiqh dan kaidah-kaidah umumnya pun semakin 
meningkat. Terutama di negara dan wilayah baru yang 


215 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dibuka oleh umat Islam. Kian hari fiqh kian berkemang dari 
generasi ke generasi sehingga fiqh menjadi disiplin ilmu 
tersendiri yang sangat luas dan sistematis. 

Jika diteliti, fiqh sejak zaman Rasulullah hingga masa- 
masa berikutnya melalui sejumlah fase pertumbuhan yang 
berbeda-beda dalam empat generasi atau empat abad 
pertama (hijriyah). 

Diawali dari penulisan (kodifikasi) fiqh madzhab, 
dilanjutkan syuruh (penjelasan rinci), ihtisharat (ringkasan), 
penulisan matan (teks inti pendapat seorang imam), mausuat 
(eksiklopedi) fiqh, penulisan kaidah fiqh, ashbah wan nadlair 
(masalah-masalah yang memiliki kesamaan dan perbedaan 
dalam tinjauan fiqh), fiqhul muqorin (fiqh perbandingan), 
nadlariyah fiqhiyah (teori fiqh), hingga fiqh menjadi 
ketetapan undang-undang dan hukum Islam. 

1. Periode Pertama 

Masa Risalah dimulai dan diakhiri selama Rasulullah 
saw. hidup hingga wafat. Di masa ini bangunan syariat dan 
agama telah sempurna. 

2. Periode Kedua 

Masa Khulafaur rashidin hingga pertengahan abad 
pertama hijriyah. Dua fase I dan II adalah fase pengantar 
penulisan fiqh. 

3. Periode Ketiga 

Diawali sejak pertengahan abad pertama hijriyah hingga 
awal abad kedua hijriyah. Ilmu fiqh menjadi disiplin ilmu 
tersendiri. Di fase ini sekolah-sekolah fiqh tumbuh pesat 
yang sesungguhnya adalah setiap sekolah itu sebagai media 
bagi setiap madzhab fiqh. Fase ini bisa disebut sebagai fase 
peletakan dasar bagi kodifikasi fiqh. 

4. Periode Keempat 


216 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


Diawali dari pertengahan abad keempat hijriyah hingga 
pertengahan abad empat hijriyah. Di fase ini fiqh telah 
sempurna terbentuk. 

5. Periode Kelima 

Diawali pertengahan abad lima hijriyah hingga jatuhnya 
Baghdad, ibu kota daulah abbasiyah sebagai pusat ilmu dan 
peradaban Islam ke tangan Tartar di pertengahan abad tujuh. 
Di fase ini fiqh mulai memasuki masa statis dan taqlid dalam 
penulisan fiqh. 

6. Periode Keenam 

Diawali dari pertengahan abad tujuh hijriyah hingga 
awal abad modern. Fase ini adalah fase kelemahan dalam 
sistematika dan metodologi penulisan fiqh. 

7. Periode Ketujuh 

diawali dari pertengahan abad 13 hijriyah hingga 
sekarang. Di fase ini studi fiqh, terutama studi perbandingan 
fiqh berkembang. 

D. Mazhab Empat 

A1 Faqiih, mufti atau mujtahid, adalah orang yang sudah 
memiliki kemampuan mengambil kesimpulan hukum- 
hukum (istinbathul ahkam) dari dalil-dalilnya. Sementara 
yang dimaksud madzhab, secara bahasa adalah tempat pergi 
atau jalan. Secara istilah adalah pandangan seseorang atau 
kelompok tentang hukum-hukum yang mencakup sejumlah 
masalah. 

Benih madzhab muncul sejak masa sahabat. Sehingga 
dikenal ada madzhab Aisyah, madzhab Abdullah bin Umar, 
madzhab Abdullah bin Masud. Di masa tabiin juga terkenal 
tujuh ahli fiqh dari kota Madinah; Said bin Musayyib, Urwah 
bin Zubair, Qasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu 
Bakr bin Abdullah bin Utbah bin Masud, Sulaiman bin Yasar, 


217 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Ubaid bin Abdillah, Naff Maula Abdullah bin Umar. Dari 
penduduk Kufah; Alqamah bin Masud, Ibrahim An Nakha'i, 
guru Hammad bin Abi Sulaiman, guru Abu Hanifah. Dari 
penduduk Basrah; Hasan A1 Basri. 

Dari kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup 
terkenal; Ikrimah Maula Ibnu Abbas dan Atha' bin Abu 
Rabbah, Thawus bin Kiisan, Muhammad bin Sirin, A1 Aswad 
bin Yazid, Masruq bin A1 A'raj, Alqamah An Nakha'i, Sya'by, 
Syuraih, Said bin Jubair, Makhul Ad Dimasyqy, Abu Idris A1 
Khaulani. 

Di awal abad II hingga pertengahan abad IV hijriyah 
yang merupakan fase keemasan bagi itjihad fiqh, muncul 13 
mujtahid yang madzhabnya dibukukan dan diikuti 
pendapatnya. Mereka adalah Sufyan bin Uyainah dari 
Mekah, Malik bin Anas di Madinah, Hasan A1 Basri di 
Basrah, Abu Hanifah dan Sufyan Ats Tsury (161 H) di Kufah, 
A1 Auzai (157 H) di Syam, Syafii, Laits bin Sa'd di Mesir, 
Ishaq bin Rahawaih di Naisabur, Abu Tsaur, Ahmad bin 
Hanbal, Daud Adz Dzhahiri dan Ibnu Jarir At Thabary, 
keempatnya di Baghdad. 

Namun kebanyakan madzhab di atas hanya tinggal di 
kitab dan buku-buku seiring dengan wafatnya para 
pengikutnya. Sebagian madzhab lainnya masih tetap terkenal 
dan bertahan hingga hari ini. Berikut adalah sekilas tentang 
madzhab-madzhab tersebut: 

1. Al-Imam Abu Hanifah. 

Nama aslinya An Nu'man bin Tsabit (80-150 H); pendiri 
madzhab Hanafi. Ia berasal dari Kufah dari keturunan 
bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Bani 
Umaiyah dan Daulah Bani Abbasiyah. Beliau termasuk 
pengikut tabi'in ( tabi'utabiin ), sebagian ahli sejarah 
menyebutkan, ia bahkan termasuk tabi'in. Beliau pernah 
bertemu dengan Anas bin Malik (Sahabat) dan meriwayatkan 


218 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


hadis terkenal: 


JS' 4.22J ji jt-UJl 

Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim 

Imam Abu Hanifah dikenal sebagai terdepan dalam ahlu 
ar-ra’yi, ulama yang baik dalam penggunaan logika sebagai 
dalil. Beliau adalah ahli fiqih dari penduduk Irak. Di samping 
sebagai ulama fiqh, Abu Hanifah berprofesi sebagai 
pedagang kain di Kufah. 

Tentang kredibelitasnya sebagai ahli fiqh. Imam Syafi'i 
mengatakan,"Dalam fiqh, manusia bergantung kepada Abu 
Hanifah,". Imam Abu Hanifah menimba ilmu hadis dan fiqh 
dari banyak ulama terkenal. 

Untuk fiqih, selama 18 tahun beliau berguru kepada 
Hammad bin Abu Sulaiman, murid Ibrahim An Nakha'i. Abu 
Hanifah sangat selektif dalam menerima hadis dan lebih 
banyak menggunakan Qiyas dan Istihsan. 

Dasar madzhab Imam Abu Hanifah adalah; Al-Quran, 
As Sunnah, Ijma', Qiyas, Istihsan. Dalam ilmu akidah Imam 
Abu Hanifah memiliki buku berjudul "Kitabul fiqhul akbar" 
(fiqh terbesar; akidah). 

Beberapa murid Imam Abu Hanifah yang terkenal: 

Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim dari Kufah (113 - 182 
H). Beliu menjadi hakim agung di masa Khalifah Harun A1 
Rasyid. Beliau juga sebagai mujtahid mutlak (mujtahid yang 
menguasai seluruh disiplin ilmu fiqh). 

Muhammad bin Hasan Asy Syaibani (132 - 189 H). 
Lahir di Damaskus (Syuriah) dan besar di Kufah dan 
menimbah ilmu di Baghdad. Pernah menimba ilmu kepada 
Abu Hanifah, kemudian Abu Yusuf. Pernah menimba ilmu 
kepada Imam Malik bin Anas. Ia juga termasuk mujtahid 


219 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


mutlak. Ia menulis kitab "dlahirur riwayah" sebagai 
pegangan madzhab Abu Hanifah. 

Abu Hudzail Zufar bin Hudzail bin Qais (110 - 158 H) 
ia juga sebagai mujtahid mutlak. 

Hasan bin Ziyad A1 Lu'lu'iy ( w 204 H). Dalam urusan 
fiqh beliau belum mencapai Abu Hanifah dan dua muridnya. 

2. Al-Imam Malik 

Lengkapnya bernama Malik bin Anas bin Abi Amir A1 
Ashbahi (93 - 179 H). 

Beliau adalah pendiri madzhab Maliki. Beliau adalah 
Imam penduduk Madinah dalam urusan fiqh dan hadis 
setelah Tabi'in. Beliau dilahirkan di masa Khalifah A1 Walid 
bin Abdul Malik dan meninggal di masa khalifah A1 Rasyid 
di Madinah. Beliau tidak pernah melakukan perjalanan 
keluar dari Madinah ke wilayah lain. 

Sebagaimana Abu Hanifah, Imam Malik juga hidup 
dalam dua masa pemerintahan Daulah Umawiyah dan 
Abbasiyah. Di masa dua Imam besar inilah, kekuasaan 
pemerintahan Islam meluas hingga Samudra Pasifik di barat 
dan hingga Cina di timur, bahkan ke jantung Eropa dengan 
dibukanya Andalusia. 

Imam Malik berguru kepada ulama Madinah. Dalam 
jangka cukup panjang beliau mulazamah (berguru langsung) 
kepada Abdur Rahman Hurmuz. Beliau juga menimba ilmu 
kepada Naff maula Ibnu Umar, Ibnu Syihab Az Zuhri. Guru 
fiqh beliu adalah Rabiah bin Abdur Rahman. 

Imam Malik adalah ahli hadis dan fiqh. Ia memiliki kitab 
"A1 Muwattha'" yang berisi hadis dan fiqh. Imam Syafi'i 
berkata tentangnya,"Malik adalah guru besarku, darinya aku 
menimba ilmu, beliau adalah hujjah antaraku dan Allah. Tak 
seorang pun yang lebih banyak memberi ilmu melebihi 
Malik. Jika disebut ulama-ulama, maka Malik seperti bintang 


220 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


yang bersinar," 

Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; 
Al-Quran, As Sunnah (dengan lima rincian dari masing- 
masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman 
dlahir, lafadl umum, mafhum mukhalafah, mafhum 
muwafakah, tanbih alal illah), lima', Qiyas, Amal ahlul 
madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat, 
Istihsan, Saddudzarai', muraatul khilaf, Istishab, maslahah 
mursalah, syaru man qablana (syariat nabi terdahulu). 

Murid Imam Malik tersebar di Mesir, utara Afrika, dan 
Andalus. Di antara mereka adalah Abu Abdillah; Abdur 
Rahman bin A1 Qasim (w 191 H) ia dikenal murid paling 
mumpuni tentang madzhab Malik dan paling dipercaya. Ia 
juga yang mentashih kitab pegangan madzhab ini "A1 
Mudawwnah". Murid Imam Malik lainnya adalah Abu 
Muhammad (125 - 197 H) ia menyebarkan madzhabnya di 
Mesir, Asyhab bin Abdul Aziz, Abu Muhammad; Abdullah 
bin Abdul Hakam, Muhammad bin Abdullah bon Abdul 
Hakam, Muhammad bin Ibrahim. Murid Imam Malik dari 
wilayah Maroko; Abul Hasan; Ali bin Ziyad, Abu Abdillah, 
Asad bin Furat, Yahya bin Yahya, Sahnun; Abdus Salam dll. 

3. Al-Imam Asy-Syafi'i 

Lengkapnya bernama Muhammad bin Idris Asy Syafi'i 
(150 - 204 H). Beliau adalah pendiri madzhab Syafi'i. 
Dipanggil Abu Abdullah. Nama aslinya Muhammad bin 
Idris. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah saw. pada 
kakek beliau Abdu Manaf. Beliau dilahirkan di Gaza 
Palestina (Syam) tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah 
dan wafat di Mesir tahun 203 H. 

Setelah ayah Imam Syafi'i meninggal dan dua tahun 
kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air 
nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan 
yatim. Sejak kecil Syafi'i cepat menghafal syair, pandai 


221 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


bahasa Arab dan sastra sampai-sampai A1 Ashma'i 
berkata/'Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari 
seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin 
Idris," Imam Syafi'i adalah imam bahasa Arab. 

Di Mekah, Imam Syafi'i berguru fiqh kepada mufti di 
sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia 
mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 
tahun. Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh 
kepada Imam Malik bin Anas. Beliau mengaji kitab 
Muwattha' kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 
malam. Imam Syafi'i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin 
Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin 
Syafi' dan lain-lain. 

Imam Syafi'i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja 
sebentar di sana. Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 
195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. 
Beliau memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar 
Rasyid. 

Imam Syafi'i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di 
Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam 
Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi'i menimba ilmu fiqhnya, 
ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di 
Baghdad, Imam Syafi'i menulis madzhab lamanya (madzhab 
qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan 
menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau 
wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H. 

Salah satu karangannya adalah "Ar Risalah" buku 
pertama tentang ushul fiqh dan kitab "A1 Umm" yang berisi 
madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi'i adalah seorang 
mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu 
memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad 
berkata tentang Imam Syafi'i,"Beliau adalah orang yang 
paling faqih dalam Al-Quran dan As Sunnah," "Tidak 
seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) 


222 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


melainkan Allah memberinya di 'leher' Syafi'i,". Thasy Kubri 
mengatakan di Miftahus sa'adah/'Ulama ahli fiqh, ushul, 
hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat 
bahwa Syafi'i memiliki sifat amanah (dipercaya), 'adaalah 
(kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara', takwa, 
dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang 
tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan 
hidupnya saja masih kurang lengkap," 

Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma' dan Qiyas. 
Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap 
sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil 
Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar 
madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan 
penduduk Madinah. Imam Syafi'i mengatakan,"Barangsiapa 
yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan 
syariat,". Penduduk Baghdad mengatakan,"Imam Syafi'i 
adalah nashirussunnah (pembela sunnah)," 

Kitab "A1 Hujjah" yang merupakan madzhab lama 
diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, 
Abu Tsaur, Za'farani, A1 Karabisyi dari Imam Syafi'i. 

Sementara kitab "A1 Umm" sebagai madzhab yang baru 
Imam Syafi'i diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; A1 
Muzani, A1 Buwaithi, Ar Rabi' Jizii bin Sulaiman. Imam 
Syafi'i mengatakan tentang madzhabnya,"Jika sebuah hadits 
shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) 
adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang 
tembok," 

4. Al-Imam Ahmad 

Lengkapnya bernama Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani 
(164 - 241 H). Beliau adalah pendiri madzhab Hanbali. Beliau 
dipanggil Abu Abdillah. Nama aslinya Ahmad bin Hanbal 
bin Hilal bin Asad Adz Dzhali Asy Syaibani. Dilahirkan di 
Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada 


223 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan 
mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, 
Mekah, Madinah, Yaman, Syam. 

Beliau berguru kepada Imam Syafi'i ketika datang ke 
Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. 
Gurunya sangat hingga mencapai ratusan. Ia menguasai 
sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis 
di jamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin 
Abi Hazim A1 Bukhari (104 - 183 H). 

Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. 
Ibrahim A1 Harbi berkata tentangnya/'Saya melihat Ahmad 
seakan Allah menghimpun baginya ilmu orang-orang 
terdahulu dan orang belakangan," Imam Syafi'i berkata 
ketika melakukan perjalanan ke Mesir/'Saya keluar dari 
Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang 
paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal 
(Imam Ahmad)," 

Di masa hidupnya, di zaman khalifah A1 Makmum, A1 
Mu'tasim da A1 Watsiq, Imam Ahmad merasakan ujian 
siksaan dan penjara karena mempertahankan kebenaran 
tentang "Al-Quran kalamullah" (firman dan perkataan 
Allah), ia dipaksa untuk mengubahnya bahwa Al-Quran 
adalah makhluk (ciptaan Allah). Namun beliau 
menghadapinya dengan kesabaran membaja seperti para 
nabi. Ibnu A1 Madani mengatakan/'Sesungguhnya Allah 
memuliakan Islam dengan dua orang laki-laki; Abu Bakar di 
saat terjadi peristiwa riddah (banyak orang murtad menyusul 
wafatnya Rasulullah saw.) dan Ibnu Hambal di saat peristiwa 
ujian khalqul quran (ciptaan Allah),". Bisyr A1 Hafi 
mengatakan/'Sesungguhnya Ahmad memiliki maqam para 
nabi," 

Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, 
fatwah sahahabat, Ijam', Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, 
saddudzarai'. 


224 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang 
fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya 
madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas 
pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah 
kitab hadis "A1 Musnad" yang memuat 40.000 lebih hadis. 
Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad 
mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya 
meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar. 

Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad 
bin Hanbal (w 266 H) anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah 
bin Ahmad bin Hanbal (213 - 290 H). Shalih bin Ahmad lebih 
menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai 
hadis. Murid yang adalah A1 Atsram dipanggil Abu Bakr dan 
nama aslinya; Ahmad bin Muhammad (w 273 H), Abdul 
Malik bin Abdul Hamid bin Mihran (w 274 H), Abu Bakr A1 
Khallal (w 311 H), Abul Qasim (w 334 H) yang terakhir ini 
memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. 
Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah "A1 Mughni" 
karangan Ibnu Qudamah. 

E. Madzhab Lain 

Selain madzhab empat yang diuraikan sepintas di bab II 
masih ada sejumlah madzhab lainnya. Dalam pendapat- 
pendapat dalam masalah fiqh, mereka memiliki ciri khas. 
Namun madzhab-madzhab ini tidak berumur lama sebab 
mereka hanya muncul di jamannya. Setelah itu mereka hanya 
tinggal tersimpan di buku-buku fiqh tanpa pengikut yang 
menyebar luas madzhab mereka. 

1. Madzhab Dhahiri 

Pendiri madzhab ini adalah Dawud bin Ali, Abu 
Sulaiman A1 Asfahani Adi Dlahiri. Di lahirkan di Kufah 
tahun 202 H dan wafat di Baghdad tahun 270. Ia termasuk 
ahli hadis dengan tingkatan Hadifl (yang menguasai hadis 


225 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dan ilmunya secara keseluruhan) disamping ia seorang ahli 
fiqh, mujtahid, memiliki madzhab tersendiri. Sebelumnya ia 
adalah pengikut madzhab Syafi'i di Bagdad. 

Madzhab dlahiri adalah madzhab yang mengambil 
hukum dan mengamalkan dengan makna tekstual (dlahir) 
Al-Quran dan Sunnah selama tidak ada dalil yang 
memberikan petunjuk selain makna tekstual. Jika tidak ada 
teks Al-Quran dan Sunnah maka mereka mengambil I^ma' 
dengan syarat berdasarkan konsensus semua ulama umat di 
masa itu. Mereka juga mengambil Ijma' sahabat Rasulullah 
saja. Jika tidak teks Al-Quran, Sunnah, Ijma maka mereka 
mengambil dalil Istishab; hukum asal suatu masalah adalah 
boleh dilakukan. Namun mereka menolak dalil Qiyas, 
Istihsan, saddudzarai', atau bentuk ijtihad lainnya. 
Disamping itu mereka juga menolak taqlid (mengikut secara 
total kepada seorang Imam tanpa mengetahui dalil). 

Salah satu pengikut madzhab Adi Dlahiri yang 
melakukan pembelaan dan penyebaran di masa 
pertumbuhan madzhab adalah Abu Muhammad Ali bin Said 
bin Hazm A1 Andalusi (384-456 H) atau yang terkenal 
dengan sebutan Ibnu Hazm. Madzhab ini tumbuh 
berkembang pesat di Andalusia di abad V H kemudian 
punah di abad VIIIH. 

Di antara pendapat fiqh madzhab yang khas adalah; 
haramnya bejana emas perak untuk digunakan minum; riba 
hanya diharamkan pada enam hal saja seperti yang 
disebutkan dalam hadis, istri yang kaya harus memberi 
nafkah kepada suaminya yang miskin. 

2. Madzhab Syiah Az Zaidiyah. 

Pendiri madzhab ini adalah Zaid bin Ali Zainal Abidin 
bin A1 Husain (W 122 H). ia adalah Imam Syiah A1 Zaidiyah. 
Ia seorang Imam di zamannya dan seorang ilmuwan luas. 
Sebab ia menguasai ilmu Al-Quran, qira'at, fiqh. Bahkan ia 


226 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


terkenal dengan julukan Haliful-quran. Ia juga memiliki kitab 
fiqh yang paling dahulu "A1 Majmu'" dicetak di Italia 
kemudian diuraikan (syarah) oleh Syarfuddin A1 Shan'ani 
ahun 1221 H dengan judul Ar Raudlun Nadlir dalam empa 
jilid. Az Zaidiyah: sebuah kelompok yang menjadikan 
kepemimpinan umat seteleh Ali Zainul Abidin kepada 
anaknya Zaid bin Ali, pendiri madzhab ini. Ia dibaiat di 
Kufah di zaman kekhilafahan Hisyam bin Abdul Malik. 
Yusuf bin Umar memeranginya dan ia terbunuh. Menurut 
Imam Zaid, Ali bin Abu Thalib lebih utama menjadi khalifah 
dibanding dengan sahabat Rasulullah saw lainnya. Salah satu 
pendapatnya adalah jika seorang pemimpin umat melakukan 
kedlaliman dan penindasan atas yang lemah maka harus 
keluar dari baiat. 

Imam Zaid menentang pengikutnya yang mencela dan 
menjelek-jelekkan Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Karena 
menolak pendapat Zaid, mereka membuat kelompok sendiri 
yang disebut dengan Ar Rafidlah. Sebab pada saat mereka 
menolak, Zaid mengatakan/'Rafadltumuni (kalian menolak 
saya)," 

Di masa pertumbuhan pertama, madzhab ini tidak jauh 
berbeda dengan madzhab Ahli Sunnah hanya beberapa 
masalah saja yang berbeda. Misalhnya madzhab Zaidiyah 
tidak menganggap masyru'nya (dituntunkannnya) 
mengusap sepatu saat dalam perjalanan, haramnya 
sembelihan orang selain Islam (meski dari Ahli Kitab), 
haramnya menikah dengan perempuan Ahli Kitab 
berdasarkan firman Allah: 



i 'y j 


“Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang- 
orang kafir.” (QS. Al-Mumtahinah: w) 


227 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Berbeda dengan Syiah Imamiyah, madzhab Zaidiyah 
melarang nikah mut'ah, menambahkan lafadl azan dengan 
"hayya ala khairil amal" dan melakukan takbir lima kali dalam 
shalat janazah. 

Madzhab ini merupakan madzhab syiah yang paling 
dekat dengan Ahlusunnah. Namun dalam masalah akidah 
mereka mengambil madzhabMu'tazilah. 

3. Madzhab Syiah Imamiyah 

Pendiri madzhab ini adalah Abu Abdullah Ja'far Ash 
Shadiq bin Muhammad A1 Baqir bin Ali Zainal Abidin (80- 
148 H). Syiah Imamiyah menetapkan kepemimpinan 12 
imam yang ma'shum (terjaga dari dosa). Dari yang pertama, 
Abu A1 Hasan Ali A1 Murtadli dan yang terakhir adalah 
Muhammad A1 Mahdi A1 Hujjah. Imam yang terakhir ini 
diyakini tersembunyi dan akan muncul di akhir zaman. 
Madzhab ini disebarluaskan oleh Ibnu Farrukh di Persia 
dalam kitabnya Basyair Darajat fi ulumi ali muhammad 
wama khasshahumullah bihi dicetak tahun 1285 H. 

Kitab fiqh pertama dalam madzhab Syiah Imamiyah 
termasuk kiab Risalatul halal wal haram karangan Ibrahim 
Ibnu Muhammad Abu Yahya al Madany A1 Aslami yang dia 
riwayatkan dari Imam Ja'far Ash Shadiq. Kemudian anaknya, 
Ali Ar Ridla menulis kitab fiqh dengan judul "Fiqhu Ar 
Ridla" dicetak ahun 1274 H di Teheran. 

Di abad IV muncul penyebar madzhab ini yaitu 
Muhammad bin Ya'qub bin Ishak Al Kulaini Ar Razi (W 324) 
yang kemudian mengarang "Al Kafi fi ilmiddin" yang 
memuat 16.099 hadis dari riwayat ahlul bait, sebuah jumlah 
melebihi hadis dalam hadis shahih dalam enam buku. 

Sehingga Al Kafi menjadi pegangan madzhab Imamiyah. 
Di samping kitab lain; Man laa yahdluruhu, Shaduq Al 
Qummi, Tahdbul ahkam, Ath Thusi, Isibshar, Ath Thusi. 

Madzhab Imamiyah dalam fiqh tidak mengambil dalil 


228 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 14 : Mazhab Fiqih 


setelah Al-Quran kecuali dari hadis-hadis yang diriwayatkan 
dari ahlul bait. Mereka juga melakukan ijtihad, menolak 
Qiyas yang illatnya tidak ditegaskan dalam nash, menolak 
lima' kecuali jika Imam mereka masuk dalam mereka. 
Rujukan dalam masalah hukum bagi mereka dalah Imam 
mereka saja bukan yang lain. 

Di antara masalah fiqh yang berbeda antara 
Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah adalah; mereka 
membolehkah nikah sementara, nikah mut'ah, dalam thalak 
hams ada saksi, haramnya sembelihan ahli kitab, haram 
menikah dengan wanita Nasrani dan Yahudi, tidak 
disyariatkan mengusap sepatu dalam wudlu di perjalanan 
sebagai ganti mencuci kaki dalam wudlu. 

4. Madzhab Ibadliyah 

Pendiri madzhab ini adalah Abu Sya'tsa' Jabir bin Zaid 
(W 93 H) termasuk dari kalangan Tabiin yang mengamalkan 
Al-Quran dan Sunnah. Ia berguru kepada Ibnu Abbas RA. 
Mereka berdasarkan Al-Quran, Sunnah, lima', Qiyas, 
Istihsan, Maslahah Mursalah, Istishab, perkataan sahabat. 
Mereka menolak disebut sebagai kaum Khawarij mereka 
mengaku dengan Ahlud dakwah, Ahli istiqamah, jamaatul 
muslimin. 

Madzhab Ibadliyah terkenal dalam dengan pendapat- 
pendapat sebagai berikut: 

■ Tidak disyariatkan mengusap sepatu dalam wudlu di 
perjalanan sebagai ganti mencuci kaki dalam wudlu, 
seperti hal pendapat Syiah Imamiyah. 

■ Tidak mengangkat tangan dalam takbiratul ihram dalam 
shalat, tidak sedakap dalam shalat saat berdiri dan hanya 
sekali salam di akhir shalat seperti halnya pendapat Maliki 
dan Zaidi. 

■ Bagi orang junub yang masuk waku pagi hari bulan puasa 
maka ia harus membatalkan puasa. Berdasarkan hadis 


229 



Bab 14: Mazhab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Abu Hurairah dan pendapat sebagian tabiin. 

■ Haramnya semebelihan Ahli kitab yang tidak membayar 
pajak kepada negara atau kafir harbi. 

■ Haram nikahnya anak, ini pendapat Jabir bin Zaid yang 
berbeda dengan yang diamalkan dalam madzhab 
Ibadliyah. 

■ Makruh menikai dua anak perempuan paman sekaligus. 

■ Wasiat wajib hukumnya bagi kerabat dekat selain ahli 
waris. Bolehnya memberikan wasiat kepada cucu meski 
anak ada. A1 Baqarah: 180. 

■ Hamba sahaya yang melakukan perjanjian merdeka 
dengan tuannya sudah berstatus merdeka saat perjanjian 
ditulis. 

Di antara kitab pegangan mereka dalam masalah akidah 
adalah Masyariqul Anwar, Nuruddin As Salami, dalam 
masalah ushul fiqh adalah Thalausyams, Nuruddin As 
Salami, dalam masalah fiqh Syarhunail wasyifaulalil, 
Muhammad bin Yusuf bin, Qamussyariah, As Sa'dy. 

Madzhab mereka hingga kini masih ada di Oman, Afrika 
Timur, Aljazair, Libia dan Tunis. 

Dalam masalah akidah mereka mengatakan orang yang 
melakukan dosa besar kekal dalam neraka jika tidak bertobat, 
sifat Allah adalah dzat-Nya itu sendiri, Allah tidak bisa 
dilihat di akhira sekali pun untuk mengagungkan-Nya. 


230 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 15 : Hukum Bermazhab 


Bab 15: Hukum Bermadzhab 


IKHTISHAR 


A. Setia Pada Satu Mazhab 

B. Murujuk Kepada Banyak Pihak Atau Yang Termudah 

C. Pendapat Yang Harus Diikuti 

D. Memilih Hanya Pendapat Yang Paling Ringan 

1. Pendapat Hanabilah, Malikiyah, dan Ghazali: 

2. Penegasan madzhab Hanabilah: 

3. Penegasan Malikiyah: 

4. Pendapat sebagian As-Syafii dan Hanbali: 

E. Paham Anti Mazhab 


Tema ini sangat urgen bagi seorang ahli fiqh atau bagi 
seorang guru untuk memberikan pemahaman yang benar 
tentang hukum berpegang dengan salah satu madzab. 
Apakah seseorang dianjurkan untuk menganut madzhab 
tertentu? Bagaimana hukum bertaklid? Apa batasan-batasan 
pembolehan? 

Peninggalan fiqh yang kita miliki yang memberikan 
solusi bagi masalah yang dihadapi manusia ini tidak terbatas 
pada madzhab empat saja (Hanafi, Maliki, Hanbali dan 
Syafii). Madzhab dalam Islam banyak dan beragam, baik 
yang ada hingga sekarang, atau punah, atau tinggal dalam 
buku-buku saja seperti yang dijelaskan di awal. Dalam 
pendapat-pendapat dari sekian yang ada banyak 
memberikan faidah dan guna dalam memberikan alternatif 


231 




Bab 15: Hukum Bermazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


hukum pemecahan suatu masalah. Sebab agama Allah ini 
muda dan tidak kesulitan bahkan untuk mewujudkan 
kepentingan dan kebutuhan manusia. Berbeda dengan 
seorang hakim, menurut Dr. Wahbah Az Zuhaili, ia harus 
berpegang dengan madzhab empat karena ini yang 
diamalkan oleh ulama-ulama ahli sunnah hingga saat ini 
sehingga hal ini menjadi semacam urf. 

Yang menjadi kewajiban seseorang dalam belajar fiqh 
adalah berusaha - dengan ilmu yang ia miliki - mencari 
kebenaran dan maslahah dari pendapat-pendapat fiqh dan 
meninggalkan pendapat yang "aneh" dan bertentangan 
dengan sumber dan dasar-dasar syariat. Allah 
memerintahkan kita untuk mengikuti sahabat dan tabiin. 
Allah berfirman, 


0 ' ,5^ ° -* \ * a ' \ “ * a ' s \ ' 0 \ 

(£ jV-gJ Ap'j <UP Ijt-gbP 4D' L5 ^’J JU^b 

»'I j jjjJl dJJi Idj! Lg^>iJ 


"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari 
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang 
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka 
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan 
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di 
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah 
kemenangan yang besar." (At Taubah: loo) 

Imam Syafii mengatakan,"Pendapat mereka lebih baik 
dari pada pendapat kami," Al-Izz bin Abdus Salam 
mengatakan, "Jika seorang muqallid meyakini kebenaran 
sebuah pendapat dalam suatu madzhab maka ia sah untuk 
mengikutinya meski bukan dari madzhab empat. Ia sah 
untuk mengikuti salah satu madzhab yang ada," 


232 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 15 : Hukum Bermazhab 


Al-Iraqi berkata,"Ijma' ulama menyatakan bahwa 
barangsiapa yang masuk Islam, maka ia boleh bertalqlid 
dengan siapa saja tanpa dosa. Para sahabat sepakat bahwa 
orang yang meminta fatwah kepada Abu Bakar dan Umar 
kemudian bertaqlid dengannya, maka ia sah untuk meminta 
fatwah kepada Abu Hurairah, Muadz bin Jabal dan lainnya 
dan beramal dengan pendapat mereka. Barangsiapa yang 
mengaku ijma' ini tidak berlaku maka ia harus menunjukkan 
dalil," 

Dari sini bisa disimpulkan bahwa tidak ada dalil satupun 
untuk mewajibkan seseorang untuk mengikuti satu dari 
empat madzhab yang ada. Keempat madzhab ini dinilai 
sama. Juga sah saja mengikuti madzhab selain empat 
madzhab yang ada. 

A. Setia Pada Satu Mazhab 

Namun demikian tetap ada perbedaan ulama tentang 
apakah komitmen dengan satu madzhab tertentu dituntut 
(diharuskan)? 

Pendapat sebagian ulama: Komitmen dengan satu 
madzhab tertentu dan imam tertentu hukumnya harus 
karena ia yakin bahwa pendapat itu benar sehingga ia harus 
komitmen dengan keyakinannya. 

Pendapat sebagian besar ulama: tidak harus komitmen 
dengan satu imam tertentu dalam semua masalah dan 
hukum. Namun ia boleh bertaqlid dengan imam mujtahid 
tertentu yang ia kehendaki. 

Jika berkomitmen dengan satu madzhab tertentu seperti 
madzhab Abu Hanifah, Syafii atau yang lain, maka ia tidak 
wajib terus-menerus (berkelanjutan) mengikuti mereka 
dalam setiap masalah. Ia boleh berpindah dan memilih dari 
madzhab satu ke madzhab yang lain. Sebab ia hanya wajib 
mengikuti apa yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya. 


233 



Bab 15: Hukum Bermazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Sementara Allah dan Rasul-Nya tidak mewajibkan 
seseorang untuk mengikuti salah satu dari ulama, Allah 
hanya memerintahkan untuk mengikuti mereka secara 
umum, tanpa mengkhususkan satu dari yang lain. Allah 
berfirman, 

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu , kecuali orang- 
orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka 
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuanjika 
kamu tidak mengetahui," (An Nahl: 43) 

Disamping itu pendapat yang menyatakan harus 
komitmen dengan satu madzhab akan menyebabkan 
kesulitan dan kerepotan, padahal madzhab-madzhab yang 
ada adalah nikmat dan rakmat bagi umat. 

B. Murujuk Kepada Banyak Pihak Atau Yang Termudah 

Apakah wajib bertanya kepada orang ahli ilmu yang 
lebih utama (lebih banyak ilmunya) atau sah baginya 
bertanya dengan ahli ilmu yang paling mudah baginya? 

Pendapat sebagian pengikut Syafi'i dan Ahmad bin 
Hanbal bahwa seseorang harus berusaha bertanya kepada 
orang lebih baik kualitas ilmu, wara', dan agama jika 
memungkinkan dan ia juga harus menimbang mana di 
antara di antara jawaban yang lebih kuat untuk diikuti. 

Imam Al-Ghazali mengatakan,"Barangsiapa yang yakin 
bahwa Imam Asy-Syafi'i lebih utama, dan ia yakin Syafii 
lebih banyak benarnya, maka ia tidak boleh mengambil 
madzhab lain hanya karena keininginan dan selera semata 
tanpa pertimbangan dalil yang ada. 

Sebab pendapat ulama bagi manusia umum seperti 
pertanda sehingga seorang penanya hanya melakukan tarjih 
(memilih yang lebih kuat). Caranya adalah memilih di antara 
mereka yang paling banyak ilmu, kredibilitas agama, wara' 
dan sifat-sifat mulia lainnya. 


234 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 15 : Hukum Bermazhab 


Menurut Abu Bakr Al-Arabi dan kebanyakan ulama dan 
ahli usul: Seseorang boleh memilih di antara ulama untuk 
diikuti pendapatnya. Ia boleh memilih bertanya baik mereka 
kwalitasnya sama atau berbeda dan boleh memilih yang lebih 
rendah (mafdlul) meski yang utama (afdlal) ada. Sebab Allah 
berfirman, 

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang- 
orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka 
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuanjika 
kamu tidak mengetahui," (An Nahl: 43) 

Sebab sahabat sepakat; di antara para sahabat ada yang 
utama (fadlil) dan ada dibawah itu (mafdlul) dari kalangan 
ahli ijtihad, di antara mereka juga ada yang awam, namun 
tidak ada seorang pun di antara mereka yang mewajibkan 
orang awam untuk mengikuti seorang mujtahid dari sahabat. 
Kalau seandainya memilih di antara pendapat yang ada tidak 
boleh maka tidak mungkin sahabat membiarkannya. 

C. Pendapat Yang Harus Diikuti 

Sebuah kenyataan yang tidak mungkin dipungkiri, 
bahwa para ulama seringkali berbeda pendapat dalam 
masalah furu' fiqih. Bahkan kita mengenal ada beberapa 
mazhab fiqih dalam Islam, 4 diantaranya dikaitkan sebagai 
mazhab-mazhab yang besar. 

Lalu bagaimanakah sikap seorang muslim dalam 
menghadapi perbedaan fatwa dari beragam mazhab itu. 
Dalam hal ini ada beberapa pendapat ulama ushul. Berikut 
uraian singkat tentang masalah ini: 

1. Kebanyakan pengikut Syafii: Manusia boleh memilih 
pendapat yang mana saja dari pendapat yang ada, sebab 
ijma' sahabat tidak mengingkari orang beramal dengan 
pendapat orang bukan lebih utama dari pada pendapat 
yang lebih utama. 


235 



Bab 15: Hukum Bermazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Pendapat ahli dlahir dan Hanbali: seseorang mengambil 
pendapat yang lebih keras dan berat. 

2. Seseorang hams mengambil pendapat yang paling ringan. 

3. Seseorang harus mencari pendapat imam yang paling luas 
ilmunya untuk diikuti. 

4. Seseorang harus mengikuti pendapat pertama kali 
muncul. 

5. Seseorang harus pendapat yang didasarkan pada riwayat 
bukan pendapat. 

6. Seseorang harus berijtihad sendiri. 

7. Jika suatu masalah terkait dengan hak Allah maka ia 
mengambil pendapat yang paling ringan dan jika masalah 
terkait dengan hak manusia maka ia harus mengambil 
pendapat yang paling berat. Ini pendapat yang dipegang 
oleh Abu Mansur A1 Maturidi. 

D. Memilih Hanya Pendapat Yang Paling Ringan 

Bila memang umat Islam yang awam boleh memilih 
pendapat-pendapat yang ada di dalam tiap mazhab, apakah 
dibolehkan bila seseorang melakukan tatabu ' ar-rukhash, yaitu 
mencari dan memilih hanya pendapat-pendapat yang paling 
ringan dari semua mazhab ? Dan meninggalkan sebuah 
pendapat dari siapapun, bila dianggapnya memberatkan? 

Mengenai tatabbu' ar-rukhash, ada beberapa pendapat di 
kalangan para ulama, antara lain : 

1. Pendapat Hanabilah, Malikiyah, dan Ghazali: 

Tidak boleh memilih pendapat-pendapat yang ringan 
saja karena ini kecenderungan hawa nafsu dan syariat Islam 
melarang untuk mengikuti hawa nafsu. 


236 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 15 : Hukum Bermazhab 


jti\ jji} jy-y ijiipfj aji \j4>\ \p\ yjji iyi 1 ; 

ji aii yi ajSy ju yCL> 

> aui ^1 r yij aLu j,y,y 


"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah 
Rasul , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu 
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia 
kepada Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman 
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih 
utama dan lebih baik akibatnya." (An Nisa: 59) 

Berarti tidak sah mengembalikan perkara yang 
diperselisihkan kepada hawa nafsu namun dikembalikan 
kepada syariat. 

Ibnu Abdul Barr berkata,"Ijma' mengatakan, tidak boleh 
seorang awam memilih pendapat-pendapat yang ringan- 
ringan," 

2. Penegasan madzhab Hanabilah: 

Jika dua orang mujtahid sama kualitasnya menurut 
orang yang meminta fatwa, namun jawabannya berbeda 
maka ia memilih pendapat yang paling berat. Sebab dalam 
riwayat Tirmizi mengatakan, "Rasulullah saw. 
bersabda/'Tidaklah Ammar ketika dihadapkan kepada dua 
perkara melainkan ia memilih yang paling berat di antara 
keduanya," Tirmizi mengatakan hadis ini Hasan Gharib. 

3. Penegasan Malikiyah: 

Dilarang memilih pendapat-pendapat yang ringan saja 
dalam semua masalah yang ia hadapi. Bahkan sebagian 
kelompok madzhab ini mengatakan orang yang hanya 
memilih-milih pendapat ringan termasuk fasik. Yang lebih 
baik adalah dengan memilih yang paling berat sebagai 


237 



Bab 15: Hukum Bermazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


langkah untuk berhati-hati, sebab orang yang agamanya kuat 
ia bersifat wara' dan orang yang agamanya lemah ia mencari- 
cari yang bid'ah. 

4. Pendapat sebagian As-Syafii dan Hanbali: 

Boleh seseorang mengikuti dan memilih-milih yang 
ringan-ringan dalam pendapat madzhab karena dalam 
syariat tidak ada yang melarang melakukan itu. Sejumlah 
hadis baik sunnah fi'liyah (perbuatan) atau perkataan 
(qauliyah). Disebutkan dalam sebuah hadis, 

"Tidaklah Rasulullah saw. memilih antara dua perkara kecuali 
ia memilih yang paling ringan selama bukan dosa," 

Dalam shahih Bukhari disebutkan, 

Rasulullah SAW mencintai yang meringankan bagi umatnya 
(HR. Bukhari) 

Beliau bersabda," 

Aku diutus dengan (agama) yang lurus lagi ringan," (HR 
Ahmad) 

Hadis lain, 

"Agama ini mudah dan tidaklah seseorang memperberat 
agama ini kecuali ia akan kalah," (HR Bukhari dan Nasai) 

Hadis lain, 

"Sesungguhnya Allah mewajibkan sejumlah kewajiban- 
kewajiban, memberikan tuntutan sunnah-sunnah (anjuran 
yang tidak bersifat wajib), menetapkan hukuman-hukuman, 
menghalalkan yang haram, menghalalkan yang haram, 
memberikan syariat agama dan dijadikannya mudah, luwes 
dan leluasa dan tidak dijadikan sempit," (HR Thabrani) 

Asy-Sya'bi mengatakan,"Tidak seseorang diberi dua 
pilihan dan memilih yang paling mudah kecuali itu lebih 
dicintai oleh Allah," 

Al-Qarafi, salah seorang ulama dari mazhab Al- 
Malikiyah mengatakan, "Boleh memilih pendapat-pendapat 


238 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 15 : Hukum Bermazhab 


ringan, dengan syarat tidak menyebabkan perbuatan yang 
batil menurut semua madzhab." 

Namun batasan yang diberikan oleh Al-Qarafi ini tidak 
memiliki landasan nash atau ijma' seperti yang ditegaskan 
oleh A1 Kamal bin Hammam,"Jika seseorang boleh berbeda 
dengan sebagian mujtahid dalam semua tindakannya, maka 
tentu juga boleh berbeda dalam sebagian tindakannya. 

Adapun ucapan Ibnu Abdul Barr yang 
mengatakan, "Ijma' mengatakan, tidak boleh seorang awam 
memilih pendapat-pendapat yang ringan-ringan," kutipan 
ijma' ini tidak sah. 

Sementara pemberian status fasiq terhadap orang yang 
memilih pendapat-pendapat ringan sebenarnya dalam 
madzhab Hanabilah ada dua riwayat. Al-Qadli Abu Ya'la 
menafsirkan bahwa fasiq adalah bukan orang yang 
mutawwil dan bukan muqallid. Sebagian Hanabilah 
mengatakan, "Jika dalilnya kuat atau ia awam maka ia tidak 
fasik. 

Kesimpulan: 

Dasar dari mengambil (memilih) pendapat-pendapat 
yang ringan adalah sesuatu yang dicintai oleh Islam, agama 
Islam ini mudah, tidak ada dalam agama Islam ini kesulitan. 
Seharusnya memang seorang muqallid (taklid) tidak 
bertujuan memilih-milih pendapat ringan dalam setiap 
masalah yang ia hadapi dan setiap urusan agamanya," 

Namun hal ini diboleh tetap dengan syarat memalingkan 
seseorang dari syariat Islam. Menurut pendapat Syatibi: 
Seorang muqallid harus melakukan tarjih sebatas 
kemampuannya dan mengikuti dalil yang paling kuat. Sebab 
syariat dalam urusan nayata mengembalikan kepada satu 
perkataan, maka seorang muqallid tidak boleh memilih-milih 
di antara pendapat yang ada. Sebab jika ini terjadi berarti ia 
mengikuti pendapat sesuai dengan hawa nafsunya. 


239 



Bab 15: Hukum Bermazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Syathibi melanjutkan,"ada beberapa negatif akibat 
memilih pendapat-pendapat ringan: 

1. Mengklaim bahwa perbedaan ulama adalah hujjah 
(alasan) untuk memilih yang boleh sehingga tersebar di 
antara manusia bahwa yang dilakukannya boleh padahal 
sebenarnya masalah itu masih diperdebatkan ulama. 

2. Prinsip pembolehan ini menyeret seseorang untuk 
meninggalkan dalil dan mengikuti perbedaan. Padahal 
kita diperintahkan mengikuti dalil. 

3. Memberikan kesan seakan agama Islam tidak disiplin 
seperti meninggalkan yang jelas dalilnya memilih sesuatu 
yang belum jelas dalilnya karena kebodohan dengan 
hukum-hukum madzhab lainnya. 

4. Prinsip ini bisa menjerumuskan seseorang untuk 
menjauhkan seseorang dari hukum-hukum syariat secara 
keseluruhan, karena ia memilih yang ringan-ringan saja 
padahal beban-beban syariat secara umum itu berat. 

E. Paham Anti Mazhab 

Paham Anti Mazhab di dalam bahasa Arab sering 
diistilahkan dengan sebutan al-la-mazhabiyah Sebuah 

istilah yang disematkan kepada kalangan yang bukan 
sekedar tidak mau merujuk kepada mazhab-mazhab fiqih 
yang ada, tetapi lebih jauh dari itu, paham ini secara terbuka 
memerangi mazhab dan para ulamanya, bahkan mencaci 
maki serta menginjak-injak hasil-hasil ijtihad para mujtahid 
sepanjang zaman. 

Tujuan dari paham sesat ini tidak lain untuk meruntuhkan 
ajaran Islam, lew at penikaman langsung ke ulu hati tubuh 
agama Islam. Sehingga mereka yang terkena tikaman belati 
paham ini, kontan sekarat dan mati. 

Ada beragam klaim tidak berdasar yang sering kali 
digunakan untuk melakukan penyerangan-penyerangan, 


240 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 15 : Hukum Bermazhab 


yang sesungguhnya mudah sekali dipatahkan, bila seseorang 
pernah belajar dan mengerti hakikat ilmu fiqih dan mazhab. 

Namun karena sasarannya adalah orang-orang awam, 
seringkali jatuh korban juga. Dan memang yang tidak pernah 
berubah adalah sasarannya, yaitu para pemuda Islam yang 
punya semangat berislam yang tinggi, namun tidak sempat 
belajar ilmu fiqih sejak kecil. 

Dengan ilmu yang terbatas, tanpa latar belakang 
pendidikan agama yang baku, kecuali hanya lewat ceramah 
lepas, atau melalui jalur guru yang bukan ahli di bidang 
syariah, tiba-tiba jalan pikiran para pemudia itu dibelokkan 
sedemikian rupa oleh pendukung ajaran ini, sehingga 
akhirnya para pemuda itu tampil sebagai tonggak di garis 
terdepan yang memerangi mazhab serta metode dan hasil 
ijtihad para ulama yang muktamad dalam sejarah Islam. 

Para pemuda yang kurang ilmu tapi berstamina tinggi ini 
kadang menguasai forum majelis taklim, bahkan anehnya 
seringkali malah menjadi nara sumber berbagai majelis 
taklim, yang murid-muridnya 
memang orang yang jauh 
lebih awam lagi. Maka 
masuklah doktrin-doktrin 
sesat yang esensinya 
menyerang habis ilmu fiqih 
umumnya, dan mazhab 
ulama khususnya. 

Bukan sekedar menyalahi 
syariah, bahkan paham anti 
mazhab ini termasuk dalam 
kategori sebuah bid'ah yang 
paling berbahaya dan bekerja 
dengan sangat sistematis 
merusak syariah Islam. 

Sayang sekali hari ini banyak 



241 


Bab 15: Hukum Bermazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


sekali korban berjatuhan di tengah generasi muda Islam. 
Sebuah penyesatan yang akan menghancurkan kekuatan 
Islam dari dalam meracuni pemikiran kalangan awam 
dengan label yang menipu. 

Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, ulama besar 
Suriah dan aktifis senior pergerakan Islam di negeri itu, 
membeberkan betapa berbahayanya paham anti mazhab ini 
dalam bukunya setebal 200-an halaman yang berjudul Anti 
Mazhab : BicTah Paling Merusak. ( A;A 11 ^ ^ 

Yang menarik dari buku ini, beliau menceritakan 
bagaimana sengitnya serangan kelompok anti mazhab ini 
terhadap syariat Islam. Beliau memang terlibat langsung 
dalam dialog yang panjang, semalam suntuk, dengan tokoh 
terbesar kalangan anti mazhab, yaitu Nashirudin Al-Albani. 

Ta'ashshub dan fanatisme buta kepada pemikiran sendiri 
adalah sumber penyakit yang melanda kalangan anti mazhab 
ini. Mereka telah mengurung diri mereka di dalam sangkar 
ashabiyah (fanatisme kelompok) yang rendah. 


242 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


Bab 16: Talllq Antar Mazhab 


IKHTISHAR 


A. Pengertian 

1. Bahaso 

2. Istilah 

B. Batasan Talfiq 

1. Wilayah Ijtihad 

2. Bukan Pindah Mazhab 

3. Dalam Satu Masalah 

C. Contoh Talfiq 

1. Masalah Wudhu 

2. Masalah Rukun Nikah 

3. Masalah Talak 

4. Masalah Mabit di Muzdalifah 

D. Bukan Termasuk Talfik 

1. Mura'at Al-Khilaf 

2. Ihdats Qaul Tsalis 

3. Tatabbu' Ar-Rukhash 

E. Hukum Talfiq Antar Mazhab 

1. Haram 

2. Halal 

3. Ada Yang Haram Ada Yang Halal 

F. Hujjah dan Argumentasi Masing-masing Pihak 

1. Yang Mengharamkan 

2. Yang Menghalalkan 


243 




Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


A. Pengertian 

1. Bahasa 

Secara bahasa, kata talfiq (j^) itu bermakna adh-dhammu 
dan al-jam'u Dalam bahasa Indonesia keduanya 

dengan mudah kita maknai sebagai menggabungkan. 

Dalam penggunakan bahasa Arab, ketika kita menyebut 
lafqu at-tsaubi (mA 1 3*1), bermakna menggabungkan dua ujung 
kain dengan ujung kain yang lain dengan jahitan. Kata at- 
tilfaq (d™ 1 ) bermakna dua pakaian yang digabungkan 
menjadi satu. Dan ungkapan talafuq al-qaum 
bermakna bertemunya suatu kaum. 1 

Sehingga istilah talfiq antar mazhab bisa kita pahami 
secara etimologis sebagai penggabungan mazhab. 

2. Istilah 

Namun secara terminologis, ternyata kita tidak 
menemukan definisi talfiq ini dari para ulama fiqih klasik. 
Kitab-kitab fiqih dan ushul fiqih klasik ternyata tidak 
mencantumkan pembahasan tentang talfiq ini. Barangkali 
kalau kita analisa, di masa para ulama dan kitab-kitab itu 
ditulis, fenomena talfiq ini belum terjadi. 

Kita hanya menemukan terminologi talfiq dari ulama 
dan kitab-kitab yang sudah agak jauh dari masa awal 
pertumbuhan ilmu fiqih. Dan itupun ternayta para ulama 
agak berbeda pendapat ketika membuat definisi dari at-talfiq 
baina al-mazahib ini. Maka kita perlu sedikit lebih menelurusi 
tentang apa pandangan masing-masing ulama yang mewakili 
masing-masing pendapat tentang hal ini, agar jangan sampai 
pembicaraan kita menjadi tidak objektif alias tidak 
nyambung. 

Syeikh Muhammad Said Albani (bukan Nashiruddin Al- 


1 Kamus Al-Muhith hal. 849 


244 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


Al-Albani) di dalam kitab Umdatu At-Tahqiq fi At-Taqlid wa 
At-Talfiq mendefinisikan bahwa talfiq adalah 1 : 




Mendatangkan suatu metode yang tidak pernah dikatakan 
oleh para mujtahid 

Sebagian ulama yang lain seringkali mendefinisikan 
talfiq dengan tatabu' ar-rukhash : 2 


Mencari keringanan karena hawa nafsu 

Yang dimaksud dengan mencari keringanan maksudnya 
adalah keringan hukum atau fatwa, di antara sekian banyak 
pendapat para ulama. 

Pendefinisian ini memang tidak terlalu salah, namun 
sebenarnya mencari keringanan dengan motivasi dorongan 
hawa nafsu hanyalah salah satu bentuk atau sebagian dari 
talfiq. Karena boleh jadi seorang mujtahid mencari 
keringanan dalam hukum dengan menggunakan dalil yang 
sekiranya meringankan kesimpulan hukum, namun 
motivasinya tidak selalu harus karena hawa nafsu. Ada 
motivasi-motivasi yang lain yang bisa diterima secara syariah 
dalam hal talfiq ini. 

Definisi yang mungkin bisa dijadikan pegangan untuk 
sementara ini adalah : 3 


1 Umdatu At-Tahqiq fi At-Taqlid wa At-Talfiq, hal. 91 

2 Al-Mishbah fi Rasmi Al-Mufti wa Manahij Al-lfta’, hal. 461 

3 Dr. Ghazi bin Mursyid bin Khalaf Al-Atibi, At-Talfiq Baina Al-Mazahib wa llaqatuhu bi 
Taysir Al-Fatwa, hal. 10 


245 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 




Taqlid yang dibentuk dari dua mazhab atau lebih menjadi satu 
bentuk ibadah atau muamalah. 

Definisi ini sudah jauh lebih lengkap, karena mencakup 
semua unsur dalam talfiq. 

a. Taqlid 

Pada hakikatnya melakukan talfiq adalah melakukan 
taqlid. Namun kalau biasanya seseorang bertaqlid kepada 
satu mazhab saja, dalam hal ini orang yang melakukan talfiq 
itu bertaqlid kepada dua atau lebih dari mazhab fiqih. 

Orang yang melakukan talfiq pada hakikatnya tidak 
melakukan ijtihad, karena ijtihad adalah sebuah pekerjaan 
yang besar, membutuhkan keahlian yang tidak sedikit, 
membutuhkan waktu, tenaga dan riset yang panjang, serta 
hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang ekspert di 
bidang ijtihad. 1 

Seorang yang melakukan talfiq hanya melakukan taqlid, 
tidak lebih dari itu. Dia tidak menciptakan fatwa mazhab 
sendiri, melainkan menggabung-gabungkan fatwa-fatwa di 
dari berbagai mazhab. 

b. Yang Dibentuk Dari Dua Mazhab Atau Lebih 

Sumber talfiq adalah pendapat-pendapat yang ada di 
dalam beberapa mazhab, minimal ada dua mazhab yang 


1 Lawan dari melakukan taqlid adalah melakukan ijtihad, yang hanya dibenarkan bila 
seseorang sudah punya ilmu dan kapasitas tertentu yang diakui secara paten sebagai 
mujtahid. Ibarat pekerjaan mengobati orang sakit, meski semua orang boleh saja 
mengusahakan penyembuhan lewat berbagai macam cara, namun secara paten bahwa 
yang boleh melakukan proses penyembuhan secara profesional hanyalah mereka yang 
berstatus sebagai dokter dan sudah mendapat izin praktek. Tujuannya tentu untuk 
menjaga standar mutu pengobatan dan penyembuhan itu sendiri, agar tidak terjadi 
kesalahan yang fatal, dengan menyerahkan suatu pekerjaan kepada mereka yang 
bukan ahlinya. 


246 




Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


pendapat-pendapatnya diambil lalu mengalami remake ulang. 

Dalam bahasa teknologi, talfiq mirip dengan melakukan 
kanibalisme antara spare part dari suatu mesin. Harddisk 
komputer yang sudah rusak, mungkin datanya masih bisa 
diselamatkan, dan teknisnya dengan melakukan kanibalisasi 
dari beberapa harddisk menjadi satu. 

Hanya saja talfiq mazhab dengan kanibalisasi spare part 
tetap berbeda. Sebab mazhab yang dijadikan sumber talfiq 
tidak dalam kondisi rusak, malah sebalinya, justru mazhab 
itu dalam keadaan yang paling baik. Sedangkan kanibalisasi 
spare part biasanya dilakukan ketika suatu benda telah 
mengalami kerusakan, bahkan sudah dinyatakan mati total. 
Namun oleh tukang reparasi, benda-benda yang sudah mati 
itu dibongkar, lalu diakali sedemikian rupa, dipreteli spare 
partnya, siapa tahu ada bagian tertentu yang masih bisa 
dipakai. Keberhasilan melakukan kanibalisasi ini juga tidak 
pernah bisa dijamin. Kalau lagi beruntung, tentu ada 
manfaatnya. Tetapi seringkali kanibalisasi tidak ada 
gunanya. 

c. Dalam Masalah Ibadah atau Muamalat 

Talfiq hanya dilakukan di wilayah praktek fiqih yang 
wilayah ibadah atau muamalah fiqhiyah, bukan di wilayah 
aqidah dan prinsip fundamental agama. 

Dalam hal ini, setiap satu jenis ibadah tertentu, pasti 
memiliki rukun, syarat dan ketentuan. Dan kenyataannya, 
setiap mazhab merumuskan rukun dari suatu ibadah dengan 
ketentuan yang berbeda-beda. 

B. Batasan Talfiq 

Dengan melihat definisi di atas, maka sebuah talfiq itu 
adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang selama 
masih berada di dalam batas-batas tertentu. Bila berada di 
luar batas itu, meski pun ada kemiripan namun tindakan itu 


247 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


tidak dianggap sebagai talfiq. Dan batas-batas itu adalah : 

1. Wilayah Ijtihad 

Apa yang ditalfiq itu adalah masalah-masalah yang 
bersifat ijtihadiyah dalam urusan masalah fiqhiyah. Suatu 
masalah yang dimungkinkan para ulama memang berbeda- 
beda dalam hasil ijtihad mereka, karena tidak ada dalil atau 
nash yang qathi secara dilalah. 

Maka kita tidak mengenal istilah talfiq dalam masalah 
i'tiqadiyah atau wilayah yang masuk ke dalam urusan 
fundamental aqidah. Talfiq juga tidak dilakukan dalam 
masalah yang sudah qathT baik secara tsubut atau pun secara 
dilalah. Misalnya masalah yang sudah menjadi ijma' para 
ulama, seperti bahwa shalat lima waktu itu hukumnya 
fardhu 'ain, tidak ada istilah talfiq di dalamnya. 

2. Bukan Pindah Mazhab 

Talfiq itu mencampur, mengaduk dan mengoplos 
beberapa pendapat fiqih dari beberapa mazhab. Maka 
seorang yang pindah mazhab atau berganti mazhab, baik 
untuk sementara atau untuk seterusnya, tidak dikatakan 
melakukan talfiq. 

Sebagai contoh sederhana, seseorang yang bermazhab 
Asy-syafi'iyah ketika pergi haji ke Baitullah untuk sementara 
mengganti mazhabnya menjadi mazhab Al-Hanafiyah, 
khususnya dalam hal sentuhan kulit antara laki-laki dan 
perempuan yang bukan mahram tanpa pelapis. Di dalam 
mazhab Asy-Syafi'iyah, sentuhan itu membatalkan wudhu, 
sementara di dalam mazhab Al-Hanafiyah sentuhan itu tidak 
membatalkan wudhu'. 

Maka orang ini tidak dikatakan melakukan talfiq, karena 
tidak tidak melakukan pencampuran mazhab, tetapi dia 
berpindah mazhab, meski hanya bersifat sementara dan 
hanya pada satu masalah saja. 

Ketika Al-Imam Asy-Syafi'ie rahimahullah menciptakan 


248 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


mazhab baru, setelah sebelumnya beliau telah menciptakan 
mazhab yang lama, maka bila ada seorang pemeluk mazhab 
Asy-Syafi'yah berpindah ke mazhab Asy-Syafi'iyah yang 
baru, dia tidak dikatakan melakukan talfiq. Karena dia tidak 
mencampur mazhab lama dengan mazhab baru untuk 
digabungkan menjadi satu. 

3. Dalam Satu Masalah 

Talfiq itu berarti mencampur dari dua sumber atau lebih, 
namun pencampuran itu dilakukan di dalam satu masalah 
ibadah atau muamalah. 

Maka orang yang shalatnya ikut mazhab Asy-syafi'iyah 
tapi puasanya menganut mazhab Al-Malikiyah, tidak 
dikatakan mencampur mazhab. Sebab pencampuran itu 
terjadi pada dua masalah yang berbeda dan terpisah serta 
tidak saling berpengaruh. 

Talfiq hanya terjadi manakala pencampuan itu dilakukan 
di dalam satu masalah yang sama, atau dua masalah tetapi 
saling terkait. 

C. Contoh Talfiq 

Untuk lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan talqif 
antara mazhab sebagaimana batasan dan syarat di atas, tidak 
ada salahnya Penulis memberikan beberapa contoh yang 
lebih implementatif dari keseharian kita dalam beribadah 
atau bermuamalah. 

1. Masalah Wudhu 

Dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, asalkan sebagian kepala 
atau beberapa helai rambut telah basah, maka hal itu sudah 
dianggap sah dalam mengusap kepala sebagai rukun wudhu. 
Sedangkan di dalam mazhab Al-Hanafiyah, yang disebut 
mengusap kepala itu haruslah seluruh kepala. 

Sementara, di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, seorang 


249 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


laki-laki yang menyentuh kulit perempuan ajnabiyah (bukan 
mahram) tanpa alas atau pelapis, dianggap telah batal 
wudhu'nya. Sedangkan mazhab Al-Hanabilah tidak 
demikian, karena batalnya wudhu hanya bila terjadi 
hubungan suami istri. 

Bentuk talfiq dalam hal ini adalah ketika seseorang 
dalam wudhu mengambil sebagian mazhab Asy-Syafi'iyah 
dan sebagian lagi dari mazhab Al-Hanabilah. Misalnya, dia 
mengatakan bahwa cukuplah mengusap beberapa helai 
rambut sebagai bentuk mengusap kepala (mazhab Asy- 
Syafi'iyah), namun berpendapat bahwa sentuhan kulit antara 
laki-laki dan perempuan ajnabiyah tidak membatalkan 
wudhu' (mazhab Al-Hanafiyah). 

Seandainya bentuk wudhu yang baru diciptakan ini 
disodorkan kepada masing-masing mazhab, yaitu kepada 
mazhab Asy-Syafi'iyah dan mazhab Al-Hanafiyah, pastilah 
kedua mengatakan bahwa wudhu hasil talfiq itu tidak bisa 
diterima. Mazhab Asy-Syafi'iyah mengatakan tidak diterima, 
karena orang itu telah batal menyentuh kulit wanita tanpa 
alas, sedang mazhab Al-Hanafiyah mengatakan wudhu itu 
tidak sah, karena tidak seluruh kepala kena air. 

2. Masalah Rukun Nikah 

Dalam mazhab Al-Hanabilah, sebuah pernikahan tidak 
mensyaratkan harus ada wali, khususnya bagi wanita yang 
sudah pernah menikah sebelumnya. 

Dalam mazhab Al-Malilkiyah, sebuah pernikahan sudah 
dianggap sah meskipun tidak ada saksi-saksi. 

Dan dalam pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah, 
seandainya seorang istri ridha tidak diberi mahar, maka 
pernikahan tetap sah hukumnya. 

Ketiga pendapat yang berbeda itu kalau ditalfiq, akan 
menjadi sebuah model pernikahan baru tapi pernikahan 
'jadi-jadian'. Dan sudah bisa dipastikan bahwa semua 


250 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


mazhab pasti akan menolak model pernikahan seperti ini, 
karena dalam sudut pandang masing-masing mazhab, 
pernikahan itu tidak sah. Pernikahan model begini para 
prinsipnya sama saja dengan sebuah perzinaan, namun 
dengan mengatas-namakan pernikahan. Dan ini adalah salah 
satu contoh talfiq yang unik. 

3. Masalah Talak 

Istri yang ditalak untuk yang ketiga kalinya tentu tidak 
bisa langsung dinikahi kembali, karena hams menikah 
terlebih dahulu dengan orang lain. Namun dalam pandangan 
mazhab Asy-Syafi'iyah, bila wanita menikah dengan seorang 
anak laki-laki yang baru berumur 9 tahun dan sempat 
melakukan hubungan suami istri, maka hubungan suami istri 
itu sah sebagai hal yang menghalalkan. 

Dan bila digabung dengan pendapat mazhab Al- 
Hanabilah, bila anak kecil itu mentalaknya, maka wanita itu 
tidak membutuhkan masa iddah. Sehingga suaminya yang 
pertama sudah bisa menikahinya kembali. Penggabungan 
dua hal ini disebut dengan talfiq. 

4. Masalah Mabit di Muzdalifah 

Dalam pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah, jamaah haji 
wajib bermalam di Musdalifah dalam arti turun dari unta 
atau kendaraan, hingga ter bit fajar, tidak ubahnya seperti 
wuquf di padang Arafah. Ibadah ini posisinya adalah 
kewajiban dalam haji namun bukan rukun. Sehingga kalau 
seseorang meninggalkan bermalam di Muzdalifah itu itu, dia 
diharuskan membayar denda (dam), yaitu menyembelih 
seekor kambing. 

Sedangkan di dalam mazhab Al-Hanafiyah, mabit di 
Muzdalifah itu hukumnya sunnah, bukan wajib apalagi 
rukun. 

Dan masih banyak lagi contoh-contoh kongkrit tentang 


251 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


talfiq antar mazhab yang kita saksikan di tengah masyarakat. 

D. Bukan Termasuk Talfik 

Di atas sudah diterangkan bahwa talfiq itu punya batasan 
dan definisi yang khas, sehingga bisa dibedakan dengan 
mudah terhadap hal-hal yang mirip dengannya, namun tetap 
bukan termasuk talfiq. 

Tindakan-tindakan yang menyerupai talfiq, namun kalau 
diteliti lebih dalam ternyata tetap bukan talfiq antara lain 
adalah mura'at al-khilaf ihdats qaul tsalis dan tatabbu' ar- 
rukhash. 

1. Mura'at Al-Khilaf 

Mura'at Al-Khilaf »£■!>>) bermakna menghindari 

khilaf. Maksudnya, seseorang mengambil pendapat yang 
berbeda dari mazhab lain, dengan latar belakang untuk 
menghindari perbedaan pendapat atau khilaf. 

Contohnya dalam kasus nikah syighar (jUaji &). Nikah 
Syighar yaitu seorang lelaki mengawinkan putrinya kepada 
orang lain dengan syarat orang itu mengawinkannya dengan 
putrinya, dengan demikian kedua pernikahan itu menjadi 
tanpa mahar antara keduanya, karena harta mahar itu akan 
kembali lagi. 

Para ulama umumnya mengatakan bahwa nikah syighar 
ini hukumnya haram, dan pernikahan itu tidak sah 
hukumnya, namun ada pengecualiannya, yaitu mazhab Al- 
Hanafiyah memandangnya sebagai pernikahan yang sah. 

Contoh mura'aat al-khilaf dalam hal ini adalah seseorang 
berpendapat bahwa nikah syighar tidak sah, namun ketika 
anak dari hasil pernikahan itu meminta harta waris dari 
ayahnya, dia berpendapat untuk memberikan hak warisan 
itu, dengan menggunakan pendapat mazhab Al-Hanafiyah. 

Padahal seharusnya kalau menggunakan logika bahwa 
nikah syighar itu tidak sah, anak yang lahir dari pernikahan 


252 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


itu tidak berhak mendapatkan harta warisan dari ayahnya, 
karena statusnya bukan ayah yang sah secara hukum. 

Praktek ini mirip dengan talfiq, namun ternyata bukan 
talfiq antar mazhab. 

2. Ihdats Qaul Tsalis 

Makna ihdats qaulin tsalis adalah 

memproduksi pendapat yang ketiga. Maksudnya, ketika ada 
dua pendapat yang berbeda, seseorang tidak mengikuti 
pendapat yang pertama, juga tidak mengikuti pendapat yang 
kedua. Namun justru dia menciptakan lagi sebuah pendapat 
yang benar-benar baru, yang kita sebut pendapat yang 
ketiga. 

Bedanya dengan talfiq antar mazhab, bahwa pendapat 
yang dibuat adalah hasil dari penggabungan unsur-unsur 
dari pendapat pertama dan kedua. Sedangkan ihdats qaul 
tsalist ini tidak menggabungkan kedua unsur dari pendapat 
pertama dan kedua, melainkan benar-benar memproduksi 
dari awal pendapat yang benar-benar baru, dan bukan hasil 
kanibalisme dari dua pendapat sebelumnya. 

Contohnya dalam masalah hukum waris. Ada dua 
pendapat yang berbeda tentang hukum pembagian harta 
waris, bila ahli warisnya adalah kakek dan saudara-saudari 
almarhum. Pendapat pertama adalah pendapat mazhab Al- 
Hanafiyah dan sebagian mazhab Al-Hanabilah. Menurut 
mereka, keberadaan kakek akan menghijab (menutup) hak 
para saudara almarhum dari penerimaan harta waris. 
Pendapat kedua, merupakan pendapat jumhur ulama. 
Intinya, kakek tidak menghijab saudara, tetapi keduanya 
berbagai dalam harta warisan. 

Datanglah pendapat yang ketiga, yaitu apa yang diyakini 
oleh Ibnu Hazm. Pendapatnya adalah benar-benar pendapat 
yang baru, sama sekali tidak ada kesamaan dengan pendapat 
pertama atau kedua. Pendapat ketiga versi Ibnu Hazm 


253 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


adalah bahwa kedudukan kakek menjadi gugur karena 
adanya saudara-saudari alharhum. 1 

3. Tatabbu' Ar-Rukhash 

Secara bahasa, istilah rukhash (<^j) adalah bentuk jama' 
dari rukhshah, yang bermakna keringanan atau kemudahan. 
Sedangkan secara istilah, definisi rukhshah menurut Ibnu 
Subki adalah: 


,_4ji f Q; jii) 2Sj£. Ji 'Jx oi piii 


Hukum syar’i yang berubah menjadi lebih mudah karena 
adanya suatu udzur, dengan menegakkan sebab pada hukum 
yang asli 

Rukhshah atau keringanan dalam hukum itu sendiri 
berbeda-beda hukumnya. Ada yang wajib diikuti, ada juga 
yang mandubah dan ada yang mubah. 

Yang wajib diikuti misalnya keringanan untuk memakan 
bangkai dalam keadaan kelaparan berat yang beresiko 
kepada kematian. Sedangkan yang hukumnya mandubah 
(sunnah) misalnya keringanan untuk mengqashar shalat 
dalam perjalanan. Dan yang hukumnya mubah, misalnya 
keringanan untuk menjama' shalat selain di Arafah dan 
Mina. 

Tetapi secara umum, lepas dari apakah menjalankan atau 
mengikuti keringanan itu wajib, mandub atau mubah, Allah 
SWT suka bila keringanan yang diberikannya itu 
dimanfaatkan oleh hamba-Nya. Dalam sebuah hadits 
disebutkan: 


1 1bnu Hazm, Al-Muhalla bi AI-Atsar,]\M 8 hal. 


254 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


. O s 0 s 0 s' a & 

o ' £ B £ . t *' S' \ ' <~ **' * £° £ ' f * * * I • I 

A~.'.s>9 a JJ O' Uj ^2£>- j O' >cJ Oil 0| 

Sesungguhnya Allah suka bila keringanannya dilakukan, 
sebagaimana Dia bend bila maksiat kepada-Nya 
dilakukan.(HR. Ahmad) 

Tatabbu' ar-rukhash (o^-A tO) bermakna mencari atau 
mengejar terus keringanan-keringanan yang ada dalam 
hukum. 

E. Hukum Talfiq Antar Mazhab 

Setelah kita bicara agak panjang lebar tentang pengertian 
talfiq, sekarang tiba giliran kita untuk menetapkan hukum 
atau kebolehan dari tindakan ini, sesuai dengan pandangan 
para ulama. Dan sesuai dengan dugaan, ternyata para ulama 
memang berbeda pandangan tentang hukum melakukan 
talfiq. Ada dari mereka yang tegas menolak dalam arti 
mengharamkan. Namun ada yang justru sebaliknya, 
membolehkan tanpa syarat apa pun. 

Dan di tengah-tengahnya, ada pendapat yang berposisi 
melarang tetapi juga membolehkan. Maksudnya, mereka 
melarang talfiq bila dilakukan dengan kriteria tertentu, tetapi 
membolehkan talfiq bila memenuhi syarat tertentu. 
Pandangan yang ketiga ini adalah pandangan yang kritis tapi 
objektif. 

1. Haram 

Umumnya para ulama mengharamkan talfiq antar 
mazhab secara tegas tanpa memberikan syarat apa pun. Di 
antara nama-nama mereka antara lain : 

Abdul Ghani An-Nabulsi menulis kitab Khulashatu At- 
Tahqiq fi Bayani Hukmi At-Taqlid wa At-Talfiq. Di dalam kitab 
itu beliau dengan tegas menolak kebolehan melakukan talfiq 


255 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


antar mazhab. 1 

Selain itu ada As-Saffarini yang juga menolak kebolehan 
talfiq antar mazhab. Nama asli beliau Muhammad bin 
Ahmad bin Salim Al-Hanbali. Kitab yang beliau tubs 
berjudul At-Tahqiq fi Buthlan At-Talfiq. 2 

Juga ada ulama lain yang tegas menolak kebolehan talfiq 
antar mazhab, yaitu Al-'Alawi Asy-Syanqithi. Beliau 
menulis dua kitab sekaligus, Maraqi Ash-Shu'ud dan kitab 
yang menjadi syarah (penjelasan) Nasyril Bunud 'ala Maraqi 
Ash-Shuud. 3 4 

Al-Muthi'i juga termasuk yang mengharamkan talfiq 
antar mazhab. Hal itu ditegaskan dalam kitab beliau Sullamu 
Al-Wushul li Syarhi Nihayati As-Suuld 

As-Syeikh Muhammad Amin Asy-Syanqithi, ulama 
yang banyak menulis kitab, seperti tafsir Adhwa' Al-Bayan 
dan juga Mudzakkirah Ushul Fiqih. Dalam urusan talfiq ini 
beliau mengharamkannya, di antaranya di dalam tulisan 
beliau Syarah Maraqi Ash-Shu'ud. Tegas beliau termasuk 
kalangan yang ikut mengharamkan tindakan talfiq antar 
mazhab. 5 

Bahkan Al-Hashkafi malah mengklaim dalam kitab Ad- 
Dur Al-Mukhtar Syarah Tanwir Al-Abshar bahwa haramnya 
talfiq antar mazhab itu sudah menjadi ijma' di antara para 
ulama. 6 

2. Halal 

Sedangkan di sisi yang lain, ada kalangan ulama yang 
justru berpendapat sebaliknya. Bagi mereka, talfiq antara 


1 Khulashatu At-Tahqiq fi Bayani Hukmi At-Taqlid wa At-Talfiq, hal. 55 

2 At-Tahqiq fi Buthlan At-Talfiq, hal. 171 

3 Nasyril Bunud ‘ala Maraqi Ash-Shuud, jilid 2 hal. 343 

4 Sullamu Al-Wushul li Syarhi Nihayati As-Suul, jilid 2 hal. 629 

5 Syarah Maraqi Ash-Shu’ud, jilid 2 hal. 681 

6 Ad-Dur Al-Mukhtar Syarah Tanwir Al-Abshar, jilid 1 hal. 75 


256 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


mazhab itu hukumnya halal-halal saja. Tidak ada larangan 
apa pun untuk melakukan talfiq. 

Di antara mereka yang menghalalkan talfiq ini antara 
lain para ulama maghrib dari kalangan mazhab Al-Malikiyah 
seperti Ad-Dasuqi. Beliau punya karya Hasyiyatu Ad-Dasuqi 
'ala Asy-Syarhi Al-Kabir. 1 

3. Ada Yang Haram Ada Yang Halal 

Pendapat yang ketiga berada di posisi tengah, yaitu tidak 
mengharamkan talfiq secara mutlak, namun juga tidak 
menghalalkan secara mutlak juga. Bagi mereka, harus diakui 
bahwa ada sebagian bentuk talfiq yang hukumnya haram 
dan tidak boleh dilakukan. Namun juga tidak bisa dipungkiri 
bahwa dari sebagian bentuk talfiq itu ada yang 
diperbolehkan, bahkan malah dianjurkan. 

Sehingga pendapat yang ketiga ini memilah dengan 
syarat dan ketentuan yang berlaku. 

F. Hujjah dan Argumentasi Masing-masing Pihak 

1. Yang Mengharamkan 

Mereka yang mengharamkan talfiq antar mazhab punya 
banyak hujjah dan argumentasi, di antaranya : 

a. Mencegah Kehancuran 

Seandainya pintu talfiq ini dibuka lebar, maka sangat 
dikhawatirkan terjadi kerusakan yang besar di dalam tubuh 
syariat Islam dan hancurnya berbagai mazhab ulama yang 
telah dengan susah payah dibangun dengan ijtihad, ilmu dan 
sepenuh kemampuan. 

Sebab talfiq itu menurut mereka tidak lain pada 
hakikatnya adalah semacam kanibalisasi mazhab-mazhab 
yang sudah paten, sehingga kalau mazhab-mazhab itu 


1 Hasyiyatu Ad-Dasuqi ‘ala Asy-Syarhi Al-Kabir, jilid 1 hal. 20 


257 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dioplos-ulang, maka dengan sendirinya semua mazhab itu 
akan hancur lebur. 

Kalau mazhab-mazhab yang sudah muktamad sepanjang 
14 abad itu dihancurkan, sama saja dengan meruntuhkan 
seluruh bangunan syariah Islamiyah. 

b. Kaidah Kebenaran Hanya Satu 

Ada sebuah kaidah yang dianut oleh mereka yang 
mengharamkan talfiq, yaitu bahwa kebenaran di sisi Allah 
itu hanya ada satu. Kebenaran tidak mungkin ada dua, tiga, 
empat dan seterusnya. 

Sedangkan prinsip talfiq itu justru bertentangan dengan 
kaidah di atas, sebab dalam pandangan talfiq, semua 
mujtahid itu benar, padahal pendapat mereka jelas-jelas 
berbeda satu dengan yang lain. 

c. Tidak Ada Dalil Yang Membolehkan 

Menurut mereka yang mengharamkan talfiq, tidak ada 
satu pun dalil di dalam syariat Islam yang menghalalkan 
talfiq antar mazhab. Bahkan tidak pernah ada contoh dari 
para ulama salaf sebelumnya yang pernah melakukan talfiq 
antar mazhab. 

Adapun bila kita temukan bahwa ada sebagian ulama di 
masa salaf yang sekilas seperti melakukan talfiq, sebenarnya 
itu hanya terbatas pada kesan saja. Namun secara 
hakikatnya, mereka tidak melakukan talfiq. Yang mereka 
lakukan adalah berijtihad dari awal, dan kebetulan hasil 
ijtihad mereka kalau dikomparasikan dengan pendapat- 
pendapat mazhab yang sudah ada sebelumnya, mirip seperti 
comot sana comot sini. 

Padahal mereka adalah ahli ijtihad yang tentunya tidak 
akan melakukan pencomotan begitu saja, sebab mereka tidak 
melakukan taqlid. 

2. Yang Menghalalkan 


258 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Bab 16 : Antar Mazhab 


Sementara itu, kalangan ulama yang menghalalkan 
praktek talfiq antar mazhab ini juga punya hujjah dan 
argumentasi yang mereka yakini kebenarannya. Di antar any a 
adalah: 

a. Haraj dan Masyaqqah 

Mengharamkan talfiq antar mazhab adalah sebuah 
tindakan yang amat bersifat haraj (memberatkan) dan 
masyaqqah (menyulitkan), khususnya buat mereka yang 
awam dengan ilmu-ilmu agama versi mazhab tertentu. 

Hal itu mengingat bahwa amat jarang ulama di masa 
sekarang ini yang mengajarkan ilmu fiqih lew at jalur khusus 
satu mazhab saja, selain juga tidak semua ulama terikat pada 
satu mazhab tertentu. 

Barangkali pada kurun waktu tertentu, dan di daerah 
tertentu, pengajaran ilmu agama memang disampaikan lew at 
para ulama yang secara khusus mendapatkan pendidikan 
ilmu fiqih lewat satu mazhab secara eksklusif, dan tidak 
sedikit pun mendapatkan pandangan dari mazhab yang 
selain apa yang telah diajarkan gurunya. 

Namun seiring dengan berubahnya zaman dan 
bertebarannya banyak mazhab di tengah masyarakat, nyaris 
sulit sekali bagi orang awam untuk mengetahui dan 
membedakan detail-detail fatwa dan merujuknya kepada 
masing-masing mazhab. 

b. Berpegang Pada Satu Mazhab Tidak Ada Dalilnya 

Di sisi yang lain, para ulama yang membolehkan talfiq 
berargumentasi bahwa tidak ada satu pun ayat Al-Quran 
atau pun hadits nabawi yang secara tegas mengharuskan 
seseorang untuk berguru kepada satu orang saja, atau 
berkomitmen kepada satu mazhab saja. 

Yang terjadi di masa para shahabat justru sebaliknya. 
Para shahabat terbiasa bertanya kepada mereka yang lebih 


259 



Bab 16: Talfiq Antar Mazhab 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


tinggi dan lebih banyak ilmunya dari kalangan shahabat, 
namun tanpa ada ketentuan kalau sudah bertanya kepada 
Abu Bakar, lalu tidak boleh bertanya kepada Umar, Utsman 
atau Ali. Mereka justru terbiasa bertanya kepada banyak 
shahabat, bahkan kalau merasa agak kurang yakin dengan 
suatu jawaban, mereka pun bertanya kepada shahabat yang 
lain. Sehingga sering terjadi perbandingan antara beberapa 
pendapat di kalangan shahabat itu sendiri. 

Dan para shahabat yang sering dirujuk pendapatnya itu, 
juga tidak pernah mewanti-wanti agar orang yang bertanya 
harus selalu setia seterusnya dengan pendapatnya, dan tidak 
pernah melarang mereka untuk bertanya kepada shahabat 
yang lain. 

Karena itu menurut pendapat ini, keharaman talfiq itu 
justru tidak dibenarkan dan tidak sejalan dengan praktek 
para shahabat nabi sendiri. 

c. Pendiri Mazhab Tidak Mengharamkan Talfiq 

Ini adalah hujjah yang paling kuat di antara semua 
hujjah. Alau dikatakan bahwa haram hukumnya untuk 
melakukan talfiq, menurut mereka yang menghalalkannya, 
justru para pendiri mazhab yang muktamad seperti Abu 
Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal 
rahimahullahu 'alaihim ajmain justru tidak pernah 
mengharamkan talfiq. 

□ 


260 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


1KHTISHAR 

A. Kitab Mazhab Hanafi 

B. Kitab Mazhab Maliki 

C. Kitab Mazhab Syafi'i 

D. Kitab Mazhab Hanbali 

E. Kitab Fiqih Modern 

1. Al-Fiqhul Islami wo Adillatuhu 

2. Ensiklopedi Fiqih Kuwait 

3. Al-Mufashshal fi Ahkam Al-Mar'ah 

4. Fiqhus Sunnah 

F. Kitab Digital 


Salah satu keunikan ilmu fiqih secara khusus dan ilmu- 
ilmu syariah secara umum adalah ketersediaan kitab rujukan 
yang melimpah-ruah. Setiap mahzab fiqih bahkan memiliki 
berjilid-jilid kitab yang menjadi sumber utama dalam rujukan 
serta menjadi simbol dari mazhab itu. 

Penulis mencoba mendata kitab-kitab itu berdasarkan 
masing-masing mazhab, lalu diurutkan berdasarkan 
pengarang dan tahun hidupnya. Sehingga susunan kitab- 
kitab itu dari atas ke bawah sejalan dengan waktu. 

Dan penyusunan seperti ini menarik, mengingat antara 
satu kitab dengan kitab lainnya seringkali ada hubungan 
benang merah yang kuat. Hubungan itu misalnya 


261 




Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


pensyarahan (penjelasan), dimana sebuah kitab yang 
dijadikan rujukan oleh suatu mazhab lantas diberi penjelasan 
yang cukup banyak, sehingga menjadi sebuah kitab baru. 
Asalnya hanya satu jilid, setelah diberi syarah menjadi lima 
jilid sampai sepuluh jilid. Bahkan satu kitab kadang diberi 
syarah oleh beberapa orang, sehingga melahirkan kitab 
penjelasan dalam beberapa versi. 

Dan proses kebalikannya juga kerap terjadi, dimana satu 
kitab yang tebal kemudian dibuatkan ringkasannya 
( mukhtashar ), sehingga muncul kitab baru yang lebih ringan 
dan lebih tipis. Lucunya, kadang hasil ringkasan itu 
kemudian oleh orang lain yang hidup berikutnya, justru 
dibuatkan lagi syarah (penjelasan). 

Yang menarik dari semua itu, kitab-kitab itu umumnya 
masih terawat rapi di berbagai perpustakaan Islam, bahkan 
tidak jarang justru disimpan di musium di negara barat. 

Sebagiannya malah masih ada yang berbentuk 
makhtuthath atau tulisan tangan. Tetapi yang sudah dicetak 
dengan rapi dan modern pun cukup banyak, banyak sudah 
ditahqiq dan diberi penjelasan disana-sini, termasuk juga 
sudah ditakhrij hadits-haditsnya. 

Sayangnya di negeri kita, kitab-kitab itu tidak terlalu 
banyak tersedia. Hanya toko kitab yang besar saja yang 
menjualnya, itupun terbatas umumnya hanya kitab-kitab 
mazhab As-Syafi'i. Mengingat mazhab yang berkembang di 
negeri kita memang mazhab tersebut. 

Maka kalau ada yang memiliki koleksi kitab-kitab itu di 
Indonesia, biasanya didapat dari membeli di luar negeri, 
yaitu di negara-negara Islam seperti Mesir, Saudi dan 
lainnya. 

A. Kitab Mazhab Hanafi 

1. Mukhtashar, Ath-Thahawi, 321 H 


262 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


2. Al-Kafi, Al-Hakim Asy-Syahid, (w. 334 H) 

3. Mukhtashar, Al-Qaduri, (w. 428 H) 

4. Ta'sis An-Nadzar, Ad-Dabbusi, (w. 430 H) 

5. 

_^rY \ L s 3 \^\ a 

VV t O ( 4jl jjJt Ui> 3^-^ . V 

—a t Y A O .A 

—a 1y * b l lj . 3 

—a t A y o j \ * 
_ao y ^ 3JA g.l^aiSl 4 jL4 . \ \ 

._a oAV 3d“^\b ^ Y 

.—* © n Y 3^ 3 Ja^-jj*>b ob>- c£jd. \ V 

_a o«\r 3UJ3J1) JblJbU. 1 i 

_* nr Y o 3 ^\ o 

_ a n v r o jAJi oLa^j 4jis jJi . \ n 

—* nAr j*d jL^n v 

—a 3 n t o 3ULJI j-gbl (^S-xLaj jj\ A 

—a \A * o L 5 i^Jd jjliJjl jkS'. \ <\ 
_a V t Y o ^yb jJliU jw. Y * 


263 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


—a VAl O J^\ 

._& A * * o aj3l 4 . Y Y 

—a AYV O Ajle"' ^Ur.YV 

-j^AYVo^/ ^ JbjljJl Y i 

^UU c ^^9 (_^yw2iM (jy 0 

—& Alio 

_& A O 0 O 4jl jdl ^ 3 AllJt. Y *1 

—a A "l 'I o ^LJ=I jj JJLil ^. Y V 

.—& A A Y o c Xi j*j» 3 oLJ. Y A 

.* 

—a A A ° o j YAd t ^idd^l j 3 j-*-*’ (J jj-5 . Y A 

_j* ^oi o jbU ^ (^fcUr * 

—* av* o ^ ^ js\j\ 

V * 0^4^ yUaJlj eLi^lTY 

-j^uao aiij ^lsj ^jiu.rr 

AjjjdiLdl 4jJ_dl jlxiJt. y t 
* & \ * * * c \-ad~! ^ 3 ^* ^ ^d^wd I l-^ - . Y* ^ 

—^»»i o ^u^sU jU^i ^-.rn 

_& ^ » y • o (_£d«x*Jl £j> ^l*J oUUdgil ^o^r.VV 

-J^AYAo adj ^Jd ysSfl A 


264 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


_& \ » AA 03 jLv2j*y( ^jlxsJ.1 jjJ(. £ « 

-ft \ ^ A 03 jjLyaJl 0 yS- J-o-f' ■ t \ 

_*HYY o jIjlJU j c^LUl.tY 

N T V N 03 ( j-* ^1 p AoiU-l ^^1^3 ) . £ V 

_& \ Y O « 4jJ-aL4-l (_£jlxiJl ^JLo (3 ^j-it*Jl. ££ 

^lp ‘dj 4 _ft \ Y © * ^ j\s£\ ij . £ o 

.£\J\ 

_a H<\A o jt^Jd t ^b^J! ^ ^ v^UJl.n 

03 oaJ^J ^ ^jOjIp ^3 oo>1_>- oLq^^j ^ o^p o yk IV 

—ft *n 

_ft Wor o jji.iA 

B. Kitab Mazhab Maliki 

1. Muadawwanah Al-Kubra, Sahnun, riwayat dari Imam 
Malik, (w. 179 H) 

2. Al-Wadhihah, Ibnu Hubaib, (w. 238 - 239 H) 

_& \ V ^ 03 dJdba ^jS' d4jI jj 4 j jjJj . V 

_ft vr^ jiirAo^^ w-ijii .t 


265 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


_a Yoo jlYoio Ju. o 

_*YA\ jt Yno ^ Jbjljil A 

—* rAn o .v 

—a 1 * r o J*ASUl y) .A 

o c_->LajJ( j^p ^Ip i—^ Lr^» 

—* tYY 

_a nr o jJt jlp j &\.). 

_* iVi o ^L)l ^ L? kdu \ 

_ao Y * C^> J-Aj /jj( c^*L»J-<La. \ Y 

—ao Y * OUl.^r 

—a o t r O jTyLJl \ t 

_a o <\ o o JUbU J-Aj JLf^l 4 j(Jj . \ o 

-a n O Olg-^l ^U>r. \ “l 

—a lAi O ( (jjyiJt 4 ) <Jtyjjl. \ V 

VYY o gplJjj! ^Ijl*J diiLJ.t ^3 jZA j! dJJLJl alijl. \ A 

—a wn o \ ^ 

—» vvn O JJl^ ^^.y * 

_a v ^ * o ^UJU oliiljil.Y ^ 


266 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


—aV^ O i)y>- ji a . Y Y 

_»A-ro«/ ^i.Yr 

ijj c jJjyiJt 2jL-j ^^ ,j,1j k^JLkJl Ajli5".Y t 

.—a A®V o 


—a A V o j-«“U . Y ° 

—& ^ ^ i o j-AS jl! c_->^*11 jL*-ll • Y *1 

_A o ^lll Cr J-\ j} jb )\ JbliT .yv 

_j* «\ O t o uM JiJrt t-Jkl . Y A 

^ ^4jL^- ^oLaj*yi. y ^ 

_a \ . VY o ( SjL* ) JL^f 


n <\ <\ o ji ijj\ JJl^ jlp jiSj^i c ^.r * 

—a n o jJi^ j* ^>i.n 

H Y o JU^ U»ji! Jp c ^TY 

_auy* jIjaJi ATiyJi.rr 

-A H A ^ o 1 _JII 2 JI AjLaS"" ^Lt- a^L?- ■ V t 

—A u <\l o Jp Jlp jUI aHI^To 

__a h • ^ o ^ytji.rn 

__a u * 'i o ^ijjdJ ^ytJi.rv 

—a ur * o ahi^ta 


267 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


—a ur * o jiJ lp 

—* urr o jl Sjj\ Jlp jJi\ • 

-j* urv o o JJTVI.M 


__A \ yt\ o (5jULJ dLLJl 4iL.iT 
\ r^ o ( dLlil JbLl t JJbLt ^ ) jUip JUjt.ir 

o Ji5' v yi y&l^v.ii 

JjJl oljJJ Ai-S^b ibDLa ^La*yi 4_&3 ^Ip jJt ^x*. i o 


C. Kitab Mazhab Syafi'i 

—» Y * i o ^UJlJ fi\ .) 
-»Hi Ojji! .Y 

_a i o « o q_^xsjjL«JJ AJllsb^Jl T 

—2s to. o (^OjjLoJJ ^jU-l . i 
—a lYl o jJJJ . o 

—a iYA cj uy° ^L«*y s^LLLl AjL& .“l 

._a o . O o ( js>r jJt L Ig.,* jJl t lg.,,~Jl ) . V 

_& o . V o (JlLaJl 5 .LsL*Jl 4_b>- .A 

.—a o \ 1 o <_£jALJ ^ 

—a o^r o ^UtJi >yi*. \ . 


268 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


jA ] l } c A y-A'' A* ) ' 

_j^i\ro( Ji>u 
_ OV o ^ 

—* nvn o ( - Jd 

—A V n yliaJl J eLity. ^ t 

—A VO "l o ( ^j^t J^SO> ) jjt jjAJI ^2j. \ 0 

_A V^t o jjidt.n 


_a <\ n o yijaJi j oLy^ i. \ v 

—a «\ Y o o ^jUa&J cJlkit \ A 
— a «\ Y o ^J^bS JUbM <\ 

_& ^ O V O* t jy>S- 4_^L>-.Y « 

^jat ^ c£j^' cSjliaJl.n 
—a <\ V i o ^y\ U^.YY 

_a <wv o ^lbM ^.yv 
—a ^VV o jjAJ ^UtJi J>>- <J ^LS*yi.Y t 

—A A.i 0^1 cSj^-To 

_* \.. i ji^u JbU.n 

L>- olS'”" ( 5.1_Lrs-u v yij jj(3 ^^U=> ) <jj ^SCJl . YV 


269 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


rr ^ lr d ^ t—* ^ * n y 

—& \ ^ o . Y A 

—A H * t o JJrl V^-Y 4 ! 

C^> ^lp i_..i)g^-l ^^i-P ‘A-'"*’^ * 

—* m ^ 

__a HYV o ^*>UoJl ^ Jlp 
^ Y » V O 0 L>- (Jj^W 5 <• 4.,^Ji jjjJl ^Al-^ A^isjjJl.VY 

D. Kitab Mazhab Hanbali 

—* rrt o ^>i 

_A tv . o ^U1 oLij'yi .Y 

j t o i 4 J j a t o a o ^1 *j ^iSCs-'yi . y 

•OiA'jJ'j <• 

oloL*Jl ; aJj i _AO ^ « o c-jljaiM 4 j1jJ:I . t 

. A ^ c rA . O 

_a “i Y * o jjij^sJJ ; 4_a_«Jl tX^s- . “l 

_ a “\ Y * o <L«I jij^csJJ : . V 

-A *\ Y * 0- 5 L-Y ^ .A 


270 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


_a “l Y • o jjij^JJ ; ^ 

._& Y t cj ^^J-all ^jjJl s-Lg-J ^\ » 

-J^loYo oirjJt ^ J>U \ 
—a A Y o ^as ^Aii cy^ ^j-aJi. \ Y 

—a n<\0 o jj,l j ^~I jlA*^ ^jj'y l iS jAvait j (j^j£S\ '. jbslp . \ V 

—a VT A o \ t 

^<L« jjl Jj&l _a y o \ o *wJLit Oi*-®j-^ \ © 

JjI j-aJlj I a!j _a V“\ t O ^d-a* ^jj-a!l. ^ ^ 

• l5^ 

—a VVY O ^>1 Lr A5'j^( W 

—* y^o O Jj'y ApI^JI.U 
.—a AA t O .lAd-t ^JjL« ^jj'y £©-alt ^£^AJj. \ ^ 

.^.Ault ; aJj _a AA© o <_£jl.sj^JJ >_sL/aj^.Y * 

—a A A © o <_£jl© jAil ^>waj. Y \ 

_a ^ V ^ O ^S-o j-AJJ ^JLxjl j £_Lalt (_jij ^«Jrl (3 • V Y 

_a ^lAo gjjU^Jl) 4 ^J.1 ilj 4 ^U^I.Yr 

JlVYo jUJl oblj^l L5 ^.Yt 


dr* 



Arro JJ© . y © 


.jUJt ^ ^ 


271 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


o o —jj ^ji 4 <3 ^Ip. V “1 

^j. —^ \ ,yy 

^ g ^lt J^3j^ • — a ^ » o \ o ^LaJI i_iLi3”.YV 

°' :i ' jV' l5^ C ^ L5^' Jj* 4 itj 

^ i_.a «)g S ja j-&j (_JUaJt fiOo-j c 

j t ol j^ 2 j>-\ : ) —a \ * AY o jLL ^jjt . Y A 

) .otali^l 

^Ip ^j_aj 4 _* ^ * \ V O* (_£OoJl ijt-«2xJ i__~P-t jJt AjI J_a. Y \ 

' 0 ^Lo*P 

_a nr«o ^^JjcJt jLoU jJi v-jjUi Jj.r * 

jJ|j_»*J i oljii<g7>t_ll ^ 4 0>ljJ->c-ll iO-'-US”” . Y* \ 


—A mY O JbU JbJl 

mr o ls &A\ a^ i Jjf oJUa^.rY 


_* \ror o objo ^ j~~Ji ji^.rr 

_a \ Yo^ o (J jli JLp ML ao^oJI flS^I AU.rt 

—* \r^Y o j^li J> oil>To 
—a U ^ * o L ^JJd J^-JlJI .n 

E. Kitab Fiqih Modern 


272 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


Selain kitab-kitab fiqih klasik di atas, di masa modem 
sekarang ini juga terbit berbagai kitab fiqih yang disusun 
oleh para ulama yang ahli di bidang ilmu fiqih. 

Keunggulan kitab fiqih modern antara lain umumnya 
dibuat dengan lebih teratur, terstruktur, dengan format karya 
ilmiyah yang dilengkapi dengan rujukan dan literatur yang 
lengkap. Umumnya para penulisnya adalah profesor doktor 
atau guru besar dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di 
dunia, yang secara khusus memang membidangi ilmu fiqih. 

Selain itu, kelebihan kitab-kitab fiqih modern umumnya 
memuat berbagai masalah fiqih yang bersifat kekinian, 
dimana kita tidak akan menemukan jawabannya bila 
merujuk kepada kitab-kitab fiqih klasik. 

1. Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu 

Di zaman modern ini, kitab fiqih yang cukup fenomenal 
dan penting salah satunya adalah kitab Al-Fiqhul Islami wa 
Adillatuhu, yang ditulis oleh ulama Syiria, Dr. Wahbah Az- 
Zuhaily. 

Kitab ini ditulis dengan sistem yang mudah dipahami, 
bahasa yang ringan, dan amat sistematis, sehingga para 
mahasiswa mampu membacanya dengan baik. 

Kitab ini total terdiri dari 11 jilid tebal yang sarat dengan 
berbagai kajian fiqih dari berbagai mazhab, lengkap dengan 
dalil-dalil dan kitab rujukan. Total jumlah halamannya 
mencapai 8.000 lebih. 

Maka tidak salah kalau kitab ini banyak dijadikan kitab 
pegangan di berbagai perguruan tinggi Islam di berbagai 
negeri muslim, khususnya untuk mata kuliah ilmu fiqih. 

2. Ensiklopedi Fiqih Kuwait 

Kita semua memimpikan punya tempat rujukan untuk 
semua masalah agama yang lengkap mewakili semua 
mazhab yang ada, tetapi tidak memihak hanya 


273 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


menyampaikan apa adanya, disertai dengan dalil-dalil yang 
kuat dari Quran, Sunnah, Ijma' Qiyas dan berbagai sumber 
fiqih lainnya, disusun berdasarkan abjad, dan dikerjakan oleh 
para ulama ahli di bidangnya. 

Impian itu lama terpendam di benak setiap muslim 
selama berabad-abad, sampai akhirnya terbitnya kitab 
spektatuler yang diberi nama : Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al- 
Kuwaitiyah. Sebuah Ensiklopedi Fiqih terlengkap yang 
pernah ditulis sepanjang 14 abad lamanya. 

Kenapa demikian? 

Dunia Islam selama ini mengenal begitu banyak kitab 
fiqih. Barangkali jumlahnya sudah mencapai jutaan sejak 
awal mula masa penulisan hukum fiqih. Tetapi biasanya 
kitab-kitab itu disusun berdasarkan mazhab penulisnya. 
Kitab Al-Umm yang ditulis 

Al-Imam Asy-Syafi'i memang kitab yang luar biasa dari 
segi isi dan hujjahnya. Namun kita hanya mendapat dalam 
isinya pendapat-pendapat beliau saja. Pendapat orang lain 
tentunya tidak beliau cantumkan. 

Demikian juga kalau kita punya kitab Majmu' Fatawa 
Ibnu Taimiyah. Dari sisi jumlah jilid, kitab ini lumayan tebal, 
karena terdiri dari tidak kurang 37 jilid. Entah berapa lama 
kita bisa selesai membacanya. Dan yang bikin bingung, 
menulisnya pasti membutuhkan waktu yang lebih lama lagi. 
Tetapi kalau dilihat isi dan konten, Majmu' Fatawa Ibnu 
Taimiyah hanya berisi pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah 
saja. 

Yang lumayan banyak mencantum pendapat dari 
beberapa mazhab untuk dibandingkan sebenarnya bukan 
tidak ada. Misalnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab. 
Penulisnya, Al-Imam An-Nawawi tidak hanya melulu 
menuliskan hasil pendapat mazhab Asy-Syafi'i, mazhab yang 
beliau anut. Tetapi beliau juga mencantumkan sekian banyak 


274 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


pendapat ulama fiqih dari berbagai mazhab. 

Ibnu Rusydi Al-Hafid juga menulis kitab yang sama 
dalam arti berisi perbandingan mazhab. Namanya kitab 
Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Kitab ini 
menjadi rujukan hampir di semua Universitas Islam baik 
LIPIA Jakarta, Madinah, Riyadh, Mekkah dan lainnya. 
Bahkan Pondok Pesantren Modern Gontor pun 
menggunakan kitab ini. Isinya memang banyak 
mencantumkan perbedaan pendapat dan dalil-dalilnya dari 
para ulama. 

Tapi yang paling luar biasa pada akhirnya memang kitab 
yang lagi mau kita bicarakan, yaitu Ensiklopedi Fqih terbitan 
Departemen Wakaf dan Urusan Islam Kuwait. Ada beberapa 
keunggulan kitab ini dibandingkan dengan kitab-kitab yang 
tadi saya sebutkan di atas, misalnya : 

1. Kitab ini tidak disusun berdasarkan mazhab tertentu, 
tetapi semua mazhab fiqih Islam yang ada dijelaskan satu 
persatu dengan lugas, lengkap dengan dalil dan kitab-kitab 
rujukan kepada masing-masing mazhab. 

2. Dari sisi jumlah isi konten, kitab ini total berjumlah 45 
jilid tebal. Saya menghitung jumlah halamannya secara 
manual, ternyata tidak kurang dari 17.000 halaman. 

3. Kitab ini tidak disusun berdasarkan bab-bab fiqih 
seperti umumnya, tetapi disusun materinya berdasarkan 
ajbad. Maka kitab ini memang disebut sebagai Ensiklopedi. 
Dan cara ini tentu sangat memudahkan bagi para peneliti, 
dosen, mahasiswa atau masyarakat umum yang ingin cepat 
mendapatkan rujukan. 

4. Begitu banyak masalah fiqih yang tidak tercantum di 
kitab-kitab sebelumnya, ternyata di dalam kitab ini semua 
dijelaskan dengan sangat lengkapnya. Selain itu kajiannya 
sangat mendalam, luas dan yang lebih penting adalah 
masalah akurasinya. Hampir semua materi diberi footnote 


275 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


yang menginformasikan sumber rujukan dari kitab-kitab 
fiqih yang muktamad. 

5. Kitab ini bukan karya perorangan tetapi team yang 
terdiri dari ratusan ulama yang pakar di bidangnya dari 
berbagai belahan dunia. Mereka bekerja siang malam 
menyusun, meneliti, membahas, mendiskusikan, membedah 
kitab-kitab rujukan sehingga akhirnya selesai hingga terbit 
dan bisa dinikmati semua orang. 

6. Kitab ini menghindari pentarjihan perbedaan 
pendapat yang bersifat pribadi. Jadi kita tidak akan digiring 
untuk mengikuti satu pendapat dari sekian banyak pendapat 
yang ada. Semua pendapat dijabarkan dengan adil dan 
lengkap, tapi tanpa kesimpulan mana yang benar atau salah. 
Kalau pun ada kesimpulan, paling jauh hanya disebutkan 
bahwa jumhur ulama (mayoritas) mengambil berpendapat 
tertentu. 

Kalau pun ada kekurangan, karena kitab ini tidak 
tersedia di Indonesia. Saya sudah muter-muter dari satu toko 
kitab ke toko kitab lain, semua tidak punya. Boro-boro 
menjual, penjualnya saja belum pernah tahu kalau kitab itu 
ada. 

Selain itu kalau pun ada yang jual, biasanya harganya 
selangit. Ada seorang teman menawarkan harga hampir 10- 
an juta Rupiah untuk 45 jilid. 

Kekurangan ini bisa terjawab sudah, karena kitab ini 
ternyata ada versi digitalnya. Pertama, kitab ini bisa dibuka 
dengan program Maktabah Syamilah. Keunggulannya, kita 
bisa melakukan pencarian (searching) dengan cepat. Lalu 
juga bisa dicopy paste. Kekurangannya, tampilannya tidak 
enak dilihat. 

Kedua, versi Pdf. Yang ini memang tidak bisa dicopy 
paste teksnya, juga kita tidak bisa melakukan pencarian. Tapi 
karena versi PDF ini merupakan hasil scan dari kitab aslinya, 


276 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


membacanya malah enak, karena tampilannya persis seperti 
buku aslinya. 

Kekurangan yang terakhir dari kitab ini -dan ini sangat 
klasik sekali-, belum ada versi terjemahannya. Masih bahasa 
Arab gress. Dan meski sudah terbit sejak tahun 1980, rasanya 
sampai sekarang belum ada pihak penerbit yang 'gila' mau 
menerbitkan kitab yang jumlah sampai 45 biji. 

3. Al-Mufashshal fi Ahkam Al-Mar'ah 

Judul lengkap kitab ini adalah Al-Mufashshal fi Ahkam Al- 
Mar'ah wa Al-Bait Al-Muslim fi Asy-Syariah Al-Islamiyah. 

Kitab yang jumlah totalnya 11 jilid ini ditulis oleh ulama 
negeri Iraq, Dr. Abdul Karim Zaidan. Beliau adalah guru 
besar dan rais qism Asy-Syariah Al-Islamiyah pada Fakultas 
Hukum Universitas Baghdad, Iraq. 

Sebagaimana judulnya, kitab fiqih ini sesungguhnya 
adalah kitab yang membahas tentang fiqih wanita. Namun 
bukan berarti kitab ini tidak bicara tentang hukum fiqih 
secara lengkap. 

Kalau kita telurusi lebih dalam, sebenarnya kitab ini 
merupakan karya ilmu fiqih yang cukup lengkap, mulai dari 
urusan thaharah sampai urusan yang paling luas seperti 
mengatur negara, jihad dan seterusnya. 

Namun kalau di dalam tema-tema itu ada hal-hal yang 
menyangkut masalah wanita, beliau akan membahas secara 
lebih detail dan lebih panjang, melebihi porsi dari 
pembahasan yang umum. 

Uniknya, berbeda dengan sistematika buku pada 
umumnya, buku ini dibuat dengan sistem nomor yang urut 
pada tiap sub judul atau sub pembahasan. Mulai dari jilid 
satu sampai jilid terahir yaitu jilid 11, nomor-nomor itu terus 
disusun berurutan. 

Pada jilid terahir, kita menemukan nomor itu berjumlah 


277 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


13.009. Hal itu berarti ada tiga belas ribuan nomor sub 
pembahasan dalam 11 jilid kitab ini. 

Yang sedikit berbeda lainnya adalah setiap memulai sub 
pembahasan baru, penulis tidak memulai dari definisi secara 
etimologi dan terminologi seperti umumnya tulisan ilmiyah, 
melainkan justru memulai dari ayat-ayat Al-Quran atau 
hadits-hadits yang terkait dengan tema pembahasan. 

Kemudian dilanjutkan dengan mencantumkan kutipan 
dari kitab-kitab tafsir yang muktamad, dan diikuti dengan 
pendapat-pendapat para ulama fiqih yang muktamad yang 
dikutip dari kitab-kitab mereka. 

4. Fiqhus Sunnah 

As-Sayyid Sabiq, ulama Al-Azhar yang aktif dalam 
pergerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun pimpinan Hasan Al- 
Banna, sejak awal abad lalu telah menyusun sebuah kitab 
fiqih yang terbilang praktis dan mudah, khususnya buat para 
pemula. Kitab itu diberi nama Fiqhus-Sunnah (aUI ASa). 

Awalnya kitab itu ditulisnya dalam bentuk buku-buku 
kecil-kecil, lebih dari selusin jilid. Kemudian jumlah jilidnya 
terus berkembang dan akhirnya keseluruhannya dibundel 
menjadi dua atau tiga jilid ukuran lebih besar. 

Kelebihan kitab itu yang utama adalah dari segi 
kepraktisan, karena memang didesain sejak awal untuk 
menjadi kitab yang kecil dan mudah. Tiap masalah dikaitkan 
langsung dengan dalilnya, baik Al-Quran maupun as- 
Sunnah, tanpa menyebutkan ikhtilaf para ulama, kecuali bila 
dianggap perlu sekali. 

Penulisnya berupaya menghilangkan semua bentuk 
perbedaan pendapat di kalangan ulama, awalnya dengan 
tujuan kepraktisan. Sehingga yang dicantumkan hanyalah 
apa-apa yang menurut si pengarang dianggap paling shahih, 
tanpa menyebutkan bahwa ada perbedaan pendapat di 
kalangan ulama dalam masalah tersebut. 


278 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


Metode ini dalam beberapa hal ada baiknya, misalnya 
pembaca tidak diajak berpusing-pusing membaca sekian 
banyak perbedaan pendapat. Sebab penulis langsung 
memilih satu pendapat saja, tentunya secara subjektif. 

Tapi kekurangannya, pembaca jadi tidak tahu bahwa 
ilmu fiqih itu sangat luas, dan memang ada banyak 
perbedaan pendapat di dalamnya. 

Kekurangan yang lain, meski pengakuan penulisnya 
bahwa kitabnya ini tidak bertumpu pada mazhab fiqih 
tertentu, namun dalam kenyataannya, tetap saja ada 
beberapa kendala. Misalnya, kalau diperhatikan dengan lebih 
seksama, sebenarnya pendapat-pendapat yang dipilih 
penulis lebih cenderung mengikuti pendapat mazhab yang 
dianut sang penulis, yaitu mazhab Al-Hanafiyah. 

Setidaknya, sengaja atau tidak, fiqih mazhab Al- 
Hanafiyah menjadi sangat dominan dalam kitab ini. Sehingga 
kalau mau jujur saja, akan lebih baik kitab ini disebutkan 
terus terang sebagai kitab fiqih praktis versi mazhab Al- 
Hanafiyah. 

Tetapi ketika penulisnya tidak membubuhkan identitas 
mazhab ini, bahkan malah mengatakan bahwa kitabnya 
adalah kitab fiqih Islam yang tidak mengacu kepada mazhab 
tertentu, maka yang terjadi justru sebuah kebingungan 
(confuse), setidaknya di kalangan muslim yang sudah banyak 
mendalami fiqih perbandingan antar mazhab. 

Karena itulah di Indonesia, khususnya di pesantren yang 
lekat dengan mazhab Asy-Syafi'iyah, atau di negeri jiran kita 
Malaysia, dimana mazhab Asy-Syafi'iyah dipegang dengan 
lebih tegas, kitab Fiqhus-Sunnah justru mengalami resistensi. 
Salah satunya barangkali karena dianggap sebagai kitab versi 
mazhab lain yaitu mazhab Al-Hanafiyah, yang tidak cocok 
dengan mazhab setempat. 

Padahal untuk kitab selevel ini, mazhab Asy-Syafi'iyah 


279 



Bab 17: Kitab-kitab Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


pun punya beberapa kitab, misalnya Kifayatul Akhyar dan 
lainnya. Sayangnya, Kifayatul Akhyar yang jujur sejak awal 
menyebutkan identitas diri sebagai kitab mazhab Asy- 
syafi'iyah untuk pemula, justru kurang diminati di kalangan 
muslim perkotaan, khususnya di Indonesia. 

Entah apa sebabnya, mungkin salah satunya karena 
masih membawa identitas mazhab tertentu. Sedangkan 
Fiqhus-Sunnah As-Sayyid Sabiq, barangkali karena justru 
mengatakan sebagai bukan kitab fiqih mazhab tertentu, tetapi 
merupakan hasil ijtihad sendiri, malah lebih diminati oleh 
banyak kalangan. 

Tapi lepas dari kontroversi itu, kitab Fiqhus Sunnah 
memang lebih sering nampak di banyak toko buku, 
ketimbang kitab fiqh lainnya. Versi terjemahannya di 
Indonesia cukup banyak. 

Entah benar atau tidak, memang ada semacam support 
pada pengantar kitab ini, yang ditulis oleh Hasan Al-Banna. 
Sebagai tokoh pergerakan yang kondang dan punya cabang 
di 70 negara Islam, beliau mendorong para aktifis Al-Ikhwan 
Al-Muslimun untuk merujuk kepada kitab karya muridnya 
ini, bila bicara tentang ilmu fiqih. 

Mungkin ini juga yang menjadi penyebab dakwah 
Ikhwan di beberapa tempat mengalami resistensi, justru 
dilakukan oleh umat Islam sendiri, karena mereka membawa 
paham mazhab yang tidak sesuai dengan mazhab mayoritas 
yang ada di suatu negara. Wallahu 'alam. 

F. Kitab Digital 

Dengan kemajuan teknologi modern di masa sekarang 
ini, kitab-kitab fiqih itu menjadi mudah didapat. Beribu jilid 
kitab itu discan secara massal, lalu dalam bentuk digital 
disebarkan lew at internet. Sebagiannya diproses menjadi 
software yang juga bisa diunduh secara gratis lewat internet. 


280 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 17 : Kitab-kitab Fiqih 


Salah satu software yang fenomenal adalah Al-Maktabah 
Asy-Syamilah, yang mampu memuat beribu jilid kitab 
sekaligus. Kelemahan yang biasanya didapat antaranya, 
tampilannya sudah tidak asli lagi seperti kitab aslinya, karena 
sudah menjadi software. 

Berbeda dengan kitab hasil scan dan disimpan dengan 
format e-book seperti pdf dan sejenisnya. Penampilannya 
masih asli seperti aslinya, kira-kira sama dengan hasil foto 
kopi, tetapi dalam bentuk digital. 

Kedua format ini dibantu dengan semakin luasnya 
jaringan internet, membuat kitab-kitab yang dahulu tidak 
mungkin dimiliki menjadi dengan mudah bisa dimiliki. 


281 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


Bab 18: Lembaga Fiqih 


IKHTISHAR 


A. Tingkat Dunia 

1. Darul Ifta’ Al-Mashriyah 

2. Majma' Fiqih Islami Ad-Dauli 

3. Majma' Fiqih Islami Rabithah Alam Islami 

4. Majma’ Fiqih Islami fil Flindi 

5. Majma' Buhuts Al-lslami 

6. Majma' Fiqih Urubi 

7. Majma' Fuqaha As-Syariah fi Amrika 

8. Haitu Kibaril Ulama 

B. Indonesia 

1. Majelis Bahsul Masail Nahdlatul Ulama 

2. Majelis Tarjih Muhammadiyah 

3. Badan Hisbah PERSIS 

4. Majelis Ulama Indonesia 


Tidak lengkap rasanya kalau kita sudah bicara tentang 
berbagai kitab fiqih baik yang klasik maupun yang modern, 
kalau juga kita membicarakan tentang institusi atau lembaga 
yang terkait dengan ilmu fiqih yang kini bermunculan di 
berbagai negara. 

Lembaga-lembaga fiqih ini ada yang bersifat kedaerahan, 
ada juga yang didirikan untuk kebutuhan dan mewakili 
organisasi tertentu, ada juga yang didirikan dalam skala 
nasional pada suatu negara, bahkan tidak sedikit yang 
bersifat international dan antar bangsa. Baik yang bersifat 


283 




Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


regional maupun betul-betul mencakup seluruh wilayah 
dunia. 

A. Tingkat Dunia 

Ada beberapa lembaga fiqih yang terkenal di dunia Islam, 
di antaranya: 

1. Darul Ifta' Al-Mashriyah 

Lembaga fiqih tertua di dunia ada di Mesir, yaitu 
lembaga fatwa yang bernama Darul-Ifta' Al-Mashriyah (jb 
atau Lembaga Fatwa Mesir. 

Lembaga Fatwa Mesir ini merupakan lembaga fatwa 
pertama yang didirikan di dunia Islam. Lembaga ini 

didirikan pada tahun 1895 
berdasarkan surat keputusan 
dari Khedive Mesir Abbas 
Hilmi yang ditujukan kepada 
Nizharah Haqqaniyyah No. 
10 tanggal 21 November 1895. 
Surat tersebut diterima oleh 
Nizharah yang bersangkutan 
tanggal 7 Jumadil Akhir 1313 
nomor 55. 

Hingga saat ini lembaga ini terhitung sebagai salah satu 
pilar utama institusi Islam di Mesir. Institusi Islam ini 
ditopang oleh empat lembaga keagamaan, yaitu al-Azhar 
Asy-Syarif, Universitas Al-Azhar, Kementerian Wakaf dan 
Lembaga Fatwa Mesir. Lembaga Fatwa Mesir melaksanakan 
peranan penting dalam memberikan fatwa kepada 
masyarakat umum dan konsultasi kepada lembaga-lembaga 
peradilan di Mesir. 

Pada mulanya, Lembaga Fatwa Mesir merupakan salah 
satu lembaga di bawah Departemen Kehakiman. Mufti 
Agung Mesir selalu diminta pendapatnya dalam pelaksanaan 



284 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


keputusan vonis mati dan lainnya. Namun, tugas dan peran 
Lembaga Fatwa Mesir tidak terbatas pada hal itu saja, 
jangkauannya pun tidak terbatas pada wilayah Mesir saja, 
akan tetapi meluas hingga ke dunia Islam secara umum. 

Hal itu dapat diketahui melalui daftar fatwa yang 
dikeluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir sejak didirikan 
hingga saat ini yang mencatat pertanyaan-pertanyaan dari 
berbagai negara Islam. 

Selain itu, Lembaga Fatwa Mesir juga menjadi tujuan 
delegasi-delegasi yang terdiri dari para mahasiswa fakultas- 
fakultas Islam yang berasal dari berbagai negara untuk 
belajar dan berlatih menyampaikan fatwa agar mampu 
melaksanakan tugas tersebut di negara mereka masing- 
masing. 

Peranan penting Lembaga Fatwa Mesir ini berangkat 
dari posisinya sebagai referensi hukum ( marja'iyyah ) dan 
karena manhaj moderat ( wasathiyah ) yang dipilihnya dalam 
memahami hukum-hukum syariah dengan menyelaraskan 
antara pandangan syariah dengan kebutuhan masyarakat. 
Hal ini agar tugas menyampaikan fatwa dapat dilakukan 
secara teratur dan tidak asal-asalan. Mengingat 
perkembangan media telekomunikasi yang sangat pesat di 
seluruh dunia, maka Lembaga Fatwa Mesir selalu berusaha 
untuk mengikuti semua perkembangan itu. 

Oleh karena itu, Lembaga Fatwa Mesir memikul 
tanggung jawab besar akibat perkembangan telekomunikasi 
tersebut dan karena semakin banyaknya masalah baru dalam 
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Saat ini dipimpin oleh 
mufti negara Mesir, Syeikh Ali Jum'at. 

Yang menarik dari Rumah Fatwa Mesir ini adalah bahwa 
mereka bekerja melayani permohonan fatwa serta 
menjawabnya dengan berbagai bahasa dalam waktu yang 
singkat. Jawaban-jawaban tersebut disampaikan melalui 


285 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


beberapa cara, yaitu: 

1. Jawaban secara lisan. 

Jawaban ini mengharuskan orang yang ingin 
menyampaikan pertanyaan (al-mustafti) untuk datang ke 
Lembaga Fatwa Mesir. Penanya akan bertemu langsung 
dengan salah satu anggota Dew an Fatwa di ruangannya. 
Anggota Dew an Fatwa ini akan mencatat identitas dan 
pertanyaan penanya, lalu menjawabnya serta merekamnya 
dalam alat rekam khusus sehingga dapat disimpan dalam 
database dan digunakan kembali ketika diperlukan. 

2. Jawaban tertulis. 

Terdapat beberapa cara untuk mendapatkan jawaban 
secara tertulis, yaitu: 

a. Mengajukan pertanyaan secara langsung. 

Hal itu dilakukan dengan datang secara langsung ke 
Lembaga Fatwa Mesir lalu mengajukan permintaan fatwa 
dengan memberikan semua informasi mengenai pertanyaan 
itu jika diperlukan. Lalu pertanyaan itu akan disampaikan 
kepada salah satu anggota Dewan Fatwa yang bertugas 
menjawabnya dan penanya akan mendapatkan penjelasan 
tentang waktu pengambilan jawabannya tersebut. 

b. Mengirimkan surat melalui pos. 

Seorang penanya dapat menuliskan pertanyaannya dan 
mengirimkannya melalui pos ke alamat Lembaga Fatwa 
Mesir, yaitu: Dar al-Ifta al-Mishriyyah Cairo Darrasah Hadiqa 
al-Khaaledeen PO. Box 11675. 

Surat yang berisi pertanyaan itu kemudian akan 
diberikan kepada salah seorang anggota Dewan Fatwa untuk 
dijawab lalu jawabannya akan dikirimkan kepada penanya 
sesuai dengan alamat yang ia cantumkan dalam suratnya. 

c. Mengirimkan pertanyaan melalui faks. 


286 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


Seorang penanya dapat mengirimkan pertanyaannya 
melalui faks dengan nomor: +20-2 25926143. Pertanyaan yang 
datang melalui faks ini kemudian akan disampaikan kepada 
salah seorang anggota Dew an Fatwa. Setelah itu jawaban 
akan dikirim melalui faks ke nomor penanya yang 
disebutkan dalam pertanyaannya atau ke alamat penanya 
jika ia ingin jawabannya dikirimkan melalui pos. 

d. Mengirimkan pertanyaan melalui e-mail. 

Jika seorang penanya ingin mengirimkan pertanyaan 
melalui e-mail maka ia harus membuka website milik 
Lembaga Fatwa Mesir yaitu www.dar-alifta.org lalu masuk 
ke halaman Permintaan Fatwa. 

Lalu hendaknya ia menentukan tema pertanyaannya 
misalnya tentang salat, haji, puasa, atau lainnya; dan 
menuliskan pertanyaan serta e-mailnya. Setelah ia 
mengirimkan pertanyaannya ia akan mendapatkan nomor 
khusus yang harus ia simpan karena akan ia pergunakan 
untuk membuka jawaban bagi pertanyaannya. Setelah itu 
salah seorang anggota Dew an Fatwa akan menjawab 
pertanyaan tersebut dan mengirimkan jawabannya ke alamat 
e-mail penanya. 

Sekitar satu jam kemudian penanya dapat melihat 
jawaban itu di e-mailnya, atau dengan membuka website 
Lembaga Fatwa Mesir lalu masuk ke halaman Informasi 
Fatwa dan memasukkan nomor khusus yang ia terima ketika 
mengirimkan pertanyaan. 

3. Jawaban melalui telepon. 

Lembaga Fatwa Mesir menyediakan servis fatwa melalui 
telepon baik dari dalam maupun luar Mesir. Untuk 
penelepon dari dalam Mesir, maka dipersilahkan 
menghubungi nomor gratis 107. Sedangkan untuk penelepon 
luar negeri maka dapat menghubungi salah satu nomor 
mulai dari nomor +20-2-25970400, 


287 




Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


+20-2-25970401, +20-2-5970402 hingga nomor +20-2 
25970430. Ketika seorang penanya menghubungi salah satu 
nomor di atas maka seorang operator di Unit Pusat Layanan 
Telepon Lembaga Fatwa Mesir akan menerima teleponnya 
dan meminta identitasnya. 

Setelah itu penanya akan dibimbing untuk mengikuti 
petunjuk-petunjuk elektronik sehingga pertanyaannya dapat 
terekam. Lalu ia akan diberi nomor khusus untuk dia 
pergunakan ketika ingin mendengarkan jawaban dari 
pertanyaannya. Pertanyaan yang telah terekam itu kemudian 
dikirimkan ke salah satu anggota Dew an Fatwa yang 
bertugas menjawab pertanyaan melalui telepon. 

Sekitar satu jam kemudian penanya dapat mendengar 
jawaban untuk pertanyaannya dengan menghubungi nomor 
telepon yang sama dan mengikuti petunjuk yang diberikan. 

Berdasarkan kalkulasi terakhir, fatwa yang dikeluarkan 
oleh Lembaga Fatwa Mesir setiap bulan, baik melalui lisan, 
tulisan, melalui pos, faks, telepon ataupun internet, mencapai 
sekitar lima puluh ribu fatwa. 

2. Majma' Fiqih Islami Ad-Dauli 

Nama resminya Majma' Al- 
Fiqhi Al-Islami Ad-Dauli (JM 

(?**). Atau sering diterjemahkan 
menjadi Lembaga Fiqih Islam 
International. Lembaga ini 
bermarkaz di kota Jeddah Kerajaan 
Saudi Arabia dan didirikan oleh 
Al-Munadzdzamah Al-Muktamar Al- 
Islami atau kita lebih akrab menyebutnya sebagai Organisasi 
Konferensi Islam (OKI). 

Organisasi Konferensi Islam sendiri sebuah organisasi 
internasional dengan 57 negara anggota yang memiliki 
seorang perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa 



288 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


(PBB). 

Organisasi ini didirikan di Rabat, Maroko pada 12 Rajab 
1389 H (25 September 1969) dalam Pertemuan Pertama para 
Pemimpin Dunia Islam yang diselenggarakan sebagai reaksi 
terhadap terjadinya peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsha 
pada 21 Agustus 1969 oleh pengikut fanatik Kristen dan 
Yahudi di Yerusalem. 

3. Majma' Fiqih Islami Rabithah Alam Islami 

Lembaga ini mirip namanya dengan lembaga fiqih di 
atas, bedanya lembaga ini bermarkaz di Mekkah Al- 
Mukarramah Kerajaan Saudi Arabia. Organisasi yang ini 
berada di bawah Rabithah Al-'Alam Islami. 

Nama resminya adalah Majma' Al-Fiqhi Al-Islami ( 
cA^V 1 )- Rabithah Al-'Alam Al-Islami atau Liga Muslim Sedunia 
adalah organisasi Islam Internasional terbesar yang berdiri di 
Makkah Al-Mukarramah pada 14 
Zulhijjah 1381 H/Mei 1962 M 
oleh 22 Negara Islam. PBB 
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) 
mengelompokkanya sebagai 
organisasi non pemerintah dan 
termasuk anggota UNESCO serta 
anggota pengamat OKI 
(Organisasi Konperensi Islam). 

Dalam rangka menghadapi 
tantangan-tantangan yang dapat mencerai-beraikan Umat 
Islam, maka para pemimpin, ulama, cendikiawan dan 
pemikir Islam sesudah selesai melaksanakan ibadah haji 
berkumpul di Makkah dalam acara muktamar pada tanggal 
14 Zulhijjah 1381 H. Mereka bersepakat untuk mendirikan 
Organisasi Islam Dunia (Rabithah Alam Islami) bermarkas di 
Makkah yang bekerja menyatukan umat Islam. 

Organisasi ini dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal 



289 


Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


yang saat ini dijabat oleh Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin Al- 
Turki. Menurut berbagai sumber, Rabithah Alam Islami 
dibiayai oleh negara-negara muslim namun dana utama 
berasal dari pemerintah Saudi Arabia. 

Dana ini dikelola oleh dua kantor utama: kantor 
Sekretaris Jenderal dan Dewan Konstituante. Dewan ini 
memiliki 60 anggota, dengan masing-masing negara diwakili 
oleh dua anggota, keanggotaan bersifat sukarela. 

4. Majma' Fiqih Islami fil Hindi 

Ketiga, nama resminya adalah Majma' Al-Fiqhi Al-Islamifi 
Al-Hindi ( ls-%1' A ^ yang bermarkaz di India. 

Didirikan tahun 1989 di bawah asuhan para ulama besar 
India. 

5. Majma' Buhuts Al-Islami 

Lembaga fiqih ini bernama resmi Majma' Al-Buhuts Al- 
Islamiyah AfA <*^). Didirikan di Mesir sejak tahun 

1961 di bawah pimpinan dari Universitas Al-Azhar dan 
dipimpin langsung oleh Syaikhul Azhar. 



Majma' ini sesungguhnya adalah bagian dari Al-Azhar 
Mesir yang terkenal itu. Terdiri dari 50 orang ulama terbesar 
dari seluruh dunia Islam. Mereka adalah representasi dari 


290 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


hampir semua mazhab fiqih yang ada di dunia Islam. Sekjen 
Majma' yang pertama adalah Dr. Mahmud Hubbullah. 

6. Majma' Fiqih Urubi 

7. Majma' Fuqaha As-Syariah fi Amrika 

8. Haitu Kibaril Ulama 


B. Indonesia 

Di Indonesia, lembaga fiqih ada yang didirikan untuk 
kebutuhan organisasi massa yang besar, seperti Nahdlatul 
Ulama, Muhammadiyah dan Persis, juga ada yang mencakup 
buat seluruh anak bangsa seperti Majelis Ulama Indonesia. 

1. Majelis Bahsul Masail Nahdlatul Ulama 

Majelis Bahstul Masail Nahdhatul Ulama sebenarnya 
bukan sebuah lembaga fatwa yang secara rutin berkantor di 
satu tempat tertentu. Tetapi lebih merupakan lembaga 
tempat dimana para tokoh ulama dari ormas ini berkumpul, 
bermusyawarah dan bertukar pikiran tentang masalah- 
masalah hukum fiqih yang berkembang. 

Biasanya sidang-sidangnya dilaksanaan bertepatan 
dengan Muktamar organisasi ini yang dilakukan beberapa 
tahun sekali. 

Secar historis sebenarnya majelis bahtsul masail sendiri 
sudah lebih dahulu ada ketimbang organisasi NU itu sendiri. 
Bahkan sejak dahulu sudah terbit sebuah buletin yang 
bernama Lailatul Ijtima' Naddhatul Oelama disingkat 
menjadi LINO. Buletin itu menjadi media tertulis untutk 
terjadinya ajang diskusi dan perdebatan antara para ulama di 
kalangan ulama NU saat itu. 


291 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Misalnya, buletin itu pernah memuat polemik antara KH. 
Mahfudz Salam dengan Kiyai Murtadho Tuban, terkait 
dengan kontroversi khutbah Jumat dengan menggunakan 
bahasa Indonesia. 39 

2. Majelis Tarjih Muhammadiyah 

Pada tahap-tahap awal, tugas Majelis Tarjih, sesuai 
dengan namanya, hanyalah sekedar memilih-milih antar 
beberapa pendapat yang ada dalam khazanah pemikiran 
Islam, yang dipandang lebih kuat. Tetapi, dikemudian hari, 
karena perkembangan masyarakat dan jumlah persoalan 
yang dihadapinya semakin banyak dan kompleks, dan 
tentunya jawabannya tidak selalu di temukan dalam 
khazanah pemikiran Islam klasik, maka konsep tarjih 
Muhammadiyah mengalami pergeseran yang cukup 
signifikan. 

Kemudian mengalami perluasan menjadi : usaha-usaha 
mencari ketentuan hukum bagi masalah-maasalah baru yang 
sebelumnya tidak atau belum pernah ada diriwayatkan qaul 
ulama mengenainya 

Sejarah berdirinya Tarjih 

Pada waktu berdirinya Persyarikatan Muhammdiyah 
pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M, Majelis 
Tarjih belum ada, mengingat belum banyaknya masalah yang 
di hadapi oleh Persyarikatan. Namun lambat laun, seiring 
dengan berkembangnya Persyarikatan ini, maka kebutuhan- 
kebutuhan internal Persyarikatan ini ikut berkembang juga, 
selain semakin banyak jumlah anggotanya yang kadang 
memicu timbulnya perselisihan paham mengenai masalah- 
masalah keagamaan, terutama yang berhubungan dengan 
fiqh. 


39 Ahkamul Fuqaha fi Muqarrarat Muktamarah Nahdhatil Ulama, LTN NU JATIM, 2007, 
hal. vii 


292 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


Untuk mengantisipasi meluasnya perselisihan tersebut, 
serta menghindari adanya peperpecahan antar warga 
Muhammadiyah, maka para pengurus persyarikatan ini 
melihat perlu adanya lembaga yang memiliki otoritas dalam 
bidang hukum. Maka pada tahun 1927 M, melalui keputusan 
konggres ke 16 di Pekalongan, berdirilah lembaga tersebut 
yang di sebut Majelis Tarjih Muhammdiyah. 

Tersebut di dalam majalah Suara Muhammadiyah 
no.6/1355( 1936) hal 145: 

" ....bahwa perselisihan faham dalam masalah agama 
sudahlah timbul dari dahulu, dari sebelum lahirnja 
Muhammadijah: sebab-sebabnja banjak , diantaranja karena 
masing-masing memegang teguh pendapat seorang ulama 
atau jang tersebut di suatu kitab, dengan tidak suka 
menghabisi perselisihannja itu dengan musjawarah dan 
kembali kepada Al-Quran, perintah Tuhan Allah dan kepada 
Hadits, sunnah Rasulullah. 

Oleh karena kita chawatir, adanja pernjeknjokan dan 
perselisihan dalam kalangan Muhammadijah tentang masalah 
agama itu, maka perlulah kita mendirikan Madjlis Tardjih 
untuk menimbang dan memilih dari segala masalah jang 
diperselisihkan itu jang masuk dalam kalangan 
Muhammadijah, manakah jang kita anggap kuat dan berdalil 
benar dari AlQuran dan hadits. " 

Sejak berdirinya pada tahun 1927 M, Majelis Tarjih telah 
dipimpin oleh 8 Tokoh Muhammadiyah, yaitu : 

1. KH. Mas Mansur 

2. Ki Bagus Hadikusuma 

3. KH. Ahmad Badawi 

4. Krt. KH. Wardan Diponingrat 

5. KH. Azhar Basyir 

6. Prof. Drs. Asjmuni Abdurrohman ( 1990-1995 ) 

7. Prof. Dr. H. Amin Abdullah (1995-2000) 

8. Dr. H. Syamsul Anwar, MA ( 2000-2005 ) 


293 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Kedudukan dan Tugas Majelis Tarjih dalam Persyarikatan 

Majelis Tarjih ini mempunyai kedudukan yang istimewa 
di dalam Persyarikatan, karena selain berfungsi sebagai 
pembantu Pimpinan Persyarikatan, mereka memiliki tugas 
untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di 
kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga 
persyarikatan Muhammadiyah khususnya. Sehingga, tidak 
berlebihan kalau dikatakan bahwa Majelis Tarjih ini 
merupakan "Think-Thank' -nya Muhammadiyah. Ia bagaikan 
sebuah processor pada sebuah komputer, yang bertugas 
mengolah data yang masuk sebelum dikeluarkan lagi pada 
monitor. 

Adapun tugas-tugas Majelis Tarjih, sebagaimana yang 
tertulis dalam Qa'idah Majelis Tarjih 1961 dan diperbaharui 
lew at keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah No. 08/SK- 
PP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4, adalah sebagai berikut: 

1. Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam 
dalam rangka pelaksanaan tajdid dan antisipasi 
perkembangan masyarakat. 

2. Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada 
Pimpinan Persyarikatan guna menentukan kebijaksanaan 
dalam menjalankan kepemimpinan serta membimbing 
umat, khususnya anggota dan keluarga Muhammadiyah. 

3. Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan 
dalam membimbing anggota melaksanakan ajaran Islam. 

4. Membantu Pimpinan Persyarikatan dalam 
mempersiapkan dan meningkatkan kualitas ulama. 

5. Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang 
keagamaan ke arah yang lebih maslahat. 

Menurut Prof. DR. H. Amin Abdullah, salah satu tokoh 
Muhammadiyah yang pernah menjabat sebagai ketua Majelis 
Tarjih, bahwa Majis Tarjih sebenarnya memiliki dua dimensi 
wilayah keagamaan yang satu sama lainnya pelu 


294 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


memperoleh perhatian seimbang. Yang pertama adalah 
wilayah tuntunan keagamaan yang bersifat praktis, terutama 
ikhwal ibadah mahdhah, dan yang kedua adalah wilayah 
pemikiran keagamaan yang meliputi visi, gagasan, wawasan, 
nilai-nilai dan sekaligus analisis terhadap berbagai 
persoalaan (ekonomi, politik, sosial-budaya, hukum, ilmu 
pengetahuan, lingkungan hidup dan lain-lainnya ) 

Manhaj Tarjih 

Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih 
Muhammadiyah telah dimulai, dengan surat edaran yang 
dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) 
Muhammadiyah. Langkah pertama kali yang ditempuh 
adalah dengan mengkaji al-mabadi' al-khamsah (Masalah Lima 
yang merupakan sikap dasar Muhammadiyah dalam 
persoalan agama secara umum. Karena adanya penjajahan 
Jepang dan perang kemerdekaan , perumusan Masalah Lima 
tersebut baru bisa diselengarakan pada akhir tahun 1954 atau 
awal 1955 dalam Muktamar Khusus Majelis Tarjih di 
Yogyakarta. Masalah Lima tersebut meliputi: 

1. Pengertian Agama (Islam) atau al-Din, yaitu : 

Apa yang diturunkan Allah dalam Al-Quran dan yang 
tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah- 
perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk 
kebaikan manusia di dunia dan akherat. 

2. Pengertian Dunia (al-Dunya): 

Yang dimaksud urusan dunia dalam sabda Rasulullah 
SAW bahwa "kamu lebih mengerti urusan duniamu” ialah : 
segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para nabi 
(yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/ urusan-urusan 
yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia) 

3. Pengertian Al-Ibadah: 


295 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan 
jalan mentaati segala perintah-perintahnya, menjahuhi 
larangan-larangan-nya dan mengamalkan segala yang 
diijinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang 
khusus : 

a. yang umum ialah segala amalan yang diijinkan Allah 

b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah 
akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang 
tertentu. 

4. Pengertian Sabilillah: 

Jalan yang menyampaikan perbuatan seseorang kepada 
keridlaan Allah, berupa segala amalan yang diijinkan Allah 
untuk memuliakan kalimat (agama)-Nya dan melaksanakan 
hukum-hukum-Ny a. 

5. Pengertian Qiyas 

Ini belum dijelaskan secara rinci baik pengertian maupun 
pelaksanaannya 

Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, 
maka Majelis Tarjih terus berusaha merumuskan Manhaj 
untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan hukum. 
Dan pada tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, 
setelah Muktamar Muhammadiyah ke- 41 di Solo, Majelis 
Tarjih baru berhasil merumuskan 16 point pokok-pokok 
Manhaj Tarjih Muhammadiyah. 

Adapun Pokok-pokok Manhaj Majelis Tarjih ( disertai 
keterangan singkat) adalah sbb : 

1. Di dalam Beristidlal 

Dasar utamanya adalah Al-Quran dan As-Sunnah As- 
Shahihah. Ijtihad dan istinbath atas dasar 'illat terhadap hal- 
hal yang tidak terdapat dalam nash, dapat dilakukan, 
sepanjang tidak menyangkut bidang ta'abbudi, dan memang 


296 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup 
manusia. Dengan perkataan lain, Majelis Tarjih menerima 
ijitihad, termasuk qiyas, sebagai cara dalam menetapkan 
hukum yang tidak ada nashnya secara langsung. 

Majelis tarjih di dalam berijtihad menggunakan tiga 
macam bentuk ijtihad : 

Pertama, Ijtihad Bayani 

Yaitu menjelaskan teks Al-Quran dan hadits yang masih 
mujmal, atau umum, atau mempunyai makna ganda , atau 
kelihatan bertentangan, atau sejenisnya), kemudian 
dilakukan jalan tarjih. Sebagai contohnya adalah Ijtihad 
Umar untuk tidak membagi tanah yang di taklukan seperti 
tanah Iraq, Iran, Syam, Mesir kepada pasukan kaum 
muslimin, akan tetapi dijadikan "Kharaj" dan hasilnya 
dimasukkan dalam baitul-mal muslimin , dengan berdalil QS 
Al-Hasyr ayat 7-10. 

Kedua: Ijtihad Qiyasi 

Yaitu penggunaan metode qiyas untuk menetapkan 
ketentuan hukum yang tidak di jelaskan oleh teks Al-Quran 
maupun Hadist, diantaranya : menqiyaskan zakat tebu, 
kelapa, lada ,cengkeh, dan sejenisnya dengan zakat gandum, 
beras dan makanan pokok lainnya, bila hasilnya mencapai 5 
wasak (7,5 kwintal). 

Ketiga, Ijtihad Istishlahi 

Yaitu menetapkan hukum yang tidak ada nashnya 
secara khusus dengan berdasarkan 'illat, demi untuk 
kemaslahatan masyarakat, seperti membolehkan wanita 
keluar rumah dengan beberapa syarat, membolehkan 
menjual barang wakaf yang diancam lapuk, mengharamkan 
nikah antar agama dan lain-lain 

2. Musyawarah 


297 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Dalam memutuskan sesuatu keputusan, dilakukan 
dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah 
ijtihad, digunakan sistem ijtihad jama'i. Dengan demikian 
pendapat perorangan dari anggota Majelis, tidak dipandang 
kuat. Seperti pendapat salah satu anggota Majelis Tarjih 
Pusat yang pernah dimuat di dalam majalah Suara 
Muhammadiyah, bahwa dalam penentuan awal bulan 
Ramadlan dan Syawal hendaknya menggunakan Mathla' 
Makkah. Pendapat ini hanyalah pendapat pribadi sehingga 
tidak dianggap kuat. Yang diputuskan dalam Munas Tarjih 
di Padang Oktober 2003, bahwa Muhammadiyah 
menggunakan Mathla' Wilayatul Hukmi. 

3. Tidak Mengikatkan Diri Kepada Suatu Madzhab 

Muhammadiyah tidak mengikatkan diri kepada satu 
mazhba, akan tetapi pendapat-pendapat madzhab, dapat 
menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hukum, 
sSepanjang sesuai dengan jiwa Al-Quran dan As-Sunnah, 
atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat. 

Seperti halnya ketika Majelis Tarjih mengambil pendapat 
Mutarif bin Al-Syahr di dalam menggunakan Hisab ketika 
cuaca mendung, yaitu di dalam menentukan awal bulan 
Ramadlan. Walaupun pendapatnya menyelisihi Jumhur 
Ulama. Sebagai catatan : Rumusan di atas, menunjukkan 
bahwa Muhammadiyah, telah menyatakan diri untuk tidak 
terikat dengan suatu madzhab, dan hanya menyandarkan 
segala permasalahannya pada Al-Quran dan Hadits saja. 

Namun pada perkembangannya, Muhammadiyah 
sebagai organisasi keagamaan yang mempunyai pengikut 
cukup banyak, secara tidak langsung telah membentuk 
madzhab sendiri, yang disebut 11 Madzhab Muhammadiyah ", 
ini dikuatkan dengan adanya buku panduan seperti 
Himpunan keputusan Tarjih (HPT). 

4. Berprinsip terbuka dan toleran 


298 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan 
bahwa hanya Majelis Tarjih yang paling benar. Keputusan 
diambil atas dasar landasan dalil- dalil yang dipandang 
paling kuat, yang di dapat ketika keputusan diambil. 

Dan koreksi dari siapapun akan diterima. Sepanjang 
dapat diberikan dalil-dalil lain yang lebih kuat. Dengan 
demikian, Majelis Tarjih dimungkinkan mengubah 
keputusan yang pernah ditetapkan. 

Seperti halnya pencabutan larangan menempel gambar 
KH. Ahamd Dahlan karena kekawatiran tejadinya syirik 
sudah tidak ada lagi, pencabutan larangan perempuan untuk 
keluar rumah dan lain-lain. 

5. Di dalam masalah Tauhid Hanya Digunakan Dalil 
Mutawatir 

Keputusan yang membicarakan tentang aqidah dan iman 
ini dilaksanakan pada Mukatamar Muhammadiyah ke-17 di 
Solo pada tahun 1929. Namun rumusan di atas perlu ditinjau 
ulang. Karena mempunyai dampak yang sangat besar pada 
keyakinan sebagian besar umat Islam, khususnya kepada 
warga Muhammadiyah. 

Hal itu, karena rumusan tersebut mempunyai arti bahwa 
Persyarikatan Muhammadiyah menolak beratus-ratus hadits 
shahih yang tercantum dalam Kutub Sittah, hanya dengan 
alasan bahwa hadits ahad tidak bisa dipakai dalam masalah 
aqidah. 

Ini berarti juga, banyak dari keyakinan kaum muslimin 
yang selama ini dipegang erat akan tergusur dengan 
rumusan di atas, sebut saja sebagai contoh : keyakinan 
adanya adzab kubur dan adanya malaikat munkar dan nakir, 
syafa'at nabi Muhammad saw pada hari kiamat, sepuluh 
sahabat yang dijamin masuk syurga, adanya timbangan 
amal, (sirath) jembatan yang membentang di atas neraka 
untuk masuk syurga, (haudh) kolam nabi Muhammad SAW, 


299 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


adanya tanda- tanda hari kiamat sepeti turunnya Isa, 
keluarnya Dajjal. 

Rumusaan di atas juga akan menjerat Persyarikatan ini 
ke dalam kelompok Munkiru al-Sunnah , walau secara tidak 
langsung. 

6. Tidak Menolak Ijma' Sahabat 

Tidak Menolak lima' Sahabat sebagai dasar suatu 
keputusan. lima' dari segi kekuatan hukum dibagi menjadi 
dua , pertama : ijma' qauli, seperti ijma' para sahabat untuk 
membuat standarisasi penulisan Al-Quran dengan khot 
Utsmani, kedua : ijma' sukuti. Ijma' seperti ini kurang kuat. 
Dari segi masa, Ijma' dibagi menjadi dua : pertama : ijma' 
sahabat. Dan ini yang diterima Muhammadiyah. Kedua ; 
Ijma' setelah sahabat) 

7. Terhadap dalil-dalil yang nampak mengandung 
ta'arudl, digunakan cara "al jam'u wa al taufiq Dan kalau 
tidak dapat , baru dilakukan tarjih. ( Cara-cara melakukan 
jama' dan taufiq, diantaranya adalah : Pertama : Dengan 
menentukan macam persoalannya dan menjadikan yang satu 
termasuk bagian dari yang lain. Seperti menjama' antara QS 
Al Baqarah 234 dengan QS Al Thalaq 4 dalam menentukan 
batasan iddah orang hamil , Kedua : Dengan menentukan 
yang satu sebagai mukhashis terhadap dalil yang umum, 
seperti : menjama' antara QS Ali Imran 86,87 dengan QS Ali 
Imran 89, dalam menentukan hukum orang kafir yang 
bertaubat, seperti juga menjama' antara perintah sholat 
tahiyatul Masjid dengan larangan sholat sunnah ba'da Ashar, 
Ketiga: Dengan cara mentaqyid sesuatu yang masih mutlaq , 
yaitu membatasi pengertian yang luas, seperti menjama; 
antara larangan menjadikan pekerjaan membekam sebagai 
profesi dengan ahli bekam yang mengambil upah dari 
pekerjaanya. Keempat: Dengan menentukan arti masing- 
masing dari dua dalil yang bertentangan, seperti : menjama' 


300 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


antara pengertian suci dari haid yang berarti bersih dari 
darah haid dan yang berarti bersih sesudah mandi. Kelima : 
Menetapkan masing-masing pada hukum masalah yang 
berbeda, seperti larangan sholat di rumah bagi yang 
rumahnya dekat masjid dengan keutamaan sholat sunnah di 
rumah. 

8. Menggunakan asas 11 saddu al-daraT 11 untuk 
menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah. .( Saddu al 
dzara'I adalah perbuatan untuk mencegah hal-hal yang 
mubah, karena akan mengakibat kepada hal-hal yang 
dilarang. Seperti : Larangan memasang gambar KH. Ahmad 
Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, karena 
dikawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan. 
Walaupun akhirnya larangan ini dicabut kembali pada 
Muktamar Tarjih di Sidoarjo, karena kekawatiran tersebut 
sudah tidak ada lagi. Contoh lain adalah larangan menikahi 
wanita non muslimah ahli kitab di Indonesia, karena akan 
menyebabkan finah dan kemurtadan. Keputusan ini 
ditetapkan pada Muktamar Tarjih di Malang 1989. 

9. Men-taTil dapat dipergunakan untuk memahami 
kandungan dalil- dalil Al-Quran dan al Sunnah, sepanjang 
sesuai dengan tujuan syare'ah. Adapun qaidah : 11 al hukmu 
yaduuru ma'a 'ilatihi wujudan wa'adaman" dalam hal-hal 
tertentu , dapat berlaku 11 ( Ta'lil Nash adalah memahami 
nash Al-Quran dan hadits, dengan mendasarkan pada illah 
yang terkandung dalam nash. Seperti perintah menghadap 
arah Masjid Al Haram dalam sholat, yang dimaksud adalah 
arah ka'bah, juga perintah untuk meletakkan hijab antara 
laki-laki dan perempuan, yang dimaksud adalah menjaga 
pandangan antara laki-laki dan perempuan, yang pada 
Muktamar Majelis Tarjih di Sidoarjo 1968 diputuskan bahwa 
pelaksanaannya mengikuti kondisi yang ada, yaitu pakai 
tabir atau tidak, selama aman dari fitnah) 

10. Pengunaaan dalil- dalil untuk menetapkan suatu 


301 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


hukum , dilakukan dengan cara konprehensif , utuh dan 
bulat. Tidak terpisah. ( Seperti halnya di dalam memahami 
larangan menggambar makhluq yang bernyawa,jika 
dimaksudkan untuk disembah atau dikawatirkan akan 
menyebabkan kesyirikan) 

11. Dalil -dalil umum Al-Quran dapat ditakhsis dengan 
hadist Ahad, kecuali dalam bidang aqidah. ( Lihat keterangan 
dalam point ke 5 ) 

12. Dalam mengamalkan agama Islam, mengunakan 
prinsip "Taisir " ( Diantara contohnya adalah : dzikir singkat 
setelah sholat lima waktu, sholat tarawih dengan 11 rekaat) 

13. Dalam bidang Ibadah yang diperoleh ketentuan- 
ketentuannya dari Al-Quran dan al Sunnah, pemahamannya 
dapat dengan menggunakan akal, sepanjang dapat diketahui 
latar belakang dan tujuannya. Meskipun hams diakui ,akal 
bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada 
akal memiliki kelenturan dalam menghadapai situsi dan 
kondisi. ( Contohnya, adalah ketika Majelis Tarjih 
menentukan awal Bulan Ramadlan dan Syawal, selain 
menggunakan metode Rukyat,juga menggunakan metode al 
Hisab. Walaupun pelaksanaan secara rinci terhadap 
keputusan ini perlu dikaji kembali karena banyak 
menimbulkan problematika pada umat Islam di Indonesia) 

14. Dalam hal- hal yang termasuk "al umur al 
dunyawiyah" yang tidak termasuk tugas para nabi , 
penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan 
umat. 

15. Untuk memahami nash yang musytarak, paham 
sahabat dapat diterima. 

16. Dalam memahani nash , makna dlahir didahulukan 
dari ta'wil dalam bidang aqidah. Dan takwil sahabat dalam 
hal ini, tidak harus diterima. ( Seperti dalam memahami ayat- 
ayat dan hadist yang membicarakan sifat-sifat dan perbuatan 


302 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


Allah swt,seperti Allah bersemayam d atas Arsy, Allah turun 
ke langit yang terdekat dengan bumi pada sepertiga akhir 
malam dll) 

Penyempurnaan dan Pengembangan Majelis Tarjih 

Sebagaimana diketahui bahwa Persyarikatan 
Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang bergerak 
untuk Tajdid dan pembaharuan. Maka Majelis Tarjih, yang 
merupakan bagian terpenting dalam organisasi tersebut tidak 
bersifat kaku dan kolot, akan tetapi keputusan- keputusan 
Majelis Tarjih masih ada kemungkinan mengalami 
perubahan kalau sekiranya dikemudian hari ada dalil atau 
alasan yang dipandang lebih kuat. Bahkan nama dan 
kedudukan Majelis dalam Persyarikatan bisa mengalami 
perubahan sesuai dengan kebutuhan. Diantara perubahan- 
perubahan yang terjadi dalam Majelis Tarjih adalah : 

1. Perubahan nama " Majelis Tarjih Karena mengingat, 
semakin banyak dan kompleknya problematika-problematika 
yang dihadapi umat Islam pada puluhan tahun akhir ini. 
Terutama berkembangnya pemikiran baru, yang kesemuanya 
harus dijawab oleh Majelis Tarjih. Dan karena nama Tarjih, 
masih identik dengan masalah-masalah fiqh, maka nama 
Majelis Tarjih perlu di tambah dengan sebutan yang bisa 
mewakili tugas tersebut, maka dipilihlah nama 
Pengembangan Pemikiran Islam sehingga namanya menjadi" 
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam ". 
Penambahan ini diputuskan pada tahun 1995, ketika 
dilangsungkan Muktamar Aceh. 

2. Penambahan terhadap tiga bentuk Ijtihad yang 
digunakan Majelis Tarjih ( Yaitu Ijtihad Bayani, Qiyasi dan 
Istishlahi ) dengan ditambah tiga pendekatan baru ,yaitu 
Pendekatan 11 Bayani" , 11 Burhani" dan 11 Irfani". Tiga 
pendekatan tersebut diputuskan pada MUNAS Tarjih di 
Malang, tahun 2000. Kemudian disempurnakan pada 


303 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


MUNAS Tarjih ke 26 di Padang,Oktober 2003. Walaupun 
telah dilakukan beberapa kali sidang, tiga pendekatan 
tersebut masih belum tuntas pembahasannya. 

3. Perubahan nama Mukatamar Tarjih menjadi MUNAS ( 
Musyawarah Nasional) Tarjih. 

4. Perampingan anggota Majelis Tarjih yaitu dengan 
menetapkan Anggota Tetap Majelis Tarjih . Pada awalnya 
muktamar -muktamar atau musyarawarah musyawarah 
Majelis yang bersifat nasional, melibatkan utusan-utusan 
wilayah-wilayah yang sering berganti-ganti, atau yang sering 
disingkat dengan MTPPI Wilayah. Akan tetapi pada MUNAS 
Tarjih ke 26 di Padang, Oktober 2003 dilakukan perampingan 
dengan membentuk anggota tetap Majelis Tarjih yang 
berjumlah sekitar 99 anggota, yang bertugas untuk 
melakukan sidang setiap hal itu diperlukan. Langkah- 
langkah ini diambil, mengingat kurang efektif dan efesiennya 
perjalanan Muktamar Tarjih selama ini, khususnya ketika 
diganti namanya dengan MUNAS( Musyawarah Nasional) . 
Walaupun sampai saat ini , keputusan tersebut belum 
ditanfidkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, namun 
akan mempunyai pengaruh yang besar bagi perjalanan 
Majelis Tarjih pada masa-masa mendatang. 

Perjalan Majelis Tarjih selama 77 tahun, memang penuh 
dengan tantangan dan cobaan. Tugas yang diembannya 
untuk membimbing masyarakat Islam Indonesia, pada 
umumnya dan warga Persyarikatan Muhammadiyah pada 
khususnya dalam masalah keagamaan dan pengembangan 
pemikiran Islam, nampak begitu berat dan menuntut adanya 
kesabaran dan perjuangan, serta pencarian yang tiada kenal 
putus asa. Sehingga perbaikan,penyempurnaan serta 
pengembangan Majelis tarjih ini sangat mutlak 
diperlukan,guna memberikan konstribusi-konstribusi yang 
bermanfaat bagi umat Islam Indonesia. 

Demikian tulisan singkat tentang Majelis Tarjih dan 


304 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


Pengembangan Pemikiran Islam. Yang sedikit ini, mudah- 
mudahan bisa membuka cakrawala, khususnya bagi kader- 
kader Muhammadiyah, dan bisa menjadi bekal awal untuk 
pengembangan pemikiran dalam persyarikatan ini. 

3. Badan Hisbah PERSIS 

Dewan Hisbah adalah sebuah lembaga hukum Islam 
yang dimiliki oleh Persatuan Islam (PERSIS). Pada tahun 
1930-an, Persatuan Islam lebih memiliki wajah politik yang 
dominan, dan setelah zaman kemerdekaan, pada 1950-an, 
para anggotanya masih terlibat secara politik. Adapun yang 
menarik bagi kita adalah beberapa fatwanya yang dianggap 
terpengaruh oleh dinamika perpolitikan lokal zaman itu. 
Fatwa-fatwa semacam ini disusun terperinci dalam bab-bab 
yang beruntun. Fatwa-fatwa politik, atau lebih tepatnya - 
menurut MB. Hooker- filsafat politik Persatuan Islam ini, 
dapat dilihat dari karier anggota-anggota terkemuka 
Persatuan Islam. 

Moehamad Moenawar Chalil adalah salah satu contoh 
pertama yang tepat. Ia adalah seoarng aktivis politik yang 
bekerja di berbagai komite negara termasuk Komite Nasional 
Hadits dalam birokrasi agama, dan ia adalah ketua Majelis 
Ulama Persatuan Islam. Pada tahun 1955, tepatnya pada saat 
pemilihan umum pertama di Indonesia, ia mengeluarkan 
fatwa. Ia menyatakan bahwa pemilihan umum yang 
melibatkan partai-partai Muslim, melalui qiyas, sama dengan 
jihad, dan dengan demikian, merupakan kewajiban bagi 
seorang Muslim untuk mendukung kepentingan finansial 
kaum Muslim dengan zakat. 

Dalam statemen resminya, Persatuan Islam bahkan 
berpendapat bahwa semua umat Islam memiliki tugas untuk 
terlibat dalam kegiatan politik yang merupakan bagian dari 
tugas agama. Pandangan ini muncul dalam tulisan-tulisan 
Ahmad Hassan, yang diulangi lagi dalam tulisan dan pidato 


305 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Isa Anshary dan Moehammad Natsir. Pandangan seperti ini 
juga tercatat dalam garis-garis perjuangan Persatuan Islam 
dan sepenuhnya didukung oleh fatwa-fatwa ulama. 

Dalam rangka mencari solusi permasalahan para anggota 
jam'iyyahnya, Persatuan Islam memiliki lembaga Majlis 
Ulama yang bertugas memberi fatwa-fatwa hukum. Lembaga 
ini sangat produktif dalam melahirkan pemikiran-pemikiran 
puritanis. 

Ketika kepemimpinan Persatuan Islam dipegang oleh 
KH.E. Abdul Rahman (1960-1983) majlis ini berganti nama 
menjadi Dew an Hisbah. Penggantian nama ini dimaksudkan 
untuk memperluas tugas dan fungsi ulama agar tidak 
sekadar memberi fatwa hukum, tetapi juga melakukan 
kontrol terhadap para anggota jam'iyyah serta para 
eksekutifnya terhadap berbagai penyimpangan yang 
mungkin mereka lakukan. 

Secara fungsional, Dewan Hisbah berkewajiban 
melaksanakan beberapa tugas, yaitu: 

1. Meneliti hukum-hukum Islam 

2. Menyusun petunjuk pelaksanaan ibadah bagi anggota 
jam'iyyah 

3. Mengawasi pelaksanaan hukum Islam 

4. Memberikan teguran kepada anggota Persatuan Islam 
yang melakukan pelanggaran hukum melalui Pusat 
Pimpinan 

Metodologi Dewan Hisbah 

Pendekatan yang dilakukan Dewan Hisbah dalam proses 
pembuatan keputusan adalah penggabungan antara metode 
pembahasan modern dan klasik. Gabungan antara ilmu 
pengetahuan modern dan klasik merupakan salah satu 
karakteristik Persatuan Islam. Karena itu, sebelum 
memutuskan suatu hukum, terlebih dahulu perlu mendengar 


306 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


pendapat para ahli ilmu pengetahuan modern tentang 
bidang yang hendak dibahas, sehingga diketahui definisi 
masalah yang hendak dibahas baik menurut etimologi 
maupun terminologi. 

Dalam membahas suatu permasalahan, Dewan Hisbah 
tidak berpegang pada satu madzhab ataupun kitab-kitab 
klasik tertentu sebagaimana yang dilakukan oleh Forum 
Bahtsul Masa'il di kalangan Nahdhatul Ulama dengan al- 
kutub al-mu'tabarah-nya. 

Menurut Dewan Hisbah, kitab-kitab manapun bisa 
dipergunakan sebagai pertimbangan, asal dapat 
dipertanggungjawabkan isinya secara ilmiah dan sesuai 
dengan visi mereka. Mereka menolak kitab-kitab yang 
bertentangan dengan aqidah mereka seperti kitab-kitab dari 
golongan Syiaah, Khawarij, Rafidhah, Ahmadiyah, dan lain 
sebagainya. 

Dalam menarik kesimpulan hukum (istimbath al-ahkam), 
Dewan Hisbah membatasi diri melakukan istidlal hanay dari 
dari Al-Quran dan As-Sunnah saja. Dan ketika tidak 
menemukan nash syar'i, maka digunakan ijtihad kolektif 
(ijtihad jama'i ) yang melibatkan para ulama Dewan Hisbah. 

Adapun jika terjadi kontradiksi antar nash, maka 
langkah pemecahan yang di ambil adalah: 

1. Sedapat mungkin mempertemukan nash yang 
kelihatan kontradiksi 

2. Melakukan tarjih, yaitu menggunakan hadits yang 
lebih tinggi deraj at keshahihannya dan 
meninggalkan yang deraj at keshahihannya lebih 
rendah. 

3. Melakukan metode nasakh bila diketahui mana nash 
yang terdahulu dan mana yang kemudian. 

Dalam masalah ibadah, Dewan Hisbah tidak menerima 
ijma', kecuali ijma' para sahabat. Ijma' sahabat diterima 


307 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


sebagai sumber hukum karena diyakini bahwa para sahabat 
tidak akan berani bersepakat menentukan sesuatu hukum 
kalau tidak ada landasan yang datang dari Nabi. Ini berarti 
bahwa pada hakekatnya ijma' sahabat tidak berdiri sendiri, 
melainkan bersandar pada sunnah Nabi. 

Namun jika terjadi ijma' ulama selain sahabat dalam 
masalah agama, dan pemerintah Islam menggunakan 
ketetapan itu sebagai Undang-Undang negara, maka Dewan 
Hisbah mewajibkan mengikuti dan mentaati pemerintah 
Islam dihadapan umum untuk menunjukkan kesetiaan 
kepada pemerintah Islam. 

Dewan Hisbah juga tidak menerima qiyas dalam 
masalah ibadah. Qiyas hanya dapat diaplikasikan dalam 
masalah mu'amalah, karena qiyas adalah ra'yu, sedangkan 
ibadah tidak boleh dimasuki oleh ra'yu yang hanya berdasar 
pada pemikiran manusia. 

4. Majelis Ulama Indonesia 

Banyak orang selama ini terkecoh mengira bahwa Majelis 
Ulama Indonesia (MUI) adalah bagian dari lembaga tinggi 
negara di republik ini. Padahal sesungguhnya MUI semata- 
mata hanyalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) murni, 
tanpa ada keterkaitan secara birokratis dengan struktur 
lembaga negara. 

Memang di masa awal dari Orde Baru, rezim Soeharto 
banyak sekali memanfaatkan lidah MUI sebagai kepanjangan 
tangan dari legitimasi atas semua kebijakan yang diinginkan 
penguasa, namun bukan berarti secara struktural MUI adalah 
bagian dari lembaga negara. 

MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga 
Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu'ama 
(pemerintah) dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk 
membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di 
seluruh Indonesia. 


308 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


a. Berdirinya MUI 

Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 
1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di 
Jakarta, Indonesia. 

MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau 
musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang 
datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi 
dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di 
Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan 
unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, 
Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, A1 Washliyah, 
Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan A1 Ittihadiyyah, 4 
orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, 
Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang 
tokoh cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. 

Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah 
kesepakatan untuk membentuk wadah tempat 
bermusyawarahnya para ulama, zuama dan cendekiawan 
muslim, yang tertuang dalam sebuah "Piagam Berdirinya 
MUI," yang ditandatangani oleh seluruh peserta 
musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional 
Ulama I. 

Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa 
Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, 
setelah 30 tahun merdeka, dimana energi bangsa telah 
banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan 
kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. 
Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis 
Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, 
zu'ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk: 

■ memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam 
Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan 
bermasyarakat yang diridhoi Allah : 


309 



Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


■ memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah 
keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan 
masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya 
ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama 
dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa 
serta; 

■ menjadi penghubung antara ulama dan umaro 
(pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat 
dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan 
nasional; 

■ meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, 
lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam 
memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat 
khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi 
dan informasi secara timbal balik. 

b. Lima peran MUI 

Dalam khittah pengabdian Majelis Ulama Indonesia 
telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu: 

1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul 
Anbiya) 

2. Sebagai pemberi fatwa (mufti) 

3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri'ayat wa 
khadim al ummah) 

4. Sebagai gerakan Islah wa al Taj did 

5. Sebagai penegak amar ma'ruf nahi munkar 

c. Daftar Ketua MUI 

Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami 
beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan 
mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, yaitu: 


310 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 18 : Lembaga Fiqih 


No 

Nama 

Awal Jabatan 

Akhir Jabatan 

1 

Prof. Dr. Hamka 

1977 

1981 

2 

KH. Syukri Ghozali 

1981 

1983 

3 

KH. Hasan Basri 

1983 

1990 

4 

Prof. KH. Ali Yafie 

1990 

2000 

5 

KH. M. Sahal Mahfudz 

2000 



Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah 
meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan 
dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin 
majelis para ulama ini. 

d. Hubungan dengan pihak eksternal 

Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, 
zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang 
di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah 
gerakan masyarakat. 

Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda 
dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di 
kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan 
menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini 
ditampilkan dalam kemandirian -- dalam arti tidak 
tergantung dan terpengaruh — kepada pihak-pihak lain di 
luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap 
dan mengambil keputusan atas nama organisasi. 

Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi 
kemasyarakatan di kalangan umat Islam, Majelis Ulama 
Indonesia tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk 
menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi 
organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi 


311 




Bab 18: Lembaga Fiqih 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili 
kemajemukan dan keragaman umat Islam. Majelis Ulama 
Indonesia, sesuai niat kelahirannya, adalah wadah 
silaturrahmi ulama, zuama' dan cendekiawan Muslim dari 
berbagai kelompok di kalangan umat Islam. 

Kemandirian Majelis Ulama Indonesia tidak berarti 
menghalanginya untuk menjalin hubungan dan kerjasama 
dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar 
negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi 
masing-masing serta tidak menyimpang dari visi, misi dan 
fungsi Majelis Ulama Indonesia. 

Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran 
Majelis Ulama Indonesia bahwa organisasi ini hidup dalam 
tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam, dan 
menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidup 
berdampingan dan bekerjasama antarkomponen bangsa 
untuk kebaikan dan kemajuan bangsa. 

Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu 
ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rahmatan HI alamin. 


312 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 19: Qanun & Taqnin Syariah 


Bab 19: Qanun & Taqnin 


IKHTISHAR 

A. Pengertian 

B. Keutamaan Qanun 

C. Qanun dan Syariah 

D. Perbedaan Pendapat Tentang Taqnin 

1. Luasnya Syariat Islam 

2. Keadaan Selalu Berubah 


A. Pengertian 

Secara bahasa, istilah qanun bermakna al-ashlu (J^Vl) yang 
artinya adalah akar. Dan juga bisa bermakna miqyasu kulli 
syai'in yang artinya adalah ukuran segala 

sesuatu. 

Sedangkan menurut istilah, qanun didefinisikan sebagai: 


3 ili] jJL- ^ja jl dpl^iil j^ 4-P 


Kumpulan dari ketentuan yang menjadi hukum atau mengatur 
perilaku individu pada masyarakat, dimana individu itu 
diharuskan untuk mematuhinya. 

Kita mengenal qanun sebagai undang-undang, peraturan, 


313 




Bab 19: Qanun & Taqnin Syariah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


ketetapan, regulasi, dan juga hukum. 

B. Keutamaan Qanun 

Secara fisik, qanun biasanya disusun secara sistematis, 
dengan pembagian tema yang teratur dalam bagian, bab, 
pasal, ayat, butir, nomor dan seterusnya. Sehingga susunan 
qanun yang teratur dengan rapi itu memudahkan siapa pun 
untuk mengetahui dan memahami maksud dan ketentuan 
yang terkandung di dalamnya. 

Hal yang seperti ini tidak bisa dengan mudah kita jumpai 
pada kitab-kitab syariah, yang biasanya tidak disusun 
berdasarkan susunan yang sistematis, setidaknya tidak 
sesistematis sebuah qanun. 

Apalagi kalau kita membandingkannya dengan nash Al- 
Quran, tentu sangat jauh berbeda. Meski Al-Quran punya 
nama tertentu untuk tiap suratnya, namun umumnya isi dari 
surat itu tidak hanya melulu terkait dengan namanya. 
Misalnya surat Al-Baqarah yang maknanya sapi betina, dari 
286 ayatnya yang mencapai dua setengah juz itu (atau sama 
dengan 1/12 dari Al-Quran), tidak ada satu pun peraturan, 
ketentuan atau hukum yang terkait dengan sapi betina. Lalu 
kalau memang demikian, lantas kenapa surat itu disebut 
dengan surat Sapi Betina? 

Ternyata di dalam surat itu ada kisah tentang Bani Israil di 
masa lalu yang diperintahkan untuk menyembelih seekor 
sapi betina. Anehnya, kisah tentang sapi betina itu hanya 
berjumlah tujuh ayat saja dari 286 ayat yang ada. Dan sama 
sekali tidak ada kandungan hukum secara langsung buat 
umat Islam, kecuali sekedar kisah yang memang pasti 
mengandung pelajaran, tapi bukan sebuah aturan aau atau 
undang-undang. 

Tetapi hal itu sama sekali tidak mengurani kebesaran dan 
keagungan Al-Quran. Sebab Al-Quran memang tidak 
tersusun redaksinya sebagai sebagaimana sebuah qanun atau 


314 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 19: Qanun & Taqnin Syariah 


naskah undang-undang. Dilihat dari gaya bahasanya, Al- 
Quran lebih dekat kita sebut sebagai kitab prosa (natsr), yang 
merupakan salah satu corak kitab sastra, ketimbang sebuah 
qanun. Atau lebih tepatnya, Al-Quran adalah sumber dari 
qanun, dimana qanun itu kemudian bisa dibentuk dari hasil 
istimbath kitab Al-Quran. 

C. Qanun dan Syariah 

Pada hakikatnya antara qanun dan syariah ada 
perbedaan yang mendasar, yaitu qanun umumnya dibuat 
dan ditetapkan oleh manusia, sedangkan syariat ditetapkan 
oleh Allah SWT. 

Namun yang kita bicarakan disini adalah qanun yang 
berangkat dari syariah. Dengan kata lain, isi dan kandungan 
hukum-hukum syariah disusun sebagaimana sebuah naskah 
qanun, sehingga mudah dimengerti dan juga mudah untuk 
diterapkan. Dan tentunya juga mengikat secara hukum 
positif di dalam suatu negara atau wilayah hukum tertentu. 

Dan mengqanunkan syariah sering disebut dengan istilah 
taqnin asy-syariah C&&). 

Sejarah menceritakan kepada kita bahwa pertama kali 
syariat Islam ditulis dalam format susunan sebuah kitab 
Undang-undang adalh di masa Khilafah Bani Utsmaniyah di 
Turki. Khususnya pada materi-materi yang terkait dengan 
fiqih muamalah. Ahmad Jaudat Basya, menteri keadilan di 
masa itu termasuk orang yang mempelopori penulisan 
undang-undang syariat ini. 40 

Undang-undang ini diterbitkan resmi di tahun 1286 M, 
terdiri dari 1.851 materi. Qanun di masa itu umumnya 
merujuk kepada pendapat yang zahir dari mazhab Al- 
Hanafiyah, yang memang agak detail dalam urusan 
muamalat. Al-Imam Abu Hanifah (80-150 H) dalam 


40 Ali Haidar, Durar Al-Hukkan Syarah Majallah Al-Ahkam, DarAI-Jil Beriut, Cet. 1,1991. 


315 



Bab 19: Qanun & Taqnin Syariah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


kesehariannya adalah seorang pelaku perdagangan yang 
berjualan kain di Kufah. 

Apabila ada masalah dimana Al-Imam Abu Hanifah 
berbeda pendapat dengan pendapat kedua muridnya, Abu 
Yusuf dan Muhammad, maka yang digunakan adalah yang 
dipilih adalah pendapat yang paling sesuai dengan realitas di 
masa itu dan kebutuhan publik. 

D. Perbedaan Pendapat Tentang Taqnin 

Memformat susunan teks hukum-hukum syariat Islam 
menjadi sebuah kitab Undang-undang memang memberikan 
banyak nilai positif bagi banyak pihak. Namun di balik dari 
itu, juga anda unsur-unsur yang negatif yang tidak mungkin 
bisa dielakkan. Sehingga keberadaan undang-undang syariat 
ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan sebagian ulama. 

Pendapat Yang Menolak 

Mereka yang menolak diundangkannya syariat Islam 
memberikan beberapa argumentasi yang perlu untuk 
dipertimbangkan, antara lain: 

1. Luasnya Syariat Islam 

Syariat Islam terlalu luas untuk sekedar dibukukan dalam 
sebuah undang-undang. Di dalam syariat Islam, para ulama 
bebas berijtihad sesuai dengan realita yang mereka temukan. 
Dan karena pada hakikatnya syariat Islam itu sangat luwes 
dan lentur, maka terciptalah begitu luasnya bentangan 
wilayah syariat Islam. 

Kalau kemudian syariat Islam dibatasi hanya yang 
termaktub di dalam Undang-undang saja, maka secara tidak 
langsung kita telah mengkebiri dan memasung syariat Islam. 

Karena itulah Al-Imam Malik rahimahullah menolak 
dengan tegas ketika kitab beliau mau dijadikan sebagai 
rujukan satu-satunya dalam ketentuan negara. Sebab dalam 
pandangan beliau, tidak layak pendapat satu orang saja 


316 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 19: Qanun & Taqnin Syariah 


dijadikan sebagai rujukan satu-satunya, dengan 
mengenyampingkan berbagai pendapat para ulama lainnya. 
Padahal saat itu Al-Imam Malik diakui oleh seluruh umat 
Islam dimana pun berada sebagai orang yang paling tinggi 
ilmunya dan paling luas pemahamannya terhadap syariat 
Islam. 

Tapi justru karena luasnya ilmu beliau, maka beliau malah 
menolak bisa pendapat-pendapat pribadinya dijadikan 
undang-undang di dalam Daulah Bani Umayyah saat itu. 
Alasannya, agar tidak memasung atau mematikan keluwesan 
dan keluasan syariat Islam itu sendiri. 

2. Keadaan Selalu Berubah 

Salah satu keunggulan syariat Islam adalah dinamikanya 
yang selalu hidup terus menerus tidak pernah mati. Setiap 
zaman selalu melahirkan para mujtahid, yang selalu 
merefleksikan realitas di zaman masing-masing dengan teks- 
teks suci dari Al-Quran dan As-Sunnah. 

Ketika zaman terus mengalami perubahan, maka ijtihad 
pun akan selalu diperlukan. Namun kalau ijtihad itu 
kemudian dibakukan dan diabadikan sebagai undang- 
undang yang berlaku untuk seterusnya, maka akan datang 
suatu masa dimana undang-undang itu akan mengalami 
kerentaannya, dia akan udzur dan menjadi usang, serta 
semakin tidak realistis lagi. 

Mereka yang menolak diundangkannya syariat Islam lebih 
mengupayakan syariat Islam dibiarkan dinamis, agar selalu 
ada ijtihad yang terbaru yang dapat mengantisipasi realitas 
yang selalu berubah tiap waktu dan tiap tempat. 


317 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


IKHTISHAR 


A. Definisi 

1. Makna Qawaid Secara Bahasa 

2. Makna Fiqih 

B. Proses Pembentukan Kaidah Fiqih 

C. Manfaat, Objek dan Keutamaan 

1. Manfaat 

2. Objek 

3. Keutamaan 

D. Hubungannya dengan llmu lain 

5. Perkembangan Kaidah 

E. Contoh-contoh 

D. Kaidah-kaidah Fiqih Yang Asasi 

1. Meraih Kemaslahatan dan Menolak Kerusakan 

E. Kaidah Asasi 1 : Al-Umuru bi Maqashidiha 

1. Definisi Niat secara bahasa dan istilah 

2. Dalil-dalil Kaidah 

3. Fungsi Niat 

4. Tempat Niat 

5. Waktu niat 

F. Kaidah Asasi 2 : Al-Yaqinu La Yazulu Bisysyakki 

1. Definisi “al-Yaqin" 

2. Definisi “as-Syak" 

DALIL KAIDAH 
Pengecualian Kaidah 

KAIDAH-KAIDAH YANG BERADA Dl BAWAH KAIDAH 

G. Kaidah Asasi 3 : Al-Masyaqqatu Tajlibu At-Taysir 


319 




Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


H. Kaidah Asasi 4 : Adh-Dhararu Yuzalu 

I. Kaidah Asasi 5 : AI-'Adatu Muhakkamah 


A. Definisi 


1. Makna Qawaid Secara Bahasa 

Kata qawa'id adalah bentuk jamak dari kata qaidah yang 
arti secara bahasa bermakna asas, dasar, atau pondasi, baik 
dalam arti yang konkret maupun yang abstrak, seperti kata- 
kata qawa'id al-bait, yang artinya pondasi rumah, atau qawa'id 
al-din, artinya dasar-dasar agama, atau qawa'id al-ilm, artinya 
kaidah-kaidah ilmu. 


* ° ' ° ^ 

I , s' O / O ^ 

dpijJLil p-jJkl jj\ f ^ji 


0 



Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar 
Baitullah bersama Ismail. (QS. al-Baqarah : 127) 

JLPljiil 4JJI ^J\j ^jjJl JL 9 


Allah menghancurkan bagunan mereka dari pondasi- 
pondasinya"(QS. al-Nahl: 26) 

Dari dua ayat di atas, bisa disimpulakan bahwa arti 
kaidah adalah dasar, asas atau pondasi, tempat yang di 
atasnya berdiri suatu bagunan. 

Pengertian kaidah semacam ini terdapat pula dalam 
ilmu-ilmu yang lain, misalnya dalam ilmu nahwu (grammer) 
bahasa Arab, seperti maful itu manshub dan fa'il itu marfu'. 
Inilah yang disebut dengan al-qawaid an-nahwiyyah (kaidah 
nahwu). 

Dari sini ada unsur penting dalam kaidah yaitu hal yang 


320 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


bersifat menyeluruh, yang mencakup banyak bagian dan 
cabang yang ada di bawahnya. 

Dengan demikian, maka al-Qawa'id al-Fiqhiyah secara 
etimologis adalah dasar-dasar atau asas-asas yang bertalian 
dengan masalah-masalah atau jenis-jenis Fiqih. 

2. Makna Fiqih 

Para Ulama memang berbeda dalam mendefinisikan 
kaidah Fiqih secara istilah. Ada yang mendefinisikannya 
dengan makna yang luas tetapi juga ada yang 
mendefinisikannya dengan mana yang sempit. Akan tetapi, 
substansinya tetap sama. Sebagai contoh, Muhammad Abu 
Zahrah mendefisikan kaidah sebagai berikut: 




"Kumpulan hukum-hukum yang serupa berdasarkan qiyas 
(analogi) yang mengumpulkannya." 

Sedangkan al-Jurjani memberikan definisi bahwa Kaidah 
Fiqih adalah: 




IgJLj ^S- a 0 . U a 4.J5 A . ,'n » 


"Ketetapan yang kulli (menyeluruh, general) yang mencakup 
seluruh bagian-bagiannya" 

Imam Tajjuddin as-Subki (w.771 H) mendefisikan 
kaidah: 



i# & o J 

OlJ j 


4A LrJOi ‘Jk.Si ’yi i 


321 




Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 



"Kaidah adalah sesuatu yang bersifat general yang meliputi 
bagian yang banyak sekali, yang dipahami hukum bagian 
tersebut dengan kaidah tadi" 

Ibnu Abidin (w.1252 H) dalam muqaddimah-nya, dan 
Ibnu Nuzaim (w.970 H) dalam kitab _, al-asybah wa al- 
nazhair dengan singkat mengatakan bahwa kaidah itu adalah 


I 14^1 yj JlpIjISI 2 i 


"Sesuatu yang dikembalikan kepadanya hukum dan hukum 
tersebut dirinci daripadanya" 

Sedangkan menurut Imam al-Suyuthi dalam kitabnya al- 
asybah wa al-nazhair, mendefinisikan kaidah adalah: 


& 0 J 


* ** 




"Hukum kulli (menyeluruh, gerenal) yang meliputi bagian- 
bagiannya" 

Dari definisi-definisi tersebut di atas, jelas bahwa kaidah 
itu bersifat menyeluruh meliputi bagian-bagian dalam arti 
bisa diterapkan kepada juz-iyat-nya (bagian-bagiannya). 

Tetapi definisi yang benar adalah: 

f 0 \ \ S' 0 f ^ ^ 0 £ 0 

i_ iyCj 

“Hukum yang bersifat mayoritas dan mencakup sebagian 
besar bagian-bagiannya supaya dapat diketahui hukum- 
hukumnya.” 

Ada satu kata kunci definisi ini dengan yang lainnya 


r 0 * A * \ ^ f. f s * 


322 




Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


yaitu kalimat mayoritas bukan menyeluruh, karena dalam 
kaidah fiqih banyak sekali kasus hukum yang menjadi 
pengecualian dari kaidah fiqih yang ada sehingga sifatnya 
mayoritas artinya banyak menampung banyak hukuma dari 
permasalahan fiqih dan tidak mencakup secara keseluruhan. 
Sifat menyeluruh sebenarnya dimiliki ilmu ushul fiqih yang 
sifatnya memang mencakup secara keseluruhan. 

Dengan demikian di dalam hukum Islam ada dua 
macam kaidah, yaitu : 

Kaidah Ushul Fiqih : yang kita temukan di dalam kitab- 
kitab ushul fiqih, yang digunakan untuk menyimpulkan 
hukum (takhrij al-ahkam ) dari sumbernya yaitu Al-Quran dan 
Al-Hadits. 

Kaidah Fiqih : yaitu kaidah-kaidah yang disimpulkan 
secara general dari materi fiqih dan kemudian digunakan 
pula untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru yang 
timbul, yang tidak jelas hukumnya di dalam nash. 

Oleh karena itu baik kaidah-kaidah usuhl fiqih maupun 
kaidah-kaidah fiqih, bisa disebutkan sebagian metodologi 
hukum Islam, hanya saja kaidah-kaidah ushul Fiqih sering 
digunakan di dalam takhrij al-akham, yaitu mengeluarkan 
hukum dari dalil-dalilnya (Al-Quran dan Sunnah). 

Sedangkan kaidah-kaidah Fiqih sering digunakan di 
dalam tathbiq al-ahkam, yaitu penerapan hukum atas kasus- 
kasus yang timbul di dalam bidang kehidupan manusia. 

Dari sisi ini tidaklah heran apabila kekhilafahan Turki 
Usmani antara tahun 1869-1878 mengeluarkan undang- 
undang yang disebut Majalah al-Ahkam Al-Adliyah yang 
merupakan penerapan hukum Islam dengan menggunakan 
99 kaidah Fiqih di bidang muamalah dengan 1.851 pasal. 

B. Proses Pembentukan Kaidah Fiqih 

Sulit diketahui siapa pembentuk kaidah Fiqih, yang jelas 


323 




Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dengan meneliti kitab-kitab kaidah Fiqih dan masa hidup 
penyusunnya ternyata kaidah Fiqih tidak terbentuk 
sekaligus, tetapi terbentuk secara bertahap dalam proses 
sejarah hukum Islam. 

Walaupun demikian, di kalangan ulama di bidang 
kaidah Fiqih, menyebutkan bahwa Abu Thahir al-Dibasi, 
ulama dari mazhab Hanafi, yang hidup di akhir abad ke-3 
dan awal abad ke-4 Hijriyah, telah mengumpulkan kaidah 
Fiqih mazhab Hanafi sebanyak 17 kaidah. Abu Thahir selalu 
mengulang-ulang kaidah tersebut di masjid, sebelum para 
jamaah pulang ke rumahnya masing-masing. 

Kemudian Abu Sa'id al-Harawi, seorang ulama mazhab 
Asy-Syafi'i mengunjungi Abu Thahir dan mencatat kaidah 
Fiqih yang dihafalkan Abu Thahir. Diantara kaidah tersebut 
adalah lima kaidah besar di atas. 

Setelah seratus tahun kemudian, datang ulama besar 
Imam Abu Hasan al-Karkhi, yang menambahkan kaidah 
Fiqih yang sudah dikumpulkan Abu Thahir sehingga 
menjadi 37 kaidah. 

Dari paparan di atas, jelaslah bahwa kaidah-kaidah Fiqih 
muncul pada akhir abad ke-3 Hijriyah. 

Seperti kita ketahui dari perkembangan ilmu Islam, 
bahwa kitab-kitab tafsir, hadits, ushul fiqih dan kitab-kitab 
Fiqih pada masa itu telah dibukukan. Dengan demikian 
materi tentang tafsir, hadits, dan Fiqih telah cukup banyak. 

Kedua, tantangan dan masalah-masalah yang harus 
dicarikan solusinya juga bertambah, terutama karena telah 
meluasnya wilayah kekuasaan kaum muslimin masa itu, 
maka ulama membutuhkan metode yang mudah untuk 
menyelesaikan masalah baru. Dari sinilah kemudian muncul 
kaidah-kaidah Fiqih. 

Terlebih lagi, kekhilafahan pada masa itu juga 
memotivasi para intelektual untuk berinovasi menciptakan 


324 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


ilmu baru yang tujuannya adalah memudahkan orang awam 
untuk memahami dan mempelajari hukum dan ajaran Islam. 

Kaidah Fiqih memang bukan dalil, tetapi sarana bagi kita 
untuk mempermudah menentukan hukum pada masalah- 
masalah yang kita jumpai di masyarakat. Maka para ulama' 
telah memberikan investasi besar kepada kita agar kita dapat 
memahami hukum Islam ini dengan mudah. 

Oleh karena itu, bahwa proses pembentukan kaidah 
Fiqih adalah sebagai berikut: 



1. Sumber hukum Islam: Al-Quran dan Hadits; 

2. Kemudian muncul ushul fiqih sebagai metodologi di 
dalam penarikan hukum (istibath al-ahkam). Dengan 
metodologi ushul fiqih yang menggunakan pola pikir 
deduktif menghasilkan Fiqih; 

3. Fiqih ini banyak materinya. Dari materi Fiqih yang 

banyak itu kemudian oleh ulama-ulama yang mendalami 
ilmu di bidang Fiqih, diteliti persamaannya dengan 
menggunakan pola piker deduktif kemudian 

dikelompokkan, dan tiap-tiap kelompok merupakan 
kumpulan dari masalah-masalah yang serupa, akhirnya 
disimpulkan menjadi kaidah-kaidah Fiqih; 

4. Selanjutnya kaidah-kaidah tadi dikritisi kembali dengan 


325 















Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


menggunakan banyak ayat dan banyak hadits, terutama 
untuk dinilai kesesuaiannya dengan substansi ayat-ayat 
Al-Quran dan hadits nabi; 

5. Apabila sudah dianggap sesuai dengan ayat Al-Quran 
dan banyak hadits Nabi, baru kemudian kaidah fiqih 
tersebut menjadi kaidah yang mapan; 

6. Apabila sudah menjadi kaidah yang mapan/akurat, 
maka ulama-ulama Fiqih menggunakan kaidah tadi 
untuk menjawab permasalahan masyarakat, baik di 
bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya, akhirnya 
memunculkan hukum-hukum Fiqih baru; 

7. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila ulama 
memberikan fatwa, terutama di dalam hal-hal baru yang 
praktis selalu menggunakan kaidah-kaidah Fiqih, bahkan 
kekhalifahan Turki Utsmani di dalam Majalah al-Ahkam 
al-Adliyah, menggunakan 99 kaidah di dalam membuat 
undang-undang tentang akad-akad muamalah dengan 
185 pasal; 

8. Seperti telah disinggung di muka. 

Ibnu Qayyim al-Jauzaiyah (w.751 H) murid Ibnu 

Taimiyah dalam kitab Fiqihnya "I'lam al-Muwaqi'in Rabb al- 

Alamin", memunculkan kaidah: 


JjIj oLaJ'j 


"Fatwa berubah dan berbeda sesuai dengan perubahan zaman, 
tempat keadaan, niat, dan adapt kebisaaan" 

Ibnu Qayyim dianggap sebagiai penemu kaidah tersebut, 
demikian pula Ibnu Rusyd (w.520-595 H) dalam kitab 
Fiqihnya Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayat al-Muqtasid, 
sesudah menjelaskan perbedaan pendapat ulama tentang 


326 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


masalah batas maksimal kehamilan (mudat al-haml), beliau 
berkesimpulan dengan kaidah: 


J 




d‘j£ 


01 


lOji 


„ O „ 0 


J 


"Hukum itu wajib ditetapkan dengan apa yang biasa terjadi 
bukan dengan apa yang jarang terjadi" 

Dalam kitab al-Kharaj, Abu Yusuf memberikan fatwa 
kepada khalifah Harun al-Rasyid dengan kata-kata : 


£ s . s * so . os * s o f t °f 

A>-l dj ry> Ld-d ^ 0> 


"Tidak ada kewenangan bagi kepala Negara (eksekutijj untuk 
mengambil sesuatu dari tangan seseorang, kecuali dengan 
earn yang dibenarkan " 

Contoh lain: 


SOS ^ 0 £s S & s s s > & s s 

l> Os j]\ S' j^2j 


“Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus 
berorientasi kepada kemaslahatan.” 

Kaidah ini berasal dari kata-kata Imam al-Syafi'i yang 
berbunyi: 


I J jLT il 'p 

"Kedudukan seorang pemimpin terhadap rakyatnya seperti 
kedudukan wali kepada anak yatim" 

Kata-kata Imam al-Syafi'i ini setelah ditelaah ulama- 
ulama lain, terutama ulama di bidang fiqih siyasah, akhirnya 
memunculkan kaidah tersebut di atas. Hanya saja sesudah 
jadi kaidah fiqih yang mapan dan dilegitimasi Al-Quran dan 


32 7 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Sunnah, kaidah tadi menjadi sumber dan di bawah kaidah itu 
dimunculkan kembali Fiqih bahkan dikelompokkan lagi, 
inilah yang kita lihat di dalam kitab-kitab kaidah Fiqih, 
setelah kaidah-kaidah Fiqih itu dibukukan. 

Di dalam proses pengujian kaidah-kaidah Fiqih oleh Al- 
Quran dan Sunnah sering bertemu kaidah dengan hadits, 
maka hadits tersebut jadi kaidah, seperti: 




"Bukti/keterangan wajib disampaikan oleh penggugat dan 
sumpah wajib diberikan oleh yang mengingkari/tergugat” 
(HR. Muslim dari Ibnu ’Abbas), ataujuga hadits: 


'/jf ^ 


"Jangan memudaratkan dan jangan dimudaratkan" (HR. Al- 
Hakim). 

Hadits ini digunakan untuk melegitimasi kaidah: 

Jljl 


"Kemudaratan harus dihilangkan" (salah satu kaidah Fiqih 
pokok yang lima) 

Apabila mau memunculkan kaidah-kaidah baru di 
dalam Fiqih maka harus ditelusuri dahulu Fiqihnya, baru 
diukur akurasi kaidah tadi dengan banyak ayat dan banyak 
hadits, selanjutnya didiskusikan dan diuji oleh para ulama, 
baru bisa dijadikan sebagai kaidah yang mapan. Kaidah yang 
sudah mapan ini akan menjadi alat (metode) dalam 
menjawab problem-problem di masyarakat dan 
memunculkan hukum-hukum Fiqih baru. 

Misalnya kaidah: 


328 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 




“Semua perkara itu tergantung kepada maksudnya” 

Kaidah ini berasal dari banyak materi Fiqih, karena di 
dalam Fiqih, nilai suatu perbuatan tergantung kepada 
niatnya. Di dalam ibadah, apakah niat ibadah itu wajib atau 
sunnah, dilaksanakan tepat waktu atau dengan cara qadha; 
dalam muamalah, apakah menyerahkan barang itu dengan 
niat memberi (hibah) atau meminjamkan; dalam jinayah 
apakah perbuatan criminal itu dilakukan karena kesengajaan 
(dengan niat) atau kesalahan (tanpa niat) dan seterusnya, 
semua itu hukumnya dilandaskan kepada niat, maksud dan 
tujuannya. Hukumnya berbeda sesuai dengan niat dan 
tujuan masing-masing. Maka muncul kaidah tersebut di atas. 
Kaidah tersebut dirujukkan kepada hadits: 




"Setiap perbuatan tergantung niatnya" (HR. Bukhari Muslim 
dari Umar bin Khattab) 

Juga kepada Hadits: 


aIIp 0j jlJLuJl j UasJl 


"Diangkat dari umatku (tidak dituliskan berdosa) perbuatan 
karena keliru, lupa, dan terpaksa" (HR. Ibnu Majah dari Ibnu 
'Abbas) 

Tidak hanya dengan dalil itu saja tapi juga disandarkan 
kepada ayat-ayat Al-Quran yang berubungan dengan niat, 
seperti surat al-Ahzab ayat 5 : 

"Dan tidaklah ada dosa atasmu terhadap apa yang kami khilaf 
padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh 


329 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


hatimu " 

Demikian pula dalam surat an-Nisaa' ayat 92 dan 93 
yang menyatakan adanya pembunuhan karena kesalahan 
(tanpa niat) dan pembunuhan karena sengaja (dengan niat). 
Selain itu juga dirujukkan kepada tujuannya, baik atau 
buruk, apakah tujuannya penipuan yang dilarang atau 
bertujuan baik untuk memberi manfaat kepada manusia. 

Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa; 

Pertama, apabila dirujukkan kepada hadits, dan ternyata 
hadits-hadits tadi sama dengan kaidah, maka hadits tadi bisa 
menjadi kaidah di kalangan Ulama Fiqih. 

Kedua, kaidah yang dirujukkan kepada pemahaman 
nash-nash (Al-Quran dan Al-Hadits), maka substansi 
pemahaman itulah yang jadi kaidah. 

Seperti telah disinggung di muka, setelah menjadi kaidah 
yang mapan, para ulama mengelompokkan kembali materi- 
materi Fiqih yang masuk dalam kaidah tersebut dan apa-apa 
yang keluar (pengecualian) sebagai contoh-contoh penerapan 
kaidah. Misalnya, dalam kitab al-Asybah wa al Nazhair, 
Imam al-Suyuthi menjelaskan kaidah: 




"Setiapperkara tergantung kepada niatnya" 

Al-Suyuthi, membahas masalah niat dalam beberapa sub 
poko bahasan: 

1. Kaidah-kaidah niat dilegimitasi oleh hadits niat; 

2. Adanya masalah-masalah Fiqih yang lebih sempit di 
kelompokkan dan disandarkan kepada kaidah tersebut, 
seperti masalah-masalah ibadah mahdhah, munakahat, 
dan jinayat yang memiliki kaidah-kaidah tersendiri; 

3. Fungsi niat yang membedakan antara ibadah dan adat 


330 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


kebisaaan dan masalah Fiqih yang tidak diperlukan niat; 

4. Ta'yin niat/menentukan niat lebih spesifik dalam hal 
perbuatan-perbuatan yang serupa; 

5. Tempat niat adalah di dalam hati, hubungan antara 
talafuzh (melafazkan niat) dengan apa yang ada di dalam 
hati, maka yang dianggap sah adalah apa yang ada di 
dalam hati; 

6. Syarat-syarat niat adalah tahu ilmunya, tidak 
mendapatkan yang bertentangan dengan niat; 

7. Perbedaan pendapat di dalam penerapan niat. 

Dalam hal ini, dengan mengambil pendapat al-Rafi'I al- 
Suyuthi memunculkan dhabith, yaitu: 


'yj ^»lDl JaiJ L!I siBl 


"Niat di dalam sumpah mengkhususkan (yang diucapkan) 
dengan kata-kata yang umum dan tidak bisa mengumumkan 
kata-kata yang khusus” 

Bersumpah dengan tidak menyebutkan nama orang atau 
sesuatu secara khusus maka harus di jelaskan apa yang 
diniatkan itu siapa. Tetapi tidak sebaliknya, apa yang di 
niatkan kepada seseorang, maka tidak bisa digeneralisir; 

8. Pembahasan tentang kasus-kasus tertentu secara khusus 
yang tersebut dalam kitab-kitab Fiqih mazhab Syafi'i. 

Dalam kitab al-Qawa'id fi al-Fiqih, karangan Ibnu Rajab 
al-Hanbali, ada kaidah yang berbunyi: 


<_ ^ 4^-j 4X9 j 4J jl 4jl>- ry* 








"Barangsiapa yang mempercepat haknya atau yang 


331 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


membolehkannya sebelum waktunya dengan earn yang 
bar am, maka ia dihukum dengan keharaman (dilarang) 
menerima hak tersebut” 

Contoh kaidah ini adalah seperti ahli waris yang 
membunuh pewaris, maka ia dilarang mendapatkan warisan 
tersebut. Atau ada orang yang menikahi wanita sebelum 
habis masa iddah-nya maka ia diharamkan untuk menikahi 
wanita tersebut. Atau ada orang yang memburu binatang 
dalam keadaan ihram maka ia diharamkan memburu 
binatang tersebut. 

Kaidah ini setelah dikritisi kemudian menjadi kaidah 
yang dianggap lebih mapan dengan ungkapan: 

o ^ 

O'* 

"Barangsiapa yang mempercepat sesuatu sebelum waktunya, 
diberi sanksi dengan haramnya hal tersebut" 

C. Manfaat, Objek dan Keutamaan 

1. Manfaat 

Adapun manfaat dari mempelajari Kaidah Fiqih adalah 
memberi kemudahan di dalam menemukan hukum-hukum 
untuk kasus-kasus hukum yang baru dan tidak jelas nash- 
nya dan memungkinkan menghubungkannya dengan 
materi-materi Fiqih yang lain yang tersebar di berbagai kitab 
Fiqih serta lebih memudahkan kita dalam menentukan 
hukum. 

2. Objek 

Adapun objek bahasan kaidah-kaidah Fiqih itu adalah 
perbuatan mukallaf itu sendiri, dan materi Fiqih itu sendiri 
yang dikeluarkan dari kaidah-kaidah Fiqih yang sudah 
mapan yang tidak ditemukan nash-nya secara khusus di 


/ o / of s' i o / 

3 j-P 4 j!jI JO 


332 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


dalam Al-Quran atau Sunnah atau Ijma (konsensus para 
ulama). 

3.Keutamaan 

Orang yang ingin memahami ilmu Fiqih, akan mencapai 
kemahirannya dalam bidang fiqih apabila dibekali dengan 
ilmu kaidah-kaidah Fiqih. 

Oleh karena itu ulama berkata : 

"Barangsiapa menguasai ushul fiqih, tentu dia akan sampai 
kepada maksudnya, dan barangsiapa yang menguasai kaidah- 
kaidah Fiqih pasti dialah yang pantas mencapai maksudnya" 

D. Hubungannya dengan Ilmu lain 

Kaidah Fiqih adalah bagian dari ilmu Fiqih. Ia memiliki 
hubungan erat dengan Al-Quran, Al-Hadits, Akidah dan 
Akhlak. 

Sebab, kaidah-kaidah yang sudah mapan, sudah dikritisi 
oleh ulama, sudah diuji serta diukur dengan banyak ayat dan 
hadits nabi, terutama tentang kesesuiannya dan 
substansinya. Apabila kaidah Fiqih tadi bertentangan dengan 
banyak ayat Al-Quran ataupun Hadits yang bersifat dalil 
kulli (general) maka dia tidak akan menjadi kaidah yang 
mapan. 

Oleh karena itu, menggunakan kaidah-kaidah Fiqih yang 
sudah mapan pada hakikatnya merujuk kepada Al-Quran 
dan Hadits, setidaknya, kepada semangat dan kearifan Al- 
Quran dan Hadits juga. 

5. Perkembangan Kaidah 

Para pencetus dan pengembang kaidah-kaidah Fiqih 
adalah ulama-ulama yang sangat dalam ilmu dan 
wawasannya dalam ilmu Fiqih sampai muncul Imam Abu 
Thahir al-Dibasi yang hidup pada akhir abad ke-3 dan awal 
abad ke-4 Hijriyah, yang baru mengumpulkan 17 kaidah 


333 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Fiqih. 

Di kalangan tiap mazhab, ada ulama-ulama yang 
menjadi pelopor dan tokoh dalam bidang kaidah Fiqih, 
misalnya dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, ada ulama besar 
yang bernama Imam 'Izzuddin bin Abd al-Salam (w.660 H), 
beliau telah menyusun kitab berjudul Qawa'id al-Ahkam fi 
Masailil al-'Anam (kaidah-kaidah hukum untuk kemaslahatan 
manusia). Intinya menjelaskan tentang maksud Allah 
mensyariatkan hukum, dan semua kaidah dikembalikan 
kepada kaidah pokok yaitu: 



"Meraih yang maslahat dan menolak yang mafsadah " 

Keseluruhan taklif yang tercermin di dalam konsep al- 
ahkam al-khamsah, (wajib, sunnah, mubah, makruh dan 
haram) tujuan adalah kembali kepada kemaslahatan hamba 
Allah di dunia dan akhirat. Bagaimanapun ketaatan hamba, 
tidak akan menambah apa-apa kepada kemahakuasaan dan 
kemahasempurnaan Allah. Demikian pula sebaliknya, 
kemaksiatan hamba tidak akan mengurangi apapun terhadap 
kemahakuasaan dan kemahasempurnaan Allah. 

E. Contoh-contoh 

Di dalam perkembangannya, kaidah-kaidah Fiqih 
sekarang, apabila dirinci dari kaidah pokok, kaidah di dalam 
setiap bab-bab Fiqih atau sering disebut dhabith, sampai 
kaidah-kaidah yang paling kecil tidak kurang dari 500 kaidah 
Fiqih, dari mulai kaidah yang memiliki cakupan yang paling 
besar dan ruang lingkup paling luas seperti kaidah yang 
dikemukakan oleh Izzuddin Ibn Abd al-Salam tersebut di 
atas, sampai kaidah yang ruang lingkupnya sempit, dan 
cakupannya sedikit, seperti kaidah : 


334 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


"Kesengajaan anak kecil dianggap kesalahan" 

Dhabith ini ruang lingkupnya hanya berlaku di salah 
satu bidang fiqih saja. Kaidah di atas ini disebut dengan 
dhabith karena cakupannya sangat sempit yaitu hanya pada 
bidang jinayah (hukum pidana Islam) saja dan hanya berlaku 
bagi anak yang belum dewasa. 

Konsekuensinya, apabila anak yang belum dewasa 
melakukan kejahatan dengan sengaja, maka hukumannya 
tidak sama dengan hukuman yang diancamkan kepada 
orang dewasa. Kalaupun diberi hukuman, maka 
hukumannya harus bersifat mendidik, sebab kejahatan yang 
dia lakukan dengan sengaja, harus dianggap suatu perbuatan 
kesalahan (tidak sengaja hanya kekeliruan atau kekhilafan 
saja) oleh hakim bukan suatu kesengajaan. 

Diantara para ulama ada yang lebih merinci dan 
membedakan antara al-qawa'id al-Fiqhiyah dan al-dhabith al- 
fiqih. Al-qawa'id al-Fiqhiyah memiliki cakupan dan ruang 
lingkup yang lebih luas, sedangkan dhabith al-fiqih memiliki 
ruang lingkup dan cakupan yang lebih sempit, seperti contoh 
di atas. Konsekuensinya, kekecualian-kekecualian di dalam 
kaidah akan lebih banyak dan harus lebih hati-hati 
penerapannya, sedangkan kekecualian-kekecualian di dalam 
dhabith akan lebih sedikit. 

D. Kaidah-kaidah Fiqih Yang Asasi 

1. Meraih Kemaslahatan dan Menolak Kerusakan 



Seperti telah dikemukakan pada pendahuluan bahwa 


335 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


kaidah-kaidah Fiqih itu memiliki ruang lingkup dan cakupan 
yng berbeda, dari ruang lingkup yang paling luas dan 
cakupan yang paling banyak sampai kepada kaidah-kaidah 
Fiqih yang ruang lingkupnya sempit dan cakupannya sedikit. 

'Izzuddin bin Abd al-Salam di dalam kitabnya Qawa'id 
al-ahkam fi Mashalih al-Anam mengatakan bahwa seluruh 
syariah itu adalah maslahat, baik dengan cara menolak 
mafsadah atau dengan meraih maslahat. 

Kerja manusia itu ada yang membawa kepada maslahat, 
ada pula yang menyebabkan mafsadah. Baik masalahat 
maupun mafsadah, ada yang untuk kepentingan dunia dan 
ada juga untuk kepentingan akhirat, bahkan ada juga untuk 
kepentingan kedua-duanya, dunia dan akhirat. Seluruh yang 
maslahat diperintahkan oleh syariah dan seluruh yang 
mafsadah dilarang oleh syariah. Setiap kemaslahatan 
memiliki tingkat-tingkat tertentu, kebaikan dan manfaatnya 
serta pahalanya, dan setiap kemafsadatan juga memiliki 
tingkatan-tingkatannya dalam keburukan dan 
kemudharatannya. 

Kemaslahatan dilihat dari sisi syariah bisa dibagi tiga, 
ada yang wajib dilaksanakan, ada yang sunnah dilaksanakan, 
dan ada pula yang mubah. Demikian pula mafsadatan, ada 
yang haram dan ada makruh. 

Apabila di antara yang maslahat itu banyak dan harus 
dilakukan salah satunya pada waktu yang sama, maka lebih 
baik dipilih yang paling maslahat. 






“Harus memilih yang lebih maslahah dan yang lebih 
maslahah” 

Hal ini sesuai dengan Al-Quran, yaitu : 

"Beri kabar gembiralah hamba-hambaku yang mendengarkan 


336 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


ucapan-ucapan orang dan mengambil jalan paling baiknya" 
(QS. Az-Zumar: 17-18) 

"Ikutilah hukum yang paling baik dari apa yang diturunkan 
kepadamu dari Tuhanmu" (QS azZumar : 55) 

"Perintahkanlah kepada umatmu untuk mengambil yang 
paling baik (QS alA'raaf: 145) 

Demikian pula sebaliknya apabila menghadapi mafsadah 
pada waktu yang sama, maka harus didahulukan mafsadah 
yang paling buruk akibatnya. 

Apabila berkumpul antara maslahat dan mafsadah, maka 
yang harus dipilih yang maslahatnya lebih banyak (lebih 
kuat), dan apabila sama banyaknya atau sama kuatnya maka 
menolak mafsadah lebih utama dari meraih maslahat, sebab 
menolak mafsadah itu sudah merupakan kemaslahatan. Hal 
ini sesuai dengan kaidah : 


"Menolak kemudaratan lebih utama daripada meraih 
kemaslahatan” 

Atau kaidah: 


O O / ^ j| /os 


"Menolak mafsadah didahulukan daripada meraih maslahat" 

Adapun kemaslahatan dunia dapat diketahui dengan 
akal sehat, dengan pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan 
manusia. Sedangkan kemaslahatan dunia dan akhirat serta 
kemafsadatan dunia dan akhirat tidak bisa diketahui kecuali 
dengan syariah, yaitu melalui dalil syara' baik Al-Quran As- 
Sunnah, Ijma, Qiyas yang diakui (mu'tabar) dan istislah yang 
shahih (akurat). 


337 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Tentang ukuran yang lebih konkret dari kemaslahatan 
ini, dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam al-Mustashfa, Imam 
al-Syatibi dalam al-Muwafaqat dan ulama yang sekarang 
seperti Abu Zahrah dan Abdul Wahb Khalaf. Apabila 
disimpulkan, maka persyaratan kemaslahatan tersebut 
adalah: 

a. Kemaslahatan itu harus sesuai dengan maqashid al- 
syar'iah, semangat ajaran, dalil-dalil kulli dan dalil qath'i 
baik wurud maupun dalalahnya. 

b. Kemaslahatan itu harus meyakinkan, artinya kemaslahtan 
itu berdasarkan penelitian yang cermat dan akurasi yang 
tinggi sehingga tidak meragukan bahwa hal itu bisa 
mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudharat. 

c. Kemaslahatan itu membawa kemudahan dan bukan 
mendatangkan kesulitan, maksudnya adalah bahwa 
kemaslahatan tersebut dapat dilaksanakan sesuai 
kemampuan manusia. 

d. Kemaslahatan itu memberi manfaat kepada sebagian 
besar masyarakat bukan kepada sebagian kecil 
masyarakat. 

Seluruh tuntutan agama adalah untuk kemaslahatan 
hamba di dunia dan akhirat. Ketaatan hamba tidak akan 
menambah apa-apa kepada kemahasempurnaan dan 
kemahakuasaan Allah, dan sebaliknya kemaksiatan hamba 
tidak akan mengurangi kemahakuasaan dan 
kemahasempurnaan Allah SWT. 

Wasilah (cara atau jalan) menuju kemaslahatan juga 
bertingkat atau berjenjang sesuai dengan tujuan dan 
kemaslahatannya. Wasilah untuk mengetahui Allah, Dzat- 
Nya dna sifat-sifat-Nya, adalah wasilah yang paling utama 
dan lebih utama daripada mengetahui hukum-hukumnya. 

Wasilah mengetahui hukum-hukum Allah lebih utama 
daripada mengetahui ayat-ayatnya, wasilah yang berupa 


338 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


usaha shalat berjamaah yang diwajibkan lebih utama 
daripada wasilah yang berupa usaha-usaha shalat berjamah 
yang disunnahkan. 

Jadi, ada wasilah yang menuju kepada maksud dan ada 
wasilah yang menuju wasilah yang lain (wasilatun ila 
wasilah), seperti menuntut ilmu adalah wasilah untuik 
mengetahui hukum-hukum Allah dan mengetahui hukum- 
hukum Allah adalah wasilah untuk taat kepada Allah, taat 
kepada Allah adalah wasilah untuk mencapai pahala dan 
keridhaan Allah SWT, Amar ma'ruf adalah wasilah menuju 
yang ma'ruf. 

Demikian pula sebaliknya wasilah yang menuju kepada 
mafsadah juga berjenjang. Disesuaikan dengan 
kemafsadatannya. Nahi munkar adalah wasilah 
menghindarkan kemungkaran. 

Wasilah yang menuju kepada yang haram, ini dijelaskan 
dengan panjang lebar oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam 
kitab Flam al-Muwaqi'in 'an Rabb al-A'limin, yang 
menyebutkan segala wasilah yang menuju maslahat 
disebutnya dengan "Fath al-Dzari'ah (membuka jalan), 
maksudnya kepada yang maslahat, dan segala wasilah yang 
menuju mafsadah disebutkan dengan "Sadd al-Dzari'ah" 
(penutup jalan), maksudnya penutup jalan kepada yang 
mafsadah. Untuk sadd al-Dzari'ah ini, Ibnu Qayyim 
memberikan 99 contoh dari Al-Quran dan Hadits dan 
diakhiri dengan kata "Bab Sadd al-Dzari'ah adalah 
seperempat taklif, karena taklif ini terdiri dari perintah dan 
larangan." 

Perintah ada dua macam, yaitu perintahnya sendiri 
adalah maslahat, dan perintah adalah wasilah kepada 
maslahat. 

Sementara larangan ada dua macam pula yaitu, 
larangannya sendiri karena adanya mafsadah padanya, dan 


339 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


kedua sesuatu yang membawa jalan menuju mafsadah. Oleh 
karena itu, Sadd al-Dzari'ah adalah seperempat dari agama. 

Dari hubungan antara maqashid/tujuan ini 
memunculkan kaidah-kaidah seperti: 

" wasilah (media) itu hukumnya sama dengan hukum 
tujuannya" 

Apabila yang dituju itu wajib, maka media menuju 
kepada yang wajib juga wajib. Seperti menutup aurat adalah 
wajib maka membeli pakaian hukumnya menjadi wajib. Atau 
apabila menutup aurat itu wajib, maka mengusahakan pabrik 
tekstil untuk menutup aurat adalah wajib. Apabila shalat 
Jumat itu wajib, maka pergi ke Masjid untuk melaksanakan 
shalat Jumat menjadi wajib. 

Sebaliknya apabila yang dituju itu haram, maka usaha 
menuju yang haram juga haram. Misalnya berzina adalah 
haram maka menyediakan sarana untuk berzina adalah 
haram. Contoh yang lain: Apabila babi itu haram, maka 
penyelenggarakan peternakan babi juga haram. 

Kemudian di dalam menilai baik buruknya suatu cara 
atau metode sangat tergantung kepada tujuannya: 

^ / o o t og / o o £ / 2 o / 

o 2 / / so ^ / 

"Cara (media) yng menuju kepada tujuan yang paling utama 
adalah seutama-utamanya cara, dan cara yang menuju 
kepada tujuan yang paling hina adalah seburuk-buruknya 
cara". 

Kemudian kaidah di atas dipersingkat menjadi: 


340 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 



'Apabila kewajiban tidak bisa dilaksanakan kecuali harus 
menggunakan sesuatu, maka sesuatu tersebutjuga wajib." 

Demikian pula halnya dengan kaidah : 

/ o / x / 

(*' j*- j-f® (*'Ji ^ 


"Apa yang membawa kepada yang haram maka hal tersebut 
jug a haram hukumnya" 

Kedua kaidah terakhir ini sesungguhnya, asalnya, kaidah 
ushul fiqih karena merupakan kaidah di dalam cara istinbath 
(fath al-dzari'ah dan sadd al-dzari'ah). Akan teteapi para 
fuqaha memasukkannya sebagai kaidah Fiqih. 

Imam Tajjuddin as-Subki dalam kitabnya al-Asybah wa 
al-Nazhair menyingkat kaidah dari Izzuddin Ibn 'Abd as- 
Salam dengan kata-kata: "meraih kemaslahatan" (jalb a b 
mashlih), karena menolak kemafsadatan sudah termasuk 
meraih kemaslahatan. 


E. Kaidah Asasi 1 : Al-Umuru bi Maqashidiha 




"Segalaperkara tergantung kepada niatnya" 

1. Definisi Niat secara bahasa dan istilah 

Niat menurut ulama-ulama Syafi'iyah adalah: 

JjtilS jjULjl AygJlil jl JL *23 


341 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


“Bermaksud melakukan sesuatu disertai dengan 
pelaksanaannya. Atau maksud yang menyertaiperbuatan.” 

Di dalam shalat misalnya, yang dimaksud dengan niat 
adalah bermaksud di dalam hati dan niat tersebut wajib 
berbarengan dengan takbiratul al-ihram, karena Takbiratul 
Ihram adalah perbuatan pertama yang dilakukan dalam 
shalat. 

2. Dalil-dalil Kaidah 

Kaidah "al-umur bimaqashidiha" ini ketika dirujukkan 
kepada Al-Quran dan Al-Hadits ternyata mendapat 
legitimasi, antara lain: 

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah 
Allah dengan menunaikan ketaatan kepada-Nya dalam 
(menjelaskan) agama dengan lurus" (QS. Al-Bayyinah: 5) 

"Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf 
kepadanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja 
oleh hatimu" (QS. Al-Ahzab: 5) 

‘Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang 
tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum 
kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk 
bersumpah) oleh hatimu". (QS. Al-Baqarah: 225) 

Dalam hadits nabi antara lain : 


Is oLaJb 

> {-, A 0 ' l* . " 1 . a r * ' ' h , ' t , > Z' ° 

j 4J aUI 4j j ->t ^ & 4J aWI 4j 

4 4 ji 44 J -fy jf 414 cIjJ 


"Setiap perbuatan itu tergantung kepada niatnya dan bagi 
setiap orang sesuai dengan niatnya. Barangsiapa berhijrah 
karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan 
Rasul-Nya dan barangsiapa hijrahnya karena mengharapkan 
kepentingan dunia atau karena wanita yang dinikahinya, 


342 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


maka hijrahnya kepada yang diniatkan" (HR Bukhari Muslim 
dari Umar bin Khattab). 


£ & \ 

,sO s s Vs S O ,S S 0 fvfl ^ , SO S . S 0 SOS s # 0> 0 . ^ . V 

b> ^S>- l frJS- O J>r\ aWI LgJ JjOj y dJ->| 

J J 


0 SOS s o > o 


"Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan sesuatu dengan 
maksud mencari keridhaan Allah kecuali diberi pahala 
walaupun sekadar sesuap ke dalam mulut istrimu" (HR. 
Bukhari). 


j jP < oil jLO yy llixJl 0)1 CiS" j jfsO JdlS JS 


"Barangsiapa berperang dengan maksud meninggikan 
kalimah Allah, maka dia ada dijalan Allah" (HR. Bukhari dai 
Abu Musa). 


J> . |8||, " ® * '» . f 0 . ' „f 0 " 

aLLjp 441*3 JuJUi ys O' ‘'-O' y' y° 

isj £ lJ* J>- 


"Barangsiapa yang tidur dan dia berniat akan shalat malam, 
kemudian di ketiduran sampai subuh maka ditulis baginya 
pahala sesuai dengan niatnya (HR. al-Nasi dari Abu Dzar) 




O'* 




4-j 


"Niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya" (HR. 
Thabrani dari Sahl bin Sa'id al-Sa'idi) 

3. Fungsi Niat 

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa fungsi 
niat adalah: 


343 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


1. Untuk membedakan antara ibadah dan adat kebiasaan. 

2. Untuk membedakan jenis perbuatan, baik kebaikan 
ataupun kejahatan. 

3. Untuk menentukan sah tidaknya suatu perbuatan 
ibadah tertentu serta membedakan yang wajib dari 
yang sunnah. 

Secara lebih mendalam lagi, para fuqaha (ahli hukum 
Islam) merinci masalah niat ini. Bahwa niat sangat 
mempengarhui hasil dari ibadah yang dilakukan baik ibadah 
mahdlah, seperti thaharoh (bersuci), wudhu, tayamum, 
mandi junub, shalat, qasar, jamak, wajib, sunnah , zakat, haji, 
puasa maupun dalam hal muamalah dalam arti luas atau 
ibadah ghair mahdlah, seperti pernikahan, talak, wakaf, jual 
beli, hibah, wasiat, sewa menyewa, perwakilan, utang 
piutang dan akad-akad lainnya. Juga termasuk dalam 
masalah Fiqih Jinayah (kriminalitas/pembunuhan) seperti 
melakukan pembunuhan dengan unsure kesengajaan, 
kondisi dipaksa atau terpaksa dan lain sebagainya, semua 
tergantung kepada niatnya. Dan ternyata masalah niat ini 
masuk dalam berbagai permasalahan Fiqih yang sangat luas, 
sehingga Imam al-Suyuthi menyatakan 

"Apabila kau hitung masalah-masalah Fiqih yang 
berhubungan dengan niat ini tidak kurang dari sepertiga atau 
seperempatnya. ” 

Rupanya yang paling penting dalam masalah niat ini 
bukan soal kualitas masalah Fiqih yang ribuan atau bahkan 
puluhan ribu yang tersebar di dalam kitab-kitab Fiqih, akan 
tetapi kualitas kaidah ini memang mendasar dan tidak 
banyak masalah-maslah Fiqih yang diluar kaidah tersebut. 

Di antara pengecualian kaidah di atas -artinya dalam 
beberapa kasih di bawah ini, niat tidak lagi diperhitungkan- 
antara lain: 

1. Suatu perbuatan yang sudah jelas-jelas ibadah bukan 


344 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


adat sehingga tidak bercampur dengan yang lain. Dalam hal 
ini tidak diperlukan niat, seperti iman kepada Allah, 
makrifat, khauf, raja', iqamah, azan, zikir dan membaca Al- 
Quran kecuali apabila membacanya dalam rangka nazar, 
maka semuanya tidak lagi dibutuhkan niat, karena 
perbuatan-perbuatan tersebut tidak mungkin disebut dengan 
perbautan yang bernilai lain. 

2. Tidak diperlukan niat dalam meninggalkan perbuatan, 
seperti meninggalkan perbuatan zina dan perbuatan- 
perbuatan lain yang dilarang (haram) karena dengan tidak 
melakukan perbuatan tersebut, maksud sudah tercapai 
maksud dari pelarangan perbuatan tersebut. Memang betul, 
diperlukan niat apabila mengharapkan pahala yaitu dengan 
meninggalkan yang dilarang. 

3. Keluar dari shalat tidak diperlukan niat, karena niat 
diperlukan dalam melaksanakan suatu perbuatan bukan 
meninggalkan suatu perbuatan. 

4. Tempat Niat 

Para Ulama mazhab Hambali menyatakan bahwa tempat 
niat ada di dalam hati, karena niat adalah perwujudan dari 
maksud, dan tempat dari maksud adalah hati. Jadi apabila 
meyakini di dalam hati, maka itu sudah cukup dianggap niat 
dan benar atau sah niatnya; tetapi menurut mereka niat 
tersebut boleh didahulukan dari perbuatan. Namun -masih 
menurut mereka- yang lebih utama adalah niat bersama- 
sama dengan takbirat al-ihram di dalam shalat, agar niat 
ikhlas menyertainya dalam ibadah. Jadi hukumnya tidak 
wajib menyertakan niat dengan perbuatan. 

Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun 
makna perbuatan seseorang, apakah seseorang melakukan 
sesuatu perbuatan itu dengan niat ibadah kepada Allah 
dengan melakukan perbuatan yang diperintahkan atau 
disunnahkan atau yang diperbolehkan oleh agama ataukah 


345 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dia melakukan perbuatan tersebut bukan dengan niat ibadah 
kepada Allah, tetapi semata-mata karena kebiasaan saja. 
Misalnya seseorang yang mampir di sebuah masjid, maka 
harus dilihat apakah dia berniat 'itikaf ataukah tidak?. 
Apabila dia berniat iktikaf di masjid tersebut, maka dia 
mendapat pahala dari ibadah iktikafnya. Dan jika dia tidak 
berniat Ttikaf maka dia tidak mendapatkan pahala dari 
perbuatannya tersebut karena perbuatnnya tersebut tidak 
termasuk ibadah. 

Contoh yang lain: Ada orang melakukan kejahatan 
pembunuhan, maka harus dilihat niatnya apakah dia niat 
sengaja melakukannya ataukah dia tidak tidak sengaja. 
Untuk kasus pertama disebut pembunuhan sengaja karena 
dia berniat melakukannya, sedangkan untuk kasus kedua 
disebut pembunuhan karena kesalahan sebab dia tidak niat 
melakukannya. Dan ini menunjukkan bahwa kualitas 
perbuatan buruk seseorang juga ikut ditentukan oleh niatnya. 
Kalau niatnya sengaja, maka hukumannya adalah Qishas, 
sedangkan kalau dia melakukannya tidak sengaja tetapi 
karena kesalahan maka dia cukup membayar diyat. 

Demikian pula halnya antara ibadah yang fardhu dan 
ibadah yang sunnah, dibutuhkan niat untuk 
membedakannya. Dalam hal ini perlu dibedakan antara niat 
dan motif (bi'as). Tentang nait sudah dijelaskan diatas, 
sedangkan motif adalah dorongan jiwa untuk melakukan 
perbuatan yang muncul sebelum adanya niat. Dalam 
melakukan suatu perbuatan, seorang manusia melalui tahap- 
tahap tertentu. Tahap pertama adalah tahap pemikiran yaitu 
memikirkan untuk melakukan sesuatu perbuatan atau tidak. 
Tahap kedua adalah tahap persiapan, yaitu persiapan untuk 
pelaksanaan dan tahap ketiga adalah tahap pelaksanaan 
yaitu melaksanakan pekerjaan yang sudah dipikirkan dan 
dipersiapkan tadi. 

Di kalangan para ulama ada kesepakatan bahwa suatu 


346 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


perbuatan ibadah tidak sah, tanpa disertai dengan niat, 
kecuali untuk beberapa hal saja, yang termasuk pengecualian 
dari kaidah-kaidah tersebut di atas. Jadi semua ibadah wajib 
diniatkan kalau ibadahnya ingin diterima Allah swt. 

5. Waktu niat 

Sehubungan dengan kaidah tentang niat ini adalah 
dhabith yang ruang lingkupnya lebih kecil dari kaidah 
tersebut di atas biasanya disebut dhabith, antara lain: 

^ o ^ s o so ^ ji 0 * o ° 

JiLa_S*>U V j ijJLsdl a 

"Pengertian yang diambil dari suatu tujuannya bukan semata- 
mata kata-kata dan ungkapannya" 

Contohnya: Apabila seorang berkata, "saya hibahkan 
barang ini untukmu selamanya, tapi saya minta ung satu juta 
rupiah", meskipun katanya adalah hibah, tapi dengan 
permintaan uang, maka akad tersebut bukan hibah 
(pemberian), tapi akad jual beli dengan segala akibatnya. 

Di kalangan mazhab Hanafi ada kaidah: 


aIsu Vi Oiy V 


"Tidak ada pahala kecuali dengan niat" 

Kaidah ini dimaksudkan ke dalam al-qawa'id al-kulliyah 
yang pertama sebelum al-umur bimaqashidiha. 

Sedangkan di kalangan mazhab Maliki, kaidah tersebut 
menjadi cabang dari kaidah al-umur bimaqashidiha, seperti 
diungkapkan Qadhi Abd Wahab al-Baghdadi al-Maliki. 
Tampaknya pendapat mazhab Maliki ini lebih bias diterima, 
akarena kaidah di atas, asalnya : 


347 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 




"Tidak ada pahala dan tidak ada siksa kecuali karena 
niatnya”. 


Jiii ^ c. LSj ocJji LLL J 

"Apabila berbeda antara apa yang diucapkan dengan apa 
yang ada dalam had (diniatkan), maka yang dianggap benar 
adalah apa yang ada di dalam had". 

Apabila dalam hati niat wudhu, sedang yang diucapkan 
adalah mendinginkan anggota badan, maka wudhunya tetap 
sah. 


^ o . OfiSl* v* , ^ ^ ^ ^ > 

„ ✓ 0 > * . X t>< ^ » . .. S . S 0 O y' . , 0/ " # > I_ 

arcjPxJl aA>~ij 4_J A3 j-®- 4 A^ 


"Setiap dua kewajiban tidak boleh dengan satu niat, kecuali 
ibadah haji dan umrah." 

Seperti diketahui dalam pelaksanaan ibadah haji ada tiga 
cara: pertama, haji tamatu, yaitu mengerjakan umrah dahulu 
baru mengerjakan haji, cara ini wajib membayar dam. Kedua: 
haji ifrad, yaitu mengerjakan haji saja, cara ini tidak wajib 
membayar dam. Ketiga, haji qiron, ialah mengerjakan haji 
dan umrah dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. 
Cara ini juga wajib membayar dam. Cara ketiga inilah haji 
qirom yang dikecualikan oleh kaidah tersebut di atas. Jadi 
prinsipnya setiap dua kewajiban ibadah atau lebih, masing- 
msaingnya harus dilakukan dengan niat tersendiri. 

.. . ^ 

GW * W x ,0 £ O / ■'O / , , | O f ^ t 1 I ^ 

4-Jl i ^ JJilU A3 As^l 4J jlS U 



"Setiap perbuatan asal/pokok, maka tidak bias berpindah dari 


348 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


yang asal karena semata-mata niat." 

Contoh: seseorang niat shalat Zuhur, kemudian setelah 
satu rakaat dia berpindah kepada niat shalat tahiyat al- 
masjid, maka batal shalat Zuhurnya. Pendapat ini dipegang 
oleh mazhab Abu Hanifah dan juga mazhab Malik. Kasus ini 
berbeda dengan orang yang sejak terbit fajar belum makan 
dan minum, kemudian tengah hari berniat shaum sunnah, 
maka sah shaumnya, karena sejak terbit fajar belum makan 
apa-apa. 


aJ Jail!! J_^=>lil 

"Maksud yang terkandung dalam ungkapan kata sesuai 
dengan niat orang yang mengucapkan". 

Maksud kata-kata seperti: hibah, nazar, shalat, sedekah 
dan seterusnya harus dikembalikan kepada niat orang yang 
mengucapkan kata tersebut, apa yang dimaksud olehnya, 
apakah sedekah itu maksudnya zakat, atau sedekah sunnah. 
Apakah shalat itu maksudnya shalat fardhu atau shalat 
sunnah. 




"Sumpah itu harus berdasarkan kata-kata dan maksud". 

Khusus untuk sumpah kata-kata yang khusus yang 
digunakan yaitu, "wallahi" atau "demi Allah saya 
bersumpah" bahwa saya.... dan seterusnya. Selain itu harus 
diperhatikan pula apa maksud dengan sumpahnya itu. 

Dalam hukum Islam antara niat, cara, dan tujuan harus 
ada dalam garis lurus, artinya niatnya harus ikhlas, caranya 
harus benar dan baik, dan tujuannya harus mulia untuk 
mencapai keridhaan. Allah SWT. 


349 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


F. Kaidah Asasi 2 : Al-Yaqinu La Yazulu Bisysyakki 




"Keyakinari tidak bisa dikalahkan dengan keraguan 

1. Definisi "al-Yaqin" 

Yang dimaksud dengan yakin di sini adalah: 

"Sesuatu yang menjadi tetap karena penglihatan pancaindra 
atau dengan adanya dalil" 

Adapula yang mengartikan bahwa yang dimaksud yakin 
adalah yakin yang disertai dengan ilmu (pengetahuan) 
tentang sesuatu yang membawa kepada kepastian dan 
kemantapan hati tentang hakikat sesuatu itu, dalam arti tidak 
ada keraguan lagi. 

2. Definisi "as-Syak" 

Adapun yang dimaksud dengan al-syak di sini adalah: 

"Suatu pertentangan antara kepastian dengan 
ketidakpastian tentang kebenaran dan kesalahan dengan 
kekuatan yangsama, dalam arti tidak dapat ditarjihkan (tidak 
dipilih yang paling benar dari) salah satunya. 

Di dalam kitab-kitab Fiqih banyak dibicarakan tentang 
hal yang berhubungan dengan keyakinan dan keraguan. 
Misalnya: orang yang sudah yakin suci dari hadas, kemudian 
dia ragu, apakah sudah batal wudhunya atau belum? Maka 
dia dalam keadaan suci. Hanya saja untuk ihtiyath (kehati- 
hatian), yang lebih utama adalah memperbaharui wudhunya 
(tajdid al-wudhu). 

Contoh lain: seorang istri mengaku belum diberi nafkah 
untuk beberapa waktu, maka yang dianggap benar adalah 
kata si istri, karena yang meyakinkan adalah bahwa suami 
puny a tanggung jawab memberi nafkah kepada isterinya 


350 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


kecuali apabila si suami mempunyai bukti yang 
menyakinkan pula. 

Contoh lain: seorang debitor mengaku telah membayar 
utangnya kepada kreditor, tetapi si kreditor tidak mengakui 
bahwa dia telah menerima pembayaran tersebut, maka 
ucapan kreditor yang dibenarkan karena yang meyakinkan 
adalah debitor belum ada membayar utangnya, kecuali ada 
bukti lain yang meyakinkan pula. Misalnya, adanya kwitansi 
pembayaran yang sah. 

Lain lagi halnya dengan kasus misalnya, si A mengaku 
bahwa si B berutang kepadanya, tetapi si B menyatakan 
bahwa dia tidak mempunyai hutang kepada si A. Maka, yang 
diakui adalah perkataan si B yaitu bahwa dia tidak punya 
hutang, karena pada asalnya tidak ada utang piutang antara 
si A dan si B, kecuali si A mempunyai bukti yang sah dan 
meyakinkan bahwa si B mempunyai utang kepadanya, 
misalnya: kwitansi penyerahan uang dari si A kepada si B. 

Contoh lain dalam kasus fiqih siyasah adalah tentang 
pemilihan Kepala Daerah. Komisi Pemilihan Umum Daerah 
(KPUD) menyatakan bahwa kelompok A yang menang dan 
kelompk B yang kalah. Kemudian kelompok B mengajukan 
gugatan bahwa seharusnya kelompok A yang kalah dan 
kelompok B yang menang. Alasannya karena adanya 
kecurangan. Maka dalam hal ini, yang meyakinkan adalah 
bahwa telah terjadi pemilihan umum dan kelompok A yang 
menang. Kecuali apabila kelompok B memberikan bukti- 
bukti yang sah dan meyakinkan pula bahwa kelompoknya 
yang menang. 

Contoh lain dalam fiqih Jinayah (kriminalitas), apabila 
seseorang menuduh orang lain melakukan kejahatan, maka 
tuduhan tersebut tidak dapat diterima. Kecuali ada bukti 
yang sah dan meyakinkan bahwa orang tersebut telah 
melakukan kejahatan. 


351 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Kaidah ini sama dengan asas praduga tak bersalah 
(presumption of innocent) dalam hukum Barat. Selain itu, 
secara moral, seorang muslim hams memiliki husnu zhan 
(berprasangka baik) sebelum ada bukti yang meyakinkan 
bahwa dia adalah orang jahat 

Masih banyak contoh-contoh lainnya di berbagai bidang 
Fiqih sehingga muncul kaidah tersebut di atas. 

DALIL KAIDAH 

Kaidah tersebut dirujukkan kepada hadits nabi antara 

lain: 


^1 aL» li<ujaj Jl^-j li 


z , J . 

. ? 0 Z / O f x / s Q / 0 s' > / 


'y 


"Apabila seseorang merasakan sesuatu dalam perutnya, 
kemudian dia ragu apakah sesuatu itu telah keluar dari 
perutnya atau belum. Maka orang tersebut tidak boleh keluar 
dari masjid sampai dia mendengar suara (kentut) atau 
mencium baunya" (HR. Muslim dari Abu Hurairah). 

Juga hadits Nabi yang lain yang senada dengan hadits di 
atas: 


djd jl lJ ^>- q 'y ijl® A*y-y2jl 3 


"Diadukan kepada Rasulullah SAW bahiva ada seorang laki- 
laki menyangka ada sesuatu yang keluar dalam waktu shalat. 
Rasulullah SAW bersabda: Janganlah ia keluar dari shalatnya 
sampai dia mendengar suara (kentut) atau mencium baunya" 


352 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


(HR. Muslim dariAbu Sa'id al-Khudri) 
Dalam hadits yang lain Nabi bersabda: 


so * o * \ ' 0 ^ 0 ' 0 \ • i ' ®. 0 _ * ' f & I •'% | | 

Isojl ^1 L >J\j »_S jdj ^ '-5} 

' C £L>\ Ci Jk J3j illil 


"Apabila seseorang ragu mengerjakan shalat, dia lupa berapa 
rakaat dia telah melakukan shalatnya, apakah tiga rakaat 
atau empat rakaat. Maka hilangkanlah keraguannya (empat 
rakaat) dan tetaplah dengan apa yang dia yakini" (HR. 
Muslim dariAbu Sa'id al-Khudri). 

Juga dalam hadits yang lain: 

"Tinggalkanlah apa yang meragukanmu, berpindahlah kepada 
yang tidak meragukanmu". (HR. al-Nasai dan al-Turmudzi 
dari Hasan bin Ali) 

Pengecualian Kaidah 

Misalnya, ada seorang wanita yang sedang menstruasi 
tetapi dia ragu, apakah sudah berhenti atau belum. Maka ia 
wajib mandi besar untuk shalat. Padahal seharusnya yang 
meyakinkan adalah dia belum selesai menstruasinya. 

Contoh lain: apabila ada orang yang ragu, apakah yang 
keluar dari kemaluannya itu mani atau madzi, maka ia wajib 
mandi besar. Jadi yang dibenarkan adalah bahwa yang 
keluar itu adalah mani, padahal yang meyakinkan adalah 
madzi. Karena mani itu sudah jelas tandanya. Namun untuk 
kehati-hatian, maka yang dibenarkan adalah bahwa yang 
keluar itu adalah mani, sehingga kalau seandanya Ia ragu, 
yang keluar itu mani yang mewajibkan mandi atau madzi 
yang tidak mewajibkan mandi. 

Contoh lain: baju seseorang ternyata yang benar adalah 
madzi, maka kewajiban untuk mencuci madzi tersebut sudah 
gugur dengan mandi. 


353 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Tetapi sesungguhnya contoh-contoh di atas 
menunjukkan kepada sikap ihtiyath (kehati-hatian) dalam 
melakukan ibadah, tidak langsung merupakan pengecualian. 
Mazhab Hanafi mengecualikan dari kaidah tersebut dengan 
menyebut 7 macam contoh. Sedangkan mazhab Syafi'i 
menyebut 11 macam contoh. 

Sedangkan materi-materi Fiqih yang terkandung dalam 
kaidah al-yaqin la yuzali bi al-syak, tidak kurang dari 314 
masalah Fiqih. 

Mazhab yang tidak mau menggunakan hal-hal yang 
meragukan adalah mazhab Maliki dan sebagian ulama 
Syafi'iyah, karena mereka menerapkan konsep ihtiyath-nya 
(kehati-hatian). Memang dalam ibadah memerlukan 
kepastian dan kepuasan batin, sedangkan kepastian dan 
kepuasan batin hanya bisa dicapai dengan ihtiyath (kehati- 
hatian). 

Ulama Malikiyah beralasan, "bahwa seseorang tidak bisa 
lepas dari tuntutan ibadah kecuali dengan melaksanakannya 
secara benar dan meyakinkan, seperti: shalat yang sah hanya 
bisa dilaksanakan dengan didahului oleh wudhu yang sah, 
bukan dengan wudhu yang meragukan tentang apakah 
sudah batal atau belumnya wudhu tadi". 

Ulama Hanafiyah menjawab hal ini dengan jawaban, 
"shalat itu merupakan tujuan (maqshid), sedangkan wudhu 
me-rupakan wasilah (syarat sah shalat), bersikap ihtiyath di 
dalam memelihara maqdshid lebih utama daripada ihtiyath 
di dalam wasail, karena wasail tingkatannya lebih rendah 
daripada maqdshid (media lebih rendah daripada tujuan). 

Sedangkan Ibnu Hazm dari mazhab al-Zhahiri 
menanggapi soal ihtiyath dari mazhab Maliki dengan kata- 
kata: "Semua ihtiyath yang menyebabkan kepada tambahan 
atau pengurangan atau penggantian di dalam agama yang 
tidak diizinkan Allah, bukanlah ihtiyath dan bukan pula 


354 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


kebaikan". 

Tentang syak atau keraguan ini barangkali perlu 
dikemukakan di sini pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyah: 
"Perlu diketahui bahwa di dalam syariah tidak ada sama 
sekali yang meragukan. Sesungguhnya syak (keraguan) itu 
datang kepada mukallaf (subyek hukum) karena 
kontradiksinya dua indikator atau lebih, maka masalahnya 
menjadi meragukan baginya (mukallaf). Mungkin bagi orang 
lain (mukallaf lain) masalah tersebut tidaklah meragukan. 
Oleh karena itu, syak bukanlah sifat yang tetap pada masalah 
tersebut, tetapi sifat yang datang kemudian ketika masalah 
tersebut dihubungkan kepada hukum mukallaf". 

Hal menarik dari pernyataan Ibnu Qayyim ini adalah 
bahwa syak itu bukan di dalam syariah tetapi dalam diri 
mukallaf, atau dengan kata lain dalam perbuatan mukallaf. 
Oleh karena itu, menurutnya, kaidah yang berhubungan 
dengan istishab di dalam ushul fiqih, sesungguhnya lebih 
tepat dimasukkan ke dalam kaidah-kaidah Fiqih, bukan 
dalam kaidah ushul. Selain itu, istishab itu pada zatnya 
bukan dalil Fiqih dan bukan sumber instinbath, tetapi 
menetapkan hukum yang telah ada untuk terus berlaku 
sampai ada yang mengubahnya.31 Dengan demikian tidak 
ada posisi ganda antara kaidah ushul dan kaidah Fiqih. 

KAIDAH-KAIDAH YANG BERADA DI BAWAH 
KAIDAH 


” dJ-dJb J jjj 'y OyL)l“ 


Dari kaidah asasi al-yaqin la yuzal bi al-syak ini 
kemudian muncul kaidah-kaidah yang lebih sempit ruang 
lingkupnya. Misalnya: 

1) "Apa yang yakin bisa hilang karena adanya bukti lain 
yang meyakinkan pula" 


355 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Kita yakin sudah berwudhu, tetapi kemudian kita yakin 
pula telah buang air kecil, maka wudhu kita menjadi batal. 

Kita berpraduga tidak bersalah kepada seseorang, tetapi 
kemudian ternyata orang tersebut tertangkap tangan sedang 
melakukan ke-jahatan, maka orang tersebut adalah bersalah 
dan harus dihukum. 

Si A berutang kepada si B, tetapi kemudian ada bukti 
bahwa si A telah membayar utangnya kepada si B, misalnya, 
ada kuitansi yang ditandatangani si B yang menyatakan 
bahwa utang si A sudah lunas. Maka, si A yang tadinya 
berutang, sekarang sudah bebas dari utangnya. 

Ada bukti yang meyakinkan bahwa seseorang telah 
melakukan kejahatan, oleh karenanya harus dihukum. 
Tetapi, bila ada bukti lain yang meyakinkan pula bahwa 
orang tersebut tidak ada di tempat kejahatan waktu 
terjadinya kejahatan tersebut, melainkan sedang di luar 
negeri misalnya, maka orang tersebut tidak dapat dianggap 
sebagai pelaku kejahatan. Karena keyakinan pertama menjadi 
hilang dengan keyakinan kedua. Inilah yang disebut alibi di 
dunia hukum. 

2) "Apa yang ditetapkan atas dasar keyakinan tidak bisa 
hilang kecuali dengan keyakinan lagi" 

Thawaf ditetapkan dengan dasar dalil yang meyakinkan 
yaitu harus tujuh putaran. Kemudian dalam keadaan thawaf, 
seseorang ragu apakah yang dilakukannya putaran keenam 
atau kelima. Maka yang meyakinkan adalah jumlah yang 
kelima, karena putaran yang kelima itulah yang meyakinkan. 

Jadi dalam hal yang berhubungan dengan bilangan, 
apabila sese^orang itu ragu, maka bilangan yang terkecil 
itulah yang meyakin^kan. 

3) "Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari 
tanggungj awab" 

Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan bebas 


356 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


dari tuntutan, baik yang berhubungan dengan hak Allah 
maupun dengan hak Adami. Setelah dia lahir muncullah hak 
dan kewajiban pada dirinya. 

Anak kecil lepas dari tanggungjawab melakukan 
kewajiban sampai datangnya waktu balig. Tidak ada hak dan 
kewajiban antara pria dan wanita yang bersifat pernikahan 
sampai terbukti adanya akad nikah. Makan dan minum 
asalnya dibolehkan sampai datangnya dalil yang melarang 
makan makanan dan minum minuman yang diharamkan. 

Dalam fiqih siyasah, seseorang bebas dari 
tanggungjawab jabatan tertentu sampai ada keputusan yang 
mengangkatnya dalam jabatan tersebut. Seseorang bebas dari 
tanggung jawab sebagai seorang dosen, sampai dia diangkat 
dan berfungsi sebagai dosen. Demikian seterusnya sampai 
ada hal yang mengubahnya. Oleh karena itu, muncul kaidah 
lain: 

4) "Hukum asal itu tetap dalam keadaan tersebut selama 
tidak ada hal lain yang mengubahnya" 

Dalam kasus-kasus di atas, unsur yang mengubah 
keadaan itu adalah balig (dewasa) bagi anak kecil, akad 
nikah bagi pria dan wanita, hadits-hadits yang melarang 
makan dan minum yang haram; dan SK dalam jabatan 
tertentu. 

Keadaan di atas pun bisa terjadi perubahan lagi, bila ada 
unsur-unsur lain yang mengubahnya. Misalnya, manusia 
bebas lagi dari tanggungjawab karena datangnya kematian. 
Kewajiban-kewajiban suami istri hilang lagi karena ada 
perceraian. Seseorang yang memegang jabatan hilang lagi 
tanggung jawabnya apabila pensiun atau diberhentikan dari 
jabatannya. 

5) "Hukum asal adalah ketiadaan" 

Lebih jelas lagi dengan kaidah: 

"Hukum asal pada sifat-sifat yang datang kemudian 


357 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


adalah tidak ada" 

Contoh: Apabila terjadi persengketaan antara penjual 
dan pembeli ten tang aib (cacat) barang yang dijualbelikan, 
maka yang dianggap adalah perkataan si penjual, karena 
pada asalnya cacat itu tidak ada. Ada pula ulama yang 
menyatakan, karena hulcum asalnya adalah akad jual beli 
telah terjadi. Sudah tentu ada kekecualian yaitu apabila si 
pembeli bisa memberikan bukti yang meyakinkan bahwa 
cacat barang itu telah ada ketika barang tersebut masih ada di 
tangan penjual. 

Demikian pula apabila terjadi sengketa para pihak dalam 
akad. Pihak pertama mengatakan bahwa akad tersebut 
digantungkan pada syarat tertentu. Pihak kedua mengatakan 
bahwa akad ter _, sebut tidak digantungkan pada syarat apa 
pun. Maka yang di-pegang adalah perkataan pihak kedua, 
karena menggantungkan suatu syarat pada akad adalah sifat 
yang datang kemudian. Hukum asalnya adalah akad tanpa 
syarat apa pun. Sudah tentu pula hal ini bisa berubah, 
apabila pihak pertama mengajukan bukti-bukti yang 
meyakinkan bahwa akad tersebut memang digantungkan 
pada syarat-syarat tertentu. Misalnya, "Utang mau saya bayar 
ketika pulang dari ibadah haji" Kata-kata, "setelah pulang 
dari ibadah haji" adalah syarat yang digantungkan kepada 
akad utang piutang. 

6) "Hukum asal adalah penyandaran suatu peristiwa 
kepada waktu yang lebih dekat kejadiannya"33 

Kaidah tersebut terdapat di dalam kitab-kitab mazhab 
Hanafi. Sedangkan dalam kitab-kitab mazhab Syafi'i, 
meskipun substansi-nya sama tetapi ungkapannya berbeda, 
yaitu: 

"Hukum asal dalam segala peristiwa adalah terjadi pada 
waktu yang paling dekat kepadanya"34 

Apabila terjadi keraguan karena perbedaan waktu dalam 


358 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


suatu peristiwa, maka hukum yang ditetapkan adalah 
menurut waktu yang paling dekat kepada peristiwa tersebut, 
karena waktu yang paling dekat yang menjadikan peristiwa 
itu terjadi. Kecuali ada bukti lain yang meyakinkan bahwa 
peristiwa tersebut terjadi pada waktu yang lebih jauh. 

Contoh: seorang wanita yang sedang mengandung, ada 
yang memukul perutnya, kemudian keluarlah bayi dalam 
keadaan hidup dan sehat. Selang beberapa bulan, bayi itu 
meninggal. Maka, meninggalnya si bayi tidak disandarkan 
kepada pemukulan yang terjadi pada waktu yang telah lama, 
tetapi disebabkan hal lain yang merupakan waktu yang 
paling dekat kepada kematiannya. 

Dalam akad jual beli, terjadi sengketa antara penjual dan 
pembeli. Menurut penjual, cacat yang ada pada barang yang 
dijual terjadi setelah barang itu ada pada tangan pembeli. 
Sedangkan menurut pembeli, cacat barang itu ada ketika 
barang tersebut masih ada pada penjual. Maka yang harus 
dipegang adalah perkataan penjual, karena inilah waktu 
yang paling dekat kepada adanya cacat dan sama-sama 
diyakini terjadinya suatu cacat. Oleh karena itu, jual beli ini 
tidak bisa dibatalkan, kecuali ada bukti Iain yang 
me^yakinkan bahwa cacat barang tersebut terjadi ketika 
barang masih ada di tangan penjual. 

7) Di kalangan mazhab Hanafi ada pula kaidah: 

"Hukum asal segala sesuatu adalah larangan (haram)" 

Kemudian oleh para ulama kaidah tersebut 
dikompromikan men-jadi dua kaidah dalam bidang hukum 
yang berbeda, yaitu kaidah: 

"Hukum asal segala sesuatu itu adalah kebolehan sampai 
ada dalil yang menunjukkan keharamannya" 

Kaidah ini hanya berlaku untuk bidang fiqih muamalah, 
sedangkan untuk Fiqih ibadah digunakan kaidah: 

"Hukum asal dalam ibadah mahdhah adalah batal 


359 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


sampai ada dalil yang memerintahkannya. 

Kaidah di atas semakna dengan kaidah: 

"Tidak ada hukum terhadap suatu perbuatan sebelum 
datangnya syariah" 

"Yang meragukan tentang hukum ivajibnya, maka tidak 
wajib dilakukan" 

Kaidah "al-Ashlufi al-asyya al-ibdhah" ketika dirujukkan 
kepada Al-Quran dan Al-Hadits, terdapat banyak 
kesesuaiannya, seperti dalam QS. al-Jatstsiyah ayat 12, al- 
An'aam ayat 146, al-Araaf ayat 30, dan al-Maa'idah ayat 5. 

8) "Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang 
sebenarnya" 

Apabila seseorang berkata: "Saya mau mewakafkan harta 
say a kepada anak Kyai Alimad. Maka anak dalam kalimat 
tersebut adalah anak yang sesungguhnya, bukan anak 
pungut dan bukan pula cucu. Demikian pula kata-kata hibah, 
jual beli, sewa menyewa, gadai, dan lain-lainnya di dalam 
akad, harus diartikan dahulu dengan arti kata yang 
sebenarnya, bukan dalam arti kiasannya. 

Memang kaidah tersebut lebih dekat dimasukkan ke 
dalam kelompok kaidah ushul daripada kaidah Fiqih. 
Alasannya, kaidah tersebut berkenaan dengan kebahasaan. 
Sedan gkan kaidah-kaidah bahasa berhubungan erat dengan 
arti yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Akan 
tetapi, banyak perbuatan mukallaf yang karena 
menggunakan bahasa juga, maka memunculkan kaidah Fiqih 
seperti kaidah tersebut di atas, meskipun metode 
pembentukan kaidah Fiqih berbeda dengan pembentukan 
kaidah ushul. Bagi penulis hal ini menunjukkan akuratnya 
kaidah di atas. 

9) Qadhi Abd al-Wahab al-Maliki menyebutkan dua 
kaidah lagi yang berhubungan dengan kaidah, "al-yaqin Id 
yuzdl bi al-syak", yaitu: 


360 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


"Tidak dianggap (diakui), persangkaan yangjelas 
salahnya" 

Apabila seorang debitor telah membayar utangnya 
kepada kreditor, kemudian wakil debitor atau 
penanggungjawabnya membayar lagi utang debitor atas 
sangkaan bahwa utang belum dibayar oleh 

debitor, maka wakil debitor atau penanggungjawabnya 
berhak meminta dikembalikan uang yang dibayarkannya, 
karena pem-bayarannya dilakukan atas dasar persangkaan 
yangjelas salahnya, yaitu menyangka bahwa utang belum 
dibayar oleh debitor. Demi-kian pula kaidah tersebut berlaku 
di dalam contoh-contoh yang serupa. 

10) "Tidak diakui adanya waham (kira-kira)" 

Bedanya zhann dan waham adalah di dalam zhann yang 
salah itu persangkaannya. Sedangakan dalam waham, yang 
salah itu zatnya. Apabila seseorang meninggal dengan 
meninggalkan sejumlah ahli waris, maka harta warisan 
dibagikan di antara mereka. Tidak diakui ahli waris yang 
dikira-kirakan adanya.38 

11) "Apa yang ditetapkan berdasarkan waktu, maka 
hukumnya ditetapkan berdasarkan berlakunya waktu 
tersebut selama tidak ada dalil yang bertentangan 
dengannya".39 

Kaidah ini semakna dengan kaidah nomor 4. 

Contoh lain: seseorang yang pergi jauh, tidak ada kabar 
beritanya, maka orang tersebut tetap dianggap hidup sampai 
ada bukti yang meyakinkan bahwa dia telah meninggal. 
Dalam hal ini, yang meyakinkan bahwa waktu pergi dia 
dalam keadaan hidup, maka sekarang pun dia masih tetap 
dianggap hidup. Oleh karena itu, harta warisan tidak boleh 
dibagikan dahulu. Istri yang ditinggalkan 

masih tetap dianggap sebagai istrinya. Artinya, masih 
berhak terhadap nafkah dan hak-hak lainnya sebagai istri. 


361 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


G. Kaidah Asasi 3 : Al-Masyaqqatu Tajlibu At-Taysir 




"Kesulitan mendatangkan kemudahan " 

a. Al-Masyaqqah menurut arti bahasa (etimologis) adalah 
al-ta'ab yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan, dan 
kesukaran, seperti terdapat dalam QS. an-Nahl ayat 7: 

"Dan ia memikul beban-bebanmu fee suatu negeri yang 
kamu tidak sampai ke tempat tersebut kecuali dengan 
kelelahan diri (kesukaran)" 

Sedangkan al-taysir secara etimologis berarti 
kemudahan, seperti di dalam hadits nabi yang diriwayatkan 
oleh Al-Bukhari dan Muslim disebutkan: 

Agama itu mudah, tidak memberatkan. Yusrun law an 
dari kata 'usyrun. Jadi makna kaidah tersebut adalah 
kesulitan menyebabkan adanya kemudahan. Maksudnya 
adalah bahwa hukum-hukum yang dalam penerapannya 
menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf (subjek 
hukum), maka syariah meringankannya sehingga mukallaf 
mampu melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran. 

Dalam ihnu Fiqih, kesulitan yang membawa kepada 
kemudahan itu setidaknya ada tujuh macam, yaitu: 

1. Sedang dalam perjalanan (al-safar). Misalnya, boleh 
qasar shalat, buka puasa, dan meninggalkan shalat Jumat. 

2. Keadaan sakit. Misalnya, boleh tayamum ketika sulit 
memakai air, shalat fardhu sambil duduk, berbuka puasa 
bulan Ramadhan dengan kewajiban qadha setelah sehat, 
ditundanya pelaksanaan had sampai terpidana sembuh, 
wanita yang sedang menstruasi. 

3. Keadaan terpaksa yang membahayakan kepada 
kelangsungan hidupnya. Setiap akad yang dilakukan dalam 


362 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


keadaan terpaksa maka akad tersebut tidak sah seperti jual 
beli, gadai, sewa menyewa, karena bertentangan dengan 
prinsip ridha (rela), merusak atau menghancurkan barang 
orang lain karena dipaksa. 

4. Lupa (al-nisyan). Misalnya, seseorang lupa makan dan 
minum pada waktu puasa, lupa membayar utang tidak diberi 
sanksi, tetapi bukan pura-pura lupa. 

5. Ketidaktahuan (al-jahl). Misalnya, orang yang baru 
masuk Islam karena tidak tahu, kemudian makan makanan 
yang diharamkan, maka dia tidak dikenai sanksi. Seorang 
wakil tidak tahu bahwa yang mewakilkan kepadanya dalam 
keadaan dilarang bertindak hukum, misalnya pailit, maka 
tindakan hukum si wakil adalah sah sampai dia tahu bahwa 
yang me^wakilkan kepadanya dalam keadaan mahjur 'alaih 
(dilarang melakukan tindakan hukum oleh hakim). Dalam 
contoh ini ada kaidah lain bahwa ketidaktahuan tentang 
hukum tidak bisa diterima di negeri Muslim, dalam arti 
kemungkinan untuk tahu telah ada. 

"Tidak diterima di negeri Muslim alasan tidak tahu 
tentang hukum Islam" 

6. Umum al-Balwa, Misalnya kebolehan hai al-salam 
(uangnya dahulu, barangnya belum ada). Kebolehan dokter 
melihat kepada bukan mahramnya demi untuk mengobati, 
sekadar yang dibutuhkan dalam pengobatan. Percikan air 
dari tanah yang mengenai sarung untuk shalat. 

7. Kekurangmampuan bertindak hukum (al-naqsh). 
Misalnya, anak kecil, orang gila, orang dalam keadaan 
mabuk. Dalam ilmu hukum, yang berhubungan dengan 
pelaku ini disebut unsur pemaaf, termasuk di dalamnya 
keadaan terpaksa atau dipaksa. 

Al-masyaqqah itu sendiri bersifat individual. Bagi si A 
mungkin masijaqqah tetapi bagi si B tidak terasa masyaqqah. 
Akan tetapi ada standar umum yang sesungguhnya bukan 


363 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


masyaqqah dan karenanya tidak menyebabkan keringanan di 
dalam pelaksanaan ibadah, st-poi ii terasa berat wudhu pada 
masa musim dingin, atau terasa berat saum pada masa 
musim panas, atau juga terasa berat bagi terpidana dalam 
menjalankan hukuman. Masyaqqah semacam ini tidak 
menyebabkan keringanan di dalam ibadah dan dalam 
ketaatan kepada Allah. Sebab, apabila dibolehkan keringanan 
dalam masyaqqah tersebut akan menyebabkan hilangnya ke- 
maslahatan ibadah dan ketaatan dan menyebabkan lalainya 
manusia di dalam melaksanakan ibadah. 

Yang dikehendaki dengan kaidah tersebut bahwa kita 
dalam melaksanakan ibadah itu tidak ifrath (melampaui 
batas) dan tafrith (kurang dari batas). Oleh karena itu, para 
ulama membagi masyaqqah ini menjadi tiga tingkatan, yaitu: 
1 . 

al-Masyaqqah al-'Azhimmah (kesulitan yang sangat 
berat), seperti kekhawatiran akan hilangnya jiwa dan/atau 
rusaknya anggota badan. Hilangnya jiwa dan/atau anggota 
badan me^nyebabkan kita tidak bisa melaksanakan ibadah 
dengan sempurna. Masyaqqah semacam ini membawa 
keringanan. 2. 

al-Masyaqqah al-Mutawasithah (kesulitan yang 
pertengahan, tidak sangat berat juga tidak sangat ringan). 
Masyaqqah se^macam ini harus dipertimbangkan, apabila 
lebih dekat kepada masyaqqah yang sangat berat, maka ada 
kemudahan di situ. Apabila lebih dekat kepada masyaqqah 
yang ringan, maka tidak ada kemudahan di situ. Inilah yang 
penulis maksud bahwa masyaqqah itu bersifat individual. 3. 

al-Masyaqqah al-Kliafifah (kesulitan yang ringan), 
seperti terasa lapar waktu puasa, terasa cape waktu tawaf 
dan sai, terasa pening waktu rukuk dan sujud, dan lain 
sebagainya. Masyaqqah semacam ini bisa ditanggulangi 
dengan mudah yaitu dengan cara sabar dalam melaksanakan 
ibadah. Alasan-nya, kemaslahatan dunia dan akhirat yang 


364 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


tercermin dalam ibadah tadi lebih utama daripada 
masyaqqah yang ringan ini. 

Adapun keringanan atau kemudahan karena adanya 
masyaqqah setidaknya ada tujuh macam, yaitu: 

1. Takhfifisqath/ rukhsah isqath, yaitu keringanan dalam 
bentuk penghapusan seperti tidak wajib shalat bagi wanita 
yang sedang menstruasi atau nifas. Tidak wajib haji bagi 
yang tidak mampu (istitha'ah). 

2. Takhfiftanqish, yaitu keringanan berupa pengurangan, 
seperti shalat Qasar dua rakaat yang asalnya empat rakaat. 

3. Takhfif ihdal, yaitu keringanan berupa penggantian, 
seperti wudhu dan/atau mandi wajib diganti dengan 
tayamum, atau berdiri waktu shalat wajib diganti dengan 
duduk karena sakit. 

4. Takhfif taqdim, yaitu keringanan dengan cara 
didahulukan, seperti jama' taqdim di Arafah; mendahulukan 
mengeluarkan zakat sebelum haul (batas waktu satu tahun); 
mendahulukan mengeluarkan zakat fitrah di bulan 
Ramadhan; jama' taqdim bagi yang sedang bepergian yang 
menimbulkan masyaqqah dalam perjalanannya. 

5. Takhfif ta'khir, yaitu keringanan dengan cara 
diakhirkan, seperti shalat jama' ta'khir di Muzdalifah, qadha 
saum Ramadhan bagi yang sakit, jama' ta'khir bagi orang 
yang sedang dalam perjalanan yang menimbulkan 
masyaqqah dalam perjalanannya. 

6. Takhfif tarkhis, yaitu keringanan karena rukhsah, 
seperti makan dan minum yang diharamkan dalam keadaan 
terpaksa, sebab bila tidak, bisa membawa kematian. 

7. Takhfif taghyir, yaitu keringanan dalam bentuk 
berubahnya cara yang dilakukan, seperti shalat pada waktu 
khauf (ke-khawatiran), misalnya pada waktu perang. 

b. Apabila kaidah-kaidah ini dikembalikan kepada Al- 
Quran dan Al-Hadits, ternyata banyak ayat dan hadits nabi 


365 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


yang menunjukkan akurasi kaidah "al-masyaqqah tajlib 
taysir", di antaranya: 

"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak 
menghendaki kesulitan bagimu" (QS. al-Baqarah ay at 185) 

"Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan 
kemampuan-nya" (QS. al-Baqarah ay at 286) 

"Allah hendak memberi keringanan kepadamu karena 
manusia dicipta-kan bersifat lemah " (QS. an-Nisaa' ay at 28) 

"Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama 
suatu kesempitan" (QS. al-Hajj ay at 78) 

Berdasar ayat-ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa 
syariah Islam selamanya menghilangkan kesulitan dari 
manusia dan tidak ada hukum Islam yang tidak bisa 
dilaksanakan karena di luar kemampuan manusia yang 
memang sifatnya lemah. Demikianlah makna umum yang 
bisa ditarik dari ayat-ayat di atas. 

Sedangkan hadits-hadits yang menguatkan kaidah diatas 
antara lain: 

"Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah yang ringan dan 
mudah". (HR. Al-Bukhari). Ada juga yang mengartikan al- 
hanafiyah al-samhah dengan arti cenderung kepada 
kebenaran dan mudah. 

"Mudahkanlah mereka danjangan kamu menyulitkan dan 
gembirakan-lah danjangan menyebabkan mereka lari" (HR. 
Al-Bukhari) 

"Seandainya tidak memberatkan umatku, pasti aku 
perintahkan kepada mereka bersiwak (sikatgigi) setiap akan 
shalat" 

c. Kekecualian dari kaidah tersebut adalah: pertama, 
kesulitan-kesulitan yang diklasifikasikan kepada masyaqqah 
yang ringan seperti telah dijelaskan di atas. Kedua, kesulitan- 
kesulitan yang muncul, memang satu risiko dalam suatu 
perbuatan, seperti lapar ketika puasa. Kesulitan semacam ini 
tidak menyebabkan adanya keringanan kecuali bila 


366 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


kelaparan tadi membahayakan jiwanya. 

Di kalangan mazhab al-Syafi'i, khususnya al-Suyuthi, 
menyebut-kan bahwa keringanan itu bisa beberapa macam 
hukumnya: pertama, hukumnya wajib mengambil 

keringanan, seperti orang yang terpaksa makan makanan 
yang diharamkan karena takut mati kelaparan. Dalam hal ini, 
memang terjadi pertentangan antara hifzh al-nafs 
(memelihara jivva) dengan hifzh al-mal (memelihara harta). 
Sudah barang tentu hifzh al-nafs hams didahulukan. Kedua, 
hukumnya sunnah mengambil yang ringan, seperti shalat 
Qasar di perjalanan, berbuka puasa bagi yang khawatir sakit. 
Ketiga, hukumnya boleh mengambil yang ringan, seperti jual 
beli salam (timpah). Keempat, keringanan yang lebih baik 
ditinggalkan, seperti mengusap sepatu. Kelima, keringanan 
yang makruh dilakukan, seperti qasar shalat dalam jarak 
kurang dari tiga marhalah. 

Menurut hemat penulis, keempat dan kelima merupakan 
pe-nerapan al-ihtiyath (kehati-hatian) dalam beribadah yang 
memang dipegang oleh ulama-ulama Syafi'iyah, karena 
dalam ibadah mahdhah itu memerlukan kepuasan batin. 
Kepuasan batin ini dapat terpenuhi dengan kehati-hatian 
dalam pelaksanaannya. 

d. Dari kaidah asasi tersebut di atas (al-masyaqqah tajlib 
al-taisir) kemudian dimunculkan kaidah-kaidah cabangnya 
dan bisa disebut dhabit karena hanya berlaku pada bab-bab 
tertentu, di antaranya: 

1) "Apabila suatu perkara menjadi sempit maka 
hukumnya meluas" 

Kaidah ini sesungguhnya yang tepat merupakan cabang 
dari kaidah "al-masyaqqah tajlib al-taisir", sebab al- 
masyaqqah itu adalah kesempitan atau kesulitan, seperti 
boleh berbuka puasa pada bulan Ramadhan karena sakit atau 
bepergian jauh. Sakit dan bepergian jauh merupakan suatu 


367 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


kesempitan, maka hukumnya menjadi luas yaitu kebolehan 
berbuka. Akan tetapi, bila orang sakit itu sembuh kembali, 
maka hukum wajib melakukan saum itu kembali pula. Oleh 
karena itu muncul pula kaidah kedua: 

"Apabila suatu perkara menjadi meluas maka hukumnya 
menyempit" 

Kaidah ini juga dimaksud untuk tidak meringankan 
yang sudah ringan. Oleh karena itu kaidah ini digabungkan 
menjadi satu, yaitu: 

"Apabila suatu perkara menjadi sempit maka hukumnya 
meluas dan apabila suatu perkara menjadi meluas maka 
hukumnya menyempit" 

Kaidah ini juga menunjukkan fleksibilitas hukum Islam 
yang bisa diterapkan secara tepat pada setiap keadaan. 

Semakna dengan kaidah di atas adalah kaidah: 

"Setiap yang melampaui batas maka hukumnya berbalik 
kepada yang sebaliknya" 

Atau kaidah: 

"Apa yang dibolehkan karena uzur (halangan) maka 
batal (tidak di-bolehkan lagi) dengan hilangnya halangan 
tadi" 

Contoh penerapannya seperti wanita yang sedang 
menstruasi dilarang shalat dan saum. Larangan tersebut 
menjadi hilang bila menstruasinya berhenti. Kewajiban 
melaksanakan shalat fardhu dan saum Ramadhan kembali 
lagi dan boleh lagi melaksanakan shalat sunnah dan puasa 
sunnah. 

2) "Apabila yang asli sukar dikerjakan maka berpindah 
kepada pengganti-nya" 

Contohnya: tayamum sebagai pengganti wudhu. 
Seseorang yang menggasab harta orang lain, wajib 
mengembalikan harta aslinya. Apabila harta tersebut telah 


368 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


rusak atau hilang sehingga tidak mungkin dikembalikan 
kepada pemiliknya, maka dia wajib meng-gantinya dengan 
harganya. Demikian juga halnya dengan orang yang 
meminjam suatu benda, kemudian benda itu hilang 
(misalnya, buku), maka penggantinya buku yang sama baik 
judul, penerbit, maupun cetakannya, atau diganti dengan 
harga buku tersebut dengan harga di pasaran. 

Dalam fiqih siyasah, kaidah di atas banyak diterapkan 
terutama dalam hal yang berhubungan dengan tugas-tugas 
kepemimpinan. Misalnya, ada istilah PJMT (pejabat yang 
melaksanakan tugas), karena pejabat yang sesungguhnya 
berhalangan, maka diganti oleh petugas lain sebagai 
penggantinya. 

3) "Apa yang tidak mungkin menjaganya 
(menghindarkannya), maka hal itu dimaajkan" 

Contohnya: pada waktu sedang saum, kitaberkumur- 
kumur, maka tidak mungkin terhindar dari rasa air di mulut 
atau masih ada sisa-sisa. Darah pada pakaian yang sulit 
dibersihkan dengan cucian. 

4) "Keringanan itu tidak dikaitkan dengan kemaksiatan" 

Kaidah ini digunakan untuk menjaga agar keringanan- 
keringanan di dalam hukum tidak disalahgunakan untuk 
melakukan maksiat (kejahatan atau dosa). Seperti: orang 
bepergian dengan tujuan melakukan maksiat, misalnya, 
untuk membunuh orang atau untuk berjudi atau berdagang 
barang-barang yang diharamkan, maka orang semacam ini 
tidak boleh menggunakan keringanan-ke^ringanan di dalam 
hukum Islam. Misalnya, orang yang bepergian untuk berjudi 
kehabisan uang dan kelaparan kemudian ia makan daging 
babi. Maka dia tidak dipandang sebagai orang yang 
meng^gunakan rukhsah, tetapi tetap berdosa dengan makan 
daging babi tersebut. 

Lain halnya dengan orang yang bepergian dengan tujuan 


369 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


yang dibolehkan seperti untuk kasbu al-halal (usaha yang 
halal), kemudian kehabisan uang dan kelaparan, serta tidak 
ada makanan kecuali yang diharamkan, maka memakannya 
dibolehkan. 

5) "Apabila suatu kata sulit diartikan dengan artiyang 
sesungguhnya, maka kata tersebut berpindah artinya kepada 
arti kiasannya" 

Contohnya: seseorang berkata: "saya wakafkan tanah 
saya ini kepada anak Kyai Ahmad". Padahal semua tahu 
bahwa anak kyai tersebut sudah lama meninggal, yang ada 
adalah cucunya. Maka dalam hal ini, kata anak hams 
diartikan cucunya, yaitu kata kiasarmnya, bukan kata 
sesungguhnya. Sebab, tidak mungkin mevvakafkan harta 
kepada yang sudah meninggal dunia. 

6) "Apabila sulit mengamalkan suatu perkataan, maka 
perkataan tersebut ditinggalkan" 

Contohnya: apabila seseorang menuntut warisan dan 
mengaku bahwa dia adalah anak dari orang yang meninggal, 
kemudian setelah diteliti dari akta kelahirannya, ternyata dia 
lebih tua dari orang yang meninggal yang diakuinya sebagai 
ayahnya. Maka perkataan orang tersebut ditinggalkan dalam 
arti tidak diakui perkataannya. 

7 ) 

"Bisa dimaajkan pada kelanjutan perbuatan dan tidak 
bisa dimaajkan pada permulaannya" 

Contohnya: orang yang menyewa rumah yang 
diharuskan mem-bayar uang muka oleh pemilik rumah. 
Apabila sudah habis pada waktu penyewaan dan dia ingin 
memperbarui sewaannya dalam arti melanjutkan sevvaanya, 
maka dia tidak perlu membayar uang muka lagi. Demikian 
pula halnya untuk memperpanjang izin perusahaan, 
seharusnya tidak diperlukan lagi persyaratan-per-syaratan 
yang lengkap seperti waktu mengurus izinnya pertama kali. 


370 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


8) "Dimaafkan pada permulaan tapi tidak dimaajkan 
pada kelanjutannya" 

Dhabith ini terjadi pada kasus tertentu yaitu orang yang 
melakukan perbuatan hukum karena tidak tahu bahwa 
perbuatan tersebut dilarang. Contohnya: pria dan wanita 
melakukan akad nikah karena tidak tahu bahwa di antara 
keduanya dilarang melangsungkan akad nikah baik karena 
nasab, mushaharah (persemendaan), maupun karena 
sepersusuan. Selang beberapa tahun, baru diketahui bahwa 
antara pria dan wanita itu ada hubungan nasab atau 
hubungan perserhendaan, atau sepersusuan, yang 
menghalangi sahnya per-nikahan. Maka pernikahan tersebut 
harus dipisah dan dilarang melanjutkan kehidupan sebagai 
suami istri. Contoh lain: seorang yang baru masuk Islam 
minum minuman keras karena kebiasaan-nya sebelum 
masuk Islam dan tidak tahu bahwa minuman se-macam itu 
dilarang (haram). Maka orang tersebut dimaafkan untuk 
permulaannya karena ketidaktahuannya. Selanjutnya, setelah 
dia tahu bahwa perbuatan tersebut adalah haram, maka ia 
hams meng-hentikan perbuatan haram tersebut. 

9) "Dapat dimaajkan pada hal yang mengikuti dan tidak 
dimaajkan pada yang lainnya". 

Contohnya: penjual boleh menjual kembali karung bekas 
tempat beras, karena karung mengikuti kepada beras yang 
dijual. Demikian pula boleh mewakafkan kebun yang sudah 
rusak tanamannya karena tanaman mengikuti tanah yang 
diwakafkan. 

Di kalangan mazhab Maliki seperti Qadhi Abd al-Wahab 
al-Baghdadi al-Maliki, menyatakan bahwa kaidah al- 
masyaqqah dengan al-clharar terdapat kesamaan karena 
kedua-duanya harus dihilangkan demi untuk kemaslahatan 
hidup. Selain itu sering disamakan antara al-masyaqqah al- 
'azhimah (kesulitan yang sangat berat) dengan ke- 
mudaratan.44 Dalam penerapan dan contoh-contoh antara 


371 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


kaidah al-masyaqqah tajlib al-taisir dan kaidah al-clharar 
yuzal sering memiliki kesamaan-kesamaan. 

Al-Burnu juga memasukkan kaidah-kaidah yang 
berhubungan dengan darurat ke dalam kaidah masyaqqah 
tajlib al-taisir. Alasannya, keadaan darurat banyak 
berhubungan dengan kaidah masyaqqah tersebut. 

Akan tetapi, ulama seperti Imam Tajuddin as-Subki (w. 
771 H), Imam Abd al-Rahman al-Suyuthi (w. 911 H), dan 
Ibnu Nuzaim (w. 970 H) memisahkan kedua kaidah tersebut 
pada tempat yang berbeda. Penulis mengikuti ulama-ulama 
tersebut karena kaidah al-dharar yuzal lebih bersifat filosofis, 
meskipun kemudian diturunkan kepada materi-materi Fiqih 
yang bersifat teknis. Sedangkan kaidah al-masyaqqah tajlib 
al-taisir menunjukkan bahwa syariat Islam bersifat tidak 
menyulitkan dalam pelaksanaannya. Kedua, kaidah al- 
masyaqqah tajlib al-taisir bertujuan untuk meringankan hal- 
hal yang memberatkan. Sedangkan kaidah al-clharar yuzal 
bertujuan menghilangkan ke-mudaratan, setidaknya 
meringankan. Dalam hal meringankan inilah bertemunya 
kedua kaidah tersebut. Tetapi dalam prinsip kedua, kaidah 
tersebut berbeda. Ketiga, kaidah al-dharar yuzal berkaitan 
erat dengan maqashid al-syariah (Jiifzh al-din, hifzh al-nafs, 
hifzh al-'aql, hifzh ammed, hifzh al-nasl, dan hifzl al-ummah) 
dari sisi sadd al-dzari'ah (menutup jalan kepada 
kemudaratan). Sedangkan kaidah al-masyaqqah tajlib al- 
taisir berkaitan dengan perbuatan mukallaf. 

H. Kaidah Asasi 4 : Adh-Dhararu Yuzalu 


J Iji 


"Kemudaratan harus dihilangkan " 
a. Seperti dikatakan oleh Tzzuddin Ibn Abd al-Salam 


372 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


bahwa tujuan syariah itu adalah untuk meraih kemaslahatan 
dan menolak kemafsadatan. Apabila diturunkan kepada 
tataran yang lebih konkret maka maslahat membawa 
manfaat sedangkan mafsadah mengakibatkan kemudaratan. 

Kemudian para ulama lebih memerinci dengan 
memberikan per-syaratan-persyaratan dan ukuran-ukuran 
tertentu apa yang disebut maslahat. 

Kaidah tersebut di atas kembali kepada tujuan untuk 
merealisasi-kan maqashid al-syari'ah dengan menolak yang 
mafsadah, dengan cara menghilangkan kemudaratan atau 
setidaknya meringankan-nya. Oleh karena itu, tidaklah 
mengherankan apabila Ahmad al-Nadwi menyebutkan 
bahwa penerapan kaidah di atas meliputi lapangan yang luas 
di dalam Fiqih bahkan bisa jadi meliputi seluruh dari materi 
Fiqih yang ada. 

Contoh-contoh di bawah ini antara lain memunculkan 
kaidah di atas: - 

Larangan menimbun barang-barang kebutuhan pokok 
masya-rakat karena perbuatan tersebut mengakibatkan 
kemudaratan bagi rakyat. - 

Adanya berbagai macam sanksi dalam fiqih jinayah 
(hukum pidana Islam) adalah juga untuk menghilangkan 
kemudarat^an. - 

Adanya aturan al-hajr (kepailitan) juga dimaksudkan 
untuk menghilangkan kemudaratan. Demikian pula aturan 
hak syuf'ah. - 

Aturan-aturan tentang pembelaan diri, memerangi 
pemberon-takan, dan aturan tentang mempertahankan harta 
milik. - 

Adanya lembaga-lembaga eksekutif (Iiaiah tanfidziyah), 
lembaga legislatif (Iiaiah tasyri'iyah, ahl al-halli wa al-'aqdi), 
di satu sisi untuk meraih kemaslahatan tetapi di sisi lain juga 
berfungsi untuk menghilangkan kemudaratan. - 


373 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Dalam pernikahan adanya aturan talak untuk 
menghilangkan kemudaratan yang lebih besar dalam 
kehidupan rumah tangga. - 

Larangan menghancurkan pohon-pohon, membunuh 
anak kecil, orang tua, wanita, dan orang-orang yang tidak 
terlibat peperangan dan pendeta agama lain adalah untuk 
meng^hilangkan kemudaratan. - 

Kewajiban berobat dan larangan membunuh diri juga 
untuk menghilangkan kemudaratan. - 

Larangan murtad dari agama Islam dan larangan mabuk- 
mabukan juga untuk menghilangkan kemudaratan. 

Kaidah tersebut di atas sering diungkapkan dengan apa 
yang ter _, sebut dalam hadits: 

"Tidak boleh memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan" 
(HR. Hakim dan lainnya dari Abu Sa'id al-Khudri, HR. Ibnu 
Majah dari Ibnu Abbas) 

Perkataan dharar dan dhirar ini di kalangan ulama 
berbeda pendapat di antaranya: 

1. al-Husaini mengartikan al-dharar dengan "bagimu ada 
manfaat tapi bagi tetanggamu ada mudarat". Sedangkan al- 
dhirar diartikan dengan, "bagimu tidak ada manfaatnya dan 
bagi orang lain (tetangga) memudaratkan". 

2. Ulama lain mengartikan al-dharar dengan membuat 
kemudaratan dan al-dhirar diartikan membawa kemudaratan 
di luar ketentuan syariah. 

Penulis lebih cenderung mengartikannya dalam bahasa 
Indonesia seperti tersebut di atas, yaitu tidak boleh 
memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan. Dengan 
demikian ada kesan kese-imbangan atau keadilan dalam 
perilaku serta secara moral me-nunjukkan mulianya akhlak 
karena tidak mau memudaratkan orang lain tetapi juga tidak 
mau dimudaratkan oleh orang lain. Bahkan sebaliknya kita 
harus memberi manfaat kepada orang lain dan orang lain 


374 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


juga memberi manfaat kepada kita. 

b. Ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadits yang mendukung 
kaidah tersebut antara lain : 




"Janganlah kamu merujuk mereka untuk memberi 
kemudaratan karena dengan demikian kamu menganiaya 
mereka" (QS. al-Baqarah: 231) 




"Dan janganlah kamu memudaratkan mereka (istri) untuk 
menyempit-kan hati mereka" (QS. ath-Thalaaq: 6) 


Jt-p-J JJjip 4IS' jl aJlP pjj Ud U j 


"Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang 
ia tidak menginginkannya dan tidakpula melampaui batas 
maka tidak ada dosa baginya" (QS. al-Baqarah: 173) 



'M 'ey- 'i 


"Tidaklah orang yang sesat itu mampu memudaratkan kamu 
apabila kamu telah mendapatpetunjuk" (QS. al-Maa’idah: 105) 

menjelaskan kepadamu sekalian apa yang Allah haramkan 
kepadamu, kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya" 
(QS. al-An'aam: 119) 

Adapun hadits-hadits nabi di antaranya: 

mengharamkan dari orang mukmin, darahnya, hartanya, dan 
kehormatannya, dan tidak menyangka kecuali dengan 
sangkaan yang baik" (HR. Muslim) 

"Sesungguhnya darah-darah kamu semua, harta-harta kamu 


375 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


semua, dan kehormatan kamu semua adalah haram di antara 
kamu semua" (HR. Muslim) 

c. Kekeculian dari kaidah di atas pada prinsipnya adalah: 

Pertama, apabila menghilangkan kemudaratan 
mengakibatkan datangnya kemudaratan yang Iain yang 
sama tingkatannya, misalnya, A mengambil makanan orang 
lain yang juga dalam keadaan kelaparan. Hal ini tidak boleh 
dilakukan, meskipun si A juga dalam keadaan kelaparan. 
Dalam ilmu hukum ada contoh yang sangat terkenal yaitu 
apabila seseorang di tengah lautan ingin menyelamatkan diri 
dari tenggelam dengan menggunakan sebilah papan. 
Kemudian datang orang lain juga yang ingin 
menyelamaDkan diri dengan mengambil papan tersebut. 
Dalam hukum Islam, hal tersebut tidak boleh dilakukan 
karena tingkat kemudaratannya sama yaitu sama-sama 
untuk menyelamatkan diri (nyawa) atau yang dikenal 
dengan hifzh al-nafs dalam maqdshid al-syariah. 

Lain halnya apabila orang yang dalam keadaan 
kelaparan hampir mati mengambil harta atau buah-buahan 
di kebun orang lain demi untuk menyelamatkan diri, maka 
hal ini dibolehkan. Karena kemudaratan membiarkan diri 
mati (hifzh al-nafs) lebih tinggi derajatnya dibanding 
kemudaratan mengambil harta orang lain (hifzh al-mdl). 
Meskipun sudah tentu apabila dia sudah selamat dari 
kematiannya, diwajibkan mengganti harta yang telah dia 
makan. Mirip dengan contoh ini adalah ijtihad Umar bin 
Khattab yang tidak memotong tangan pencuri yang mencuri 
harta orang lain pada masa kelaparan yang sangat berat.53 

Kedua, apabila dalam menghilangkan kemudaratan 
menimbulkan kemudaratan lain yang lebih besar atau lebih 
tinggi tingkatannya. Contohnya: dilarang melarikan diri dari 
peperangan karena se-mata-mata untuk menyelamatkan diri. 
Alasannya, karena kalah dalam peperangan lebih besar 
mudaratnya daripada menyelamaDkan diri sendiri. Selain 


376 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


itu, dalam peperangan, hukum yang berlaku sesuai dengan 
Al-Quran, "fa yaqtuluna wa yuqtaluna" (QS. at-Taubah: 111) 
(membunuh atau dibunuh/to kill or to be killed). Jadi 
terbunuh dalam peperangan adalah risiko, hanya bagi 
mukmin ada nilai tambah yaitu mati syahid apabila terbunuh 
dalam pe^perangan. 

Selain itu, dalam menghilangkan kemudaratan, dilarang 
meHampaui batas dan betul-betul tidak ada jalan lain kecuali 
melaku-kan perbuatan yang dilarang itulah satu-satunya 
jalan. Seperti menyelamatkan diri dari kematian, terpaksa 
makan makanan yang haram. Itu pun dilakukan hanya 
sekadarnya agar tidak mati. Harus diusahakan dahulu jalan 
lain yang dibolehkan, kecuali apabila tidak ada lagi alternatif, 
maka itulah satu-satunya jalan. Peperangan itu adalah suatu 
kemudaratan, Islam yang cinta damai, tidak mau memulai 
perang sebelum ada yang terbunuh. Apabila telah ada yang 
terbunuh, mayatnya ditampakkan kepada musuh dan dikata- 
kan kepada mereka, "Tidak adakahjalan yang lebih baik dari 
ini?"54 Ini semua adalah upaya dalam menghindari 
kemudaratan. d. 

Kaidah-kaidah yang merupakan cabang dari kaidah "al- 
dharar yuzdl", antara lain: 

1) "Kemudaratan itu membolehkan hal-hal yang 
dilarang" 

Di kalangan ulama ushul, yang dimaksud dengan 
keadaan darurat yang membolehkan seseorang melakukan 
hal-hal yang dilarang adalah keadaan yang memenuhi syarat 
sebagai berikut: 

Pertama, kondisi darurat itu mengancam jiwa dan/atau 
anggota badan. Hal ini berdasarkan ayat Al-Quran surat 
ahBaqarah: 177, al-Maidah: 105, al-An'aam: 145, artinya 
menjaga jiwa (liifzh al-nafs). Tampaknya, semua hal yang 
terlarang dalam rangka mem-pertahankan maqdshid al- 


377 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


syartah termasuk kondisi darurat dalam arti apabila hal 
tersebut tidak dilakukan maka maqdshid al-syari'ah 
terancam, seperti boleh memukul orang yang akan merebut 
harta milik kita. Bahkan, hadits nabi menyatakan, "man mdta 
duna mdlihi fa huwa syahidun" artinya barangsiapa yang 
terbunuh karena mempertahankan hak miliknya yang sah, 
matinya adalah syahid (liifzh al-mdl). Bolehnya menangkap 
dan menghukum para pemabuk, pengguna narkoba, dan 
sebagainya (liifzh al-'aql). Demikian pula boleh menangkap 
dan menghukum pelaku porno-grafi dan pornoaksi adalah 
untuk menyelamatkan keturunan (liifzh al-nasl). Dibolehkan 
pula memerangi pemberontak (liifzh al-ummah). 

Kedua, keadaan darurat hanya dilakukan sekadarnya 
dalam arti tidak melampaui batas. 

Ketiga, tidak ada jalan lain yang halal kecuali dengan 
melakukan yang dilarang. 

2) "Keadaan darurat, ukurannya ditentukan menurut 
kadar kedaruratan-nya" 

"Apa yang dibolehkan karena darurat diukur sekadar 
kedarur atanny a'' 

Kedua kaidah di atas sesungguhnya membatasi manusia 
dalam melakukan yang dilarang karena kondisi darurat. 
Seperti telah dijelaskan bahwa melakukan yang haram 
karena darurat tidak boleh melampaui batas, tapi hanya 
sekadarnya. 

Contoh: seorang dokter dibolehkan melihat aurat wanita 
yang diobatinya sekadar yang diperlukan untuk pengobatan, 
itu pun apabila hdak ada dokter wanita. Orang yang 
kelaparan hampir mati hanya boleh makan yang haram 
sekadar menyelamatkan diri dari kematian, tidak boleh 
makan sampai kenyang. 

Kedua kaidah di atas sesungguhnya merupakan 
penjabaran dari kaidah: 


378 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


3) "Kemudaratan hams ditolak dalam batas-batas yang 
memungkinkan" 

Tindakan Abu Bakar dalam mengumpulkan Al-Quran 
demi ter-peliharanya Al-Quran; usaha damai agar tidak 
terjadi perang; usaha kebijakan dalam ekonomi agar rakyat 
tidak kelaparan adalah di antara contoh penerapan kaidah 
tersebut. 

4) "Kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan 
kemudaratan lagi" 

semakna dengan kaidah: 

"Kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan 
kemudaratan yang sebanding" 

Maksud kaidah itu adalah kemudaratan tidak boleh 
dihilangkan dengan cara melakukan kemudaratan lain yang 
sebanding ke-adaannya. Misalnya, seorang debitor tidak mau 
membayar utang-nya padahal waktu pembayaran sudah 
habis. Maka, dalam hal ini tidak boleh kreditor mencuri 
barang debitor sebagai pelunasan terhadap utangnya. Contoh 
lain seperti orang yang sedang ke-laparan tidak boleh 
mengambil barang orang lain yang juga sedang kelaparan. 

5) "Kemudaratan yang khusus boleh dilaksanakan demi 
menolak ke^mudaratan yang bersifat umum" 

Contoh penerapan kaidah ini banyak sekali, di 
antaranya: 

Boleh melarang tindakan hukum seseorang yang 
membahaya-kan kepentingan umum. Misalnya, 
mempailitkan suatu per-usahaan demi menyelamatkan para 
nasabah. 

Menjual barang-barang debitor yang sudah ditahan demi 
untuk membayar utangnya kepada kreditor. 

Menjual barang-barang timbunan dengan cara paksa 
untuk kepentingan umum. 


379 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Boleh memenjarakan orang yang menolak memberikan 
nafakah kepada orang-orang yang wajib dinafkahinya. 

Semakna dengan kaidah ini adalah kaidah: 

"Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan 
mana yang lebih besar mudaratnya dengan mengerjakan 
yang lebih ringan mudaratnya". 

Contohnya: dibolehkan seorang dokter mengoperasi 
wanita yang meninggal sedang mengandung demi 
menyelematkan bayi yang masih hidup dalam perutnya. 
Apabila si Ibu masih hidup, maka mengoperasi ibu yang 
sedang hamil boleh dilakukan meskipun mengakibatkan bayi 
dalam perutnya meninggal. Dalam hal ini, membiarkan si ibu 
meninggal lebih memudaratkan ketimbangbayi yang ada 
dalam perutnya. 

6) "Kemudaratan yang lebih berat dihilangkan dengan 
kemudaratan yang lebih ringan" 

Kaidah ini biasanya disingkat: "Mengambil yang 
mudaratnya lebih ringan" 

"Dilaksanakan kemudaratan yang khusus untuk menolak 
kemudaratan yang umum" 

Contohnya: apabila tidak ada yang mau mengajarkan 
agama, mengajarkan Al-Quran dan Al-Hadits dan ilmu yang 
berdasarkan agama kecuali digaji, maka boleh menggajinya. 
Contoh lainnya: sanksi-sanksi yang diterapkan yang 
berhubungan dengan maksiat (kejahatan) baik berupa sanksi 
hudud, kisas, diat, dan ta'zir, semua-nya berkaitan dengan 
kaidah tersebut. 

7) "Kemudaratan itu tidak dapat dibiarkan karena 
dianggap telah lama terjadi" 

Maksudnya adalah kemudaratan itu harus dihilangkan 
dan tidak boleh dibiarkan terus berlangsung dengan alasan 
kemudaratan tersebut telah ada sejak dahulu. Contohnya: 
boleh melarang dosen yang punya penyakit darah tinggi 


380 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


yang parah untuk mengajar. Larangan ini tidak bisa dibantah 
dengan alasan penyakitnya sudah lama. Contoh lainnya: air 
mengalir ke jalan ray a dan sudah lama terjadi, maka air 
tersebut hams dialirkan ke tempat lain. Singkat-nya, 
meskipun sudah lama terjadi, kemudaratan tetap harus 
dmhilangkan. 

"Kedudukan kebutuhan itu menempati kedudukan 
darurat baik umum maupun khusus" 

Al-hdjah adalah suatu keadaan yang menghendaki agar 
seseorang melakukan suatu perbuatan yang tidak menurut 
hukum yang seharusnya berlaku, karena adanya kesukaran 
dan kesulitan. Perbedaan antara al-dharurat dan al-hdjah 
adalah: pertama, di dalam kondisi al-dharurat, ada bahaya 
yang muncul. Sedangkan dalam kondisi al-hdjah, yang ada 
hanyalah kesulitan atau kesukaran dalam pelaksanaan 
hukum. Kedua, di dalam al-dharurat, yang dilanggar 
perbuatan yang haram li dzdtihi seperti makan daging babi. 
Sedangkan dalam al-hdjah, yang dilanggar adalah haram li 
ghayrihi. Oleh karena itu ada dhahith yang menyebutkan 
bahwa: 

"Apa yang diharamkan karena zatnya, dibolehkan 
karena darurat dan apa yang diharamkan karena yang 
lainnya dibolehkan karena adanya al-hajah" 

Karena kebolehan melanggar yang haram inilah, 
kedudukan al-hdjah ditempatkan pada posisi al-dharurat. 

Contoh lain tentang al-hdjah adalah: dalam jual beli, 
objek yang dijual telah wujud. Akan tetapi, demi untuk 
kelancaran transaksi, boleh menjual barang yang belum 
wujud asal sifat-sifatnya atau contohnya telah ada. Inilah 
yang disebut dengan bae al-saldm (jual beli salam, timpah - 
bahasa Sunda). Uangnya diserahkan dahulu baru beberapa 
waktu kemudian barangnya diserahkan. Demikian pula 
halnya dalam jialah (perpindahan utang). Pada prinsipnya, 


381 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


yang harus membayar utang adalah debitor, akan tetapi, 
demi kelancaran pembayaran utang, debitor boleh 
memindahkan utang-nya kepada orang lain. 

9) "Setiap keringanan yang dibolehkan karena darurat 
atau karena al-hajahftidak boleh dilaksanakan sebelum 
terjadinya kondisi darurat atau al-hajah" 

Contohnya: memakan makanan yang haram, baru bisa 
dilaksana^kan setelah terjadinya kondisi darurat atau al- 
hdjah, misalnya, tidak ada makanan lain yang halal. 

Dhabith di atas ditemukan dalam kitab al-Isyraf karya 
Qadhi Abd al-Wahab al-Maliki. Sedangkan dalam kitab al- 
Asybah wa al-Nazhd'ir, ada dhabith lain, yaitu: 

"al-hajah apabila bersifat umum adalah seperti kondisi 
darurat" 

Pengertian "dmmah" atau umum adalah kebutuhan 
tersebut meliputi seluruh manusia. Sedangkan pengertian 
"khdshshah" adalah kebutuhan tersebut bagi satu golongan 
tertentu atau daerah tertentu, bukan untuk orang per orang. 
Contoh lain tentang al-hdjah adalah jual beli valas (jual beli 
mata uang) baik transaksi forward, swap maupun option, 
hukumnya haram.55 Akan tetapi, karena kebutuhan 
transaksi spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas 
untuk penyerahan pada saat itu, kontan {over the counter), 
maka hukumnya boleh. Karena orang yang ke luar negeri 
membutuhkan uang asing untuk hidup di luar negeri. Ini 
yang dilakukan oleh money changer, bukan jual beli yang 
valas yang mengandung unsur maisir (perjudian). 

Contoh lainnya adalah tahdid al-nasl (pembatasan 
kelahiran) untuk kehidupan rumah tangga yang sakinah, 
pendidikan anak, hukurrmnya boleh karena al-hajah. 

10) "Setiap tindakan hukum yang membawa 
kemafsadatan atau menolak kemaslahatan adalah dilarang" 

Contohnya: menghambur-hamburkan harta atau boros 


382 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


tanpa ada manfaatnya. Contoh lainnya: melakukan akad riba, 
perjudian, pornografi, pornoaksi, kesepakatan untuk 
melakukan perampokan dan lain sebagainya. 

I. Kaidah Asasi 5 : AI-'Adatu Muhakkamah 


"Adat kebiasaan dapat dijadikan (pertimbangan) hukum" 

a. Sebelum Nabi Muhammad SAW. diutus, adat 
kebiasaan sudah berlaku di masyarakat baik di dunia Arab 
maupun di bagian lain termasuk di Indonesia. Adat 
kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai 
yang dianggap oleh masyarakat tersebut. Nilai-nilai tersebut 
diketahui, dipahami, disikapi, dan dilaksanakan atas dasar 
kesadaran masyarakat tersebut. 

Ketika Islam datang membawa ajaran yang mengandung 
nilai-nilai uluhiyah (ketuhanan) dan nilai-nilai insaniyah 
(kemanusiaan) bertemu dengan nilai-nilai adat kebiasaan di 
masyarakat. Di antaranya ada yang sesuai dengan nilai-nilai 
Islam meskipun aspek filosofisnya berbeda. Ada pula yang 
berbeda bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada 
dalam ajaran Islam. Di sinilah kemudian ulama membagi 
adat kebiasaan yang ada di masyarakat menjadi a-'ddah al- 
shahihah (adat yang sahih, benar, baik) dan ada pula 'adah 
al-fdsidah (adat yang mafsadah, salah, rusak). 

Imam Izzuddin bin Abd al-Salam menyatakan bahwa 
kemasMahatan dan kemafsadatan dunia dan akhirat tidak 
bisa diketahui kecuali dengan al-Syari'ah. Sedangkan 
kemaslahatan dan ke^mafsadatan dunia saja, bisa dikenal 
dengan pengalaman, adat kebiasaan, perkiraan yang benar, 
serta indikator. 

Abu Ishak al-Syathibi (w. 790 H) menyatakan bahwa 


383 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


dilihat dari sisi bentuknya dalam realitas, adat dapat dibagi 
dua: pertama, al-ddah al-dmmah (adat kebiasaan yang 
umum), yaitu adat kebiasaan manusia yang tidak berbeda 
karena perbedaan waktu, tempat, dan keadaan seperti 
kebiasaan untuk makan, minum, khawatir, ke-gembiraan, 
tidur, bangun, dan Iain-lain. Kedua, adat kebiasaan yang 
berbeda karena perbedaan waktu, tempat, dan keadaan 
seperti bentuk-bentuk pakaian, rumah, dan Iain-lain. 

Secara bahasa, al-'ddah diambil dari kata al-'aud (i iu) 
atau al-mu'awadah (Sijuul) yang artinya berulang (jhxjl). 

Ibnu Nuzaim mendefinisikan al-'ddah dengan: 

"Sesuatu ungkapan dari apa yang terpendam dalam din, 
perkara yang berulang-ulang yang bisa diterima oleh tabiat 
(perangai) yang sehat" 

Para ulama mengartikan al-'ddah dalam pengertian yang 
sama, karena substansinya sama, meskipun dengan 
ungkapan yangber-beda, misalnyaa£-Wf didefinisikan 
dengan: 

"'Urfadalah apa yang dikenal oleh manusia dan 
mengutang-ulangnya dalam ucapannya dan perbuatannya 
sampai hal tersebut menjadi biasa dan berlaku umum" Dari 
dua definisi di atas, ada dua hal penting yaitu: pertama, di 
dalam al-'ddah ada unsur berulang-ulang dilakukan dan 
dalam al-'urf ada unsur (al-ma'ruf) dikenal sebagai sesuatu 
yang baik. Kata-kata al-'urf ada hubungannya dengan tata 
nilai di masyarakat yang dianggap baik. Tidak hanya benar 
menurut keyakinan masyarakat tetapi juga baik untuk 
dilakukan dan atau diucapkan. Hal ini erat kaitannya dengan 
"al-amr hi al-ma'ruf wa al-nahy 'an al-munkar" dalam Al- 
Quran. 

Tampaknya lebih tepat apabila al-'ddah atau al-'urf ini 
didefinisikan dengan: "Apa yang dianggap baik dan benar 
oleh manusia secara umum (al-'ddah al-'ammah) yang 


384 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. 

Dalam memutuskan suatu perkara setidaknya ada dua 
macam pertimbangan yang harus dipei'hatikan. Pertama, 
pertimbangan keadaan kasusnya itu sendiri, seperti apa 
kasusnya, di mana dan kapan terjadinya, bagaimana proses 
kejadiannya, mengapa terjadi, dan siapa pelakunya. Kedua, 
perimbangan hukum. Dalam per^timbangan hukum inilah 
terutama untuk hukum-hukum yang tidak tegas disebutkan 
dalam Al-Quran dan Al-Hadits, adat kebiasaan harus 
menjadi pertimbangan dalam memutuskan perkara. b. Ketika 
kaidah ini dikembalikan kepada ayat-ayat Al-Quran dan 
hadits nabi, ternyata banyak ayat-ayat Al-Quran dan hadits 
nabi. 


y - y . SO 0 , O Jl . 0 / S Si . 

ijyL*DnJ 1 ysi ydb j-«lj A>- 


"Jadilah engkau pemaafdan suruhlah orang mengerjakan 
yang ma'ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh" 
(QS. Al-A'raaf: 199) 


1* y^ / 1# / 


"Dan bagi para ivanita mempunyai hak yang seimbang 
dengan ke-wajibannya menurut car a yang ma'ruf (QS. Al- 
Baqarah: 228) 


t-3 j yC* JL; i yb j 


"Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan earn yang 
ma'ruf (baik) " (QS. An-Nisaa': 19) 


385 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


j! j \j» kkjl { jS' a^ 

0 * i' 0 


"Kaffarat (melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh 
orang miskin yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan 
kepada keluargamu atau memberi pakaian" (QS. Al-Ma'idah: 
89 ) 

Kata awsath tidak di-nash-kan ukurannya dengan 
ketentuan yang pasti, maka ukurannya kembali kepada 
ukuran adat kebiasaan makanan atau pakaian yang dimakan 
atau dipakai oleh keluarga tersebut. 

Rasyid Ridha dalam menjelaskan kata-kata makruf 
menyatakan bahwa makruf adalah cukup dan layak untuk 
wanita yang berlaku di kaumnya dan kelompoknya.60 
Sedangkan dalam menjelaskan surat al-Baqarah ayat 233, ia 
menyatakan bahwa al-mdruf adalah dikenal manusia dalam 
pergaulannya dalam keluarganya dan yang biasa berlaku 
dalam adat mereka.61 Sedangkan Ibnu Katsir me-nafsirkan 
makruf dalam surat al-Baqarah ayat 233 di atas dengan adat 
kebiasaan wanita-wanita yang berlaku di negeri mereka. 

Adapun hadits-hadits nabi di antaranya : 

"Ukuran berat (timbangan) yang dipakai adalah ukuran berat 
ahli Mekkah, sedangkan ukuran isi yang dipakai adalah 
ukuran isi ahli Madinah" (HR. Abu Dawud) 

Ukuran berat atau timbangan yang dipakai adalah 
timbangan ahli Mekkah, karena kebiasaan penduduk 
Mekkah adalah pedagang. Sedangkan ukuran kapasitas (isi) 
yang digunakan adalah yang biasa digunakan oleh 
penduduk Madinah, karena kebanyakan mereka bergerak di 
bidang pertanian. Maksudnya, apabila terjadi perseng- 
ketaan, maka ukuran tersebut yang dipakai pada zaman nabi. 

"Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam, maka baik 


386 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


pula di sisi Allah " 

"Fatimah bintiAbi Hubaisy bertanya kepada Nabi SAW, dia 
berkata: "Saya ini berada dalam kondisi haidh yang tidak 
berhenti apakah saya harus meninggalkan shalat?" nabi 
menjawab: "Tidak, itu adalah darah penyakit, tapi 
tinggalkanlah shalat berdasarkan ukuran hari-hari yang 
engkau biasa menstruasi. Kemudian mandilah dan shalatlah". 
(HR. Al-Bukhari dari Aisyah) 

Dari hadits di atas, jelas bahwa kebiasaan para wanita, 
baik itu menstruasi, nifas, dan menghitung waktu hamil yang 
paling panjang adalah jadi pegangan dalam penetapan 
hukum. Kata-kata qadra ayyam dan seterusnya 
memmjukkan bahwa ukuran-ukuran tertentu bagi wanita 
mengikuti yang biasa terjadi pada diri mereka. 

c. Kekecualian dari kaidah 

Seperti telah dijelaskan di muka bahwa al-'ddah yang 
bisa diper-timbangkan dalam penetapan hukum adalah al- 
'ddah al-shahihah, bukan al-'ddah al-fdsidah. Oleh karena 
itu, kaidah tersebut tidak bisa digunakan apabila: 

1. al-'ddah bertentangan dengan nash baik Al-Quran 
maupun Al-Hadits, seperti: saum terus-terusan atau saum 
empatpuluh hari atau tujuh hari siang malam; kebiasaan judi; 
menyabung ayam; kebiasaan menanam kepala hewan korban 
waktu mem-buat jembatan; kebiasaan memelihara babi atau 
memperjual-belikan daging babi; dan lain sebagainya. 

2. al-'ddah tersebut tidak menyebabkan kemafsadatan 
atau menghilangkan kemaslahatan termasuk di dalamnya 
tidak mengakibatkan kesulitan atau kesukaran, seperti: 
memboros-kan harta; hura-hura dalam acara perayaan; 
memaksakan dalam menjual (jual belt dedet-Sunda); dan lain 
sebagainya. 

3. al-'adah berlaku pada uraumnya di kaum muslimin, 
dalam arti bukan lianya yang biasa dilakukan oleh beberapa 
orang saja. Bila dilakukan oleh beberapa orang saja maka 


387 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


tidak di-anggap adat. 

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa ibadah mahdhah 
tidak dmlakukan kecuali yang telah disyariatkan oleh Allah 
dan al-'adah tidak diharamkan kecuali yang telah 
diharamkan Allah. 

Sering terjadi benturan antara tata nilai Islam dan tata 
nilai masyarakat dalam pelaksanaannya. Misalnya: 
masyarakat Indcmnesia menganut tata nilai kekeluargaan, 
Islam pun menganut tata nilai persaudaraan dan 
kekeluargaan. Dalam masyarakat semacam ini, aspek-aspek 
kelahiran, pernikahan, dan kematian sudah men-jadi adat 
kebiasaan merayakannya atau memperingatinya. Apabila 
kita dekati masalah ini dari sisi kaidah Fiqih, maka kaidah 
Fiqih asasi yang lima tersebut di atas juga harus diperhatikan 
dan di-jadikan "pisau" analisis terhadap kasus tersebut. Tidak 
cukup hanya dengan menggunakan kaidah al-'adah 
muhkamah tetapi juga kaidah-kaidah asasi lainnya: al-umur 
hi maqashidiha, al-yaqin Id yuzdl hi al-syak, al-masyaqqah 
tajlib al-taisir, dan al-dhardr yuzdl 

Apabila dalam acara pernikahan, misalnya ada nyanyian, 
hal itu memang wajar karena dalam suasana kegembiraan. 
Apabila kesenian zaman nabi dengan rebana, sekarang boleh 
dengan Cianjuran atau degung di masyarakat Sunda asal 
pakaiannya menutup aurat dan tidak ada pornoaksi. 

d. Kaidah-kaidah Cabang 

Di antara kaidah-kaidah cabang dari kaidah al-'adah 
muhkamah adalah sebagai berikut: 

1) "Apa yang biasa diperbuat orang banyak adalah hujjah 
(alasan/argumen/ dalil) yang wajib diamalkan" 

Maksud kaidah ini adalah apa yang sudah menjadi adat 
kebiasaan di masyarakat, menjadi pegangan, dalam arti 
setiap anggota masya^rakat menaatinya. Contohnya: 
menjahitkan pakaian kepada tukang jahit, sudah menjadi 


388 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


adat kebiasaan bahwa yang menyediakan benang, jarum, dan 
menjahitnya adalah tukang jahit. 

2) "Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) 
itu hanyaiah adat yang terus-menerus berlaku atau berlaku 
umum" 

Maksudnya, tidak dianggap adat kebiasaan yang bisa 
dijadikan pertimbangan hukum, apabila adat kebiasaan itu 
hanya sekali-sekali terjadi dan/ atau tidak berlaku umum. 
Kaidah ini sesungguh-nya merupakan dua syarat untuk bisa 
disebut adat, yaitu terus-menerus dilakukan dan bersifat 
umum (keberlakuannya). Contolmnya: apabila seseorang 
berlangganan majalah atau surat kabar, maka majalah dan 
surat kabar itu diantar ke rumah pelanggan. Apabila 
pelanggan tidak mendapatkan majalah atau surat kabar 
tersebut maka ia bisa komplain (mengadukannya) dan 
menuntut-nya kepada agen majalah atau surat kabar 
tersebut. 

3) "Adat yang diakui adalah yang umumnya terjadi yang 
dikenal oleh manusia bukan dengan yangjarang terjadi" 

Ibnu Rusydi menggunakan ungkapan lain, yaitu : 

"Hukum itu dengan yang biasa terjadi bukan dengan 
yangprang terjadi"64 

Contohnya: para ulama berbeda pendapat tentang waktu 
hamil terpanjang, tetapi bila menggunakan kaidah di atas, 
maka waktu hamil terpanjang tidak akan melebihi satu 
tahun. Demikian pula menentukan menopause wanita 
dengan 55 tahun. 

4) "Sesuatu yang telah dikenal karena 'utfsepertiyang 
disyaratkan dengan suatu syarat". 

Maksudnya: adat kebiasaan dalam bermuamalah 
mempunyai daya ikat seperti suatu syarat yang dibuat, 
meskipun tidak secara tegas dinyatakan. Contohnya: apabila 
orang bergotong royong mem-bangun rumah yatim piatu, 


389 



Bab 20: Qawaid Fiqhiyah 


Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


maka berdasarkan adat kebiasaan, orang-orang yang 
bergotong royong itu tidak dibayar. Jadi tidak bisa menuntut 
bayaran. Lain halnya apabila sudah dikenal sebagai tukang 
kayu atau tukang cat yang biasa diupah, datang ke suatu 
rumah yang sedang dibangun, lalu dia bekerja di situ, maka 
dia harus dibayar upahnya seperti yang lainnya meskipun 
dia tidak mensyaratkan apa pun, sebab kebiasaan tukang 
kayu atau tukang cat apabila bekerja, dia mendapat bayaran. 

"Sesuatu yang telah dikenal di antara pedagang berlaku 
sebagai syarat diantara mereka" 

Sesungguhnya ini adalah dhabith karena berlaku hanya 
di bidang muamalah saja, dan itu pun di kalangan pedagang 
(akan dijelaskan lebih jauh dalam dhabith muamalah). 
Dimasukkan di sini dalam kaitannya dengan kaidah al-'adah 
muhkamah 

6) "Ketentuan berdasarkan 'urf seperti ketentuan 
berdasarkan nash" 

Maksud kaidah ini adalah sesuatu ketentuan 
berdasarkan urf yang memenuhi syarat seperti telah 
dikemukakan pada bagian c. adalah mengikat dan sama 
kedudukannya seperti penetapan hukum ber^dasarkan nash. 

Contohnya: apabila seseorang menyewa rumah atau toko 
tanpa menjelaskan siapa yang bertempat tinggal di rumah 
atau toko tersebut, maka si penyewa bisa memanfaatkan 
rumah tersebut tanpa rhengubah bentuk atau kamar-kamar 
rumah kecuali dengan izin orang yang menyewakan. 

7) "Sesuatu yang tidak berlaku berdasarkan adat 
kebiasaan seperti yang tidak berlaku dalam kenyataan" 

Maksud kaidah ini adalah apabila tidak mungkin terjadi 
berdasar^kan adat kebiasaan secara rasional, maka tidak 
mungkin terjadi dalam kenyataannya. Contohnya: seseorang 
mengaku bahwa harta yang ada pada orang lain itu miliknya. 
Tetapi dia tidak bisa mermjelaskan dari mana asal harta 


390 



Seri Fiqih Kehidupan (1): llmu Fiqih 


Bab 20 : Qawaid Fiqhiyah 


tersebut. Sama halnya seperti sese^orang mengaku anak si A, 
tetapi ternyata umur dia lebih tua dari si A yang diakui 
sebagai bapaknya. 

8) "Arti hakiki (yang sebenarnya) ditinggalkan karena 
ada petunjuk arti menurut adat" 

Maksudnya: arti yang sesungguhnya ditinggalkan 
apabila ada arti lain yang ditunjukkan oleh adat kebiasaan. 
Contohnya: yang di-sebut jual beli adalah penyerahan uang 
dan penerimaan barang oleh si pembeli serta sekaligus 
penyerahan barang dan penerimaan uang oleh si penjual. 
Akan tetapi, apabila si pembeli sudah me-nyerahkan tanda 
jadi (uang muka), maka berdasar adat kebiasaan, akad jual 
beli itu telah terjadi. Maka si penjual tidak bisa lagi 
membatalkan jual belinya meskipun harga barang naik. 

9) "Pemberian izin menurut adat kebiasaan adalahsama 
denganpemberian izin menurut ucapan" 


391 




Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Penutup 


Penulup 


Alhamdulillah, akhirnya jilid pertama dari 18 jilid Seri 
Fiqih Kehidupan yang menjadi jilid pembuka dari rangkaian 
ilmu fiqih telah Penulis selesaikan sampai disini. 

Meski sebenarnya halaman ini terlalu sedikit untuk dapat 
memberikan gambaran utuh tentang ilmu fiqih yang 
sedemikian luas. Namun Penulis tidak ingin mengajak 
pembaca terlalu jauh menelusuri detail-detail pengantar ilmu 
fiqih ini, agar tidak terlalu jauh melencang dari tujuan utama 
penulisan buku ini, yaitu mengenalkan hukum-hukum fiqih 
yang telah diwariskan oleh para ulama di masa lalu dan 
kemudian dikembangkan oleh para ulama di masa kini. 

Adapun penulisan buku ini tentunya ditujukan untuk 
sekedar memberikan gambaran sekilas, tambahan sedikit 
wawasan, serta worldview tentang dunia ilmu fiqih, 
khususnya kepada mereka yang belum sempat mengenyam 
pendidikan secara khusus dalam mata kuliah ilmu fiqih. 


393 




Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Pustaka 


Pustaka 


Ad-Dasuqi, Hasyiyatu Ad-Dasuqi 'ala Asy-Syarhi Al-Kabir 
Ali Haidar, Durar Al-Hukkan Syarah Majallah Al-Ahkam, Dar 
Al-Jil Beriut, Cet. 1,1991. 

Al-Imam Al-Ghazali, Al-Mustashfa 
Al-Imam Ar-Razi, Al-Mahshul 
Al-Mawardi, Adabul Qadlii 
Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul 
Az-Zarkasyi, Al-Bahrul Muhith 

Dr. Alauddin Husein Rahhal, Ma'alim wa Dhawabithul Ijtihad 
Inda Asy-Syaikh Al-Imam Ibnu Taymiyah 
Dr. Ali bin Sulaiman Al-Ubaid, Tafasir Ayat Al-Ahkam wa 
Manahijuha 

Dr. Ghazi bin Mursyid bin Khalaf Al-Atibi, At-Talfiq Baina Al- 
Mazahib wa 'Ilaqatuhu bi Taysir Al-Fatwa 
Ubaidillah bin Mas'ud Al-Mahbubi Al-Bukhari Al-Hanafi, 
At-Taudhih 'ala At-Tanqih. 

Ibnu Hazm, Al-Midxalla bi Al-Atsar 

Kasyfa Istilahil Funun 

Al-Ihkamfi Ushulil Ahkam 

Umdatu At-Tahqiqfi At-Faqlid wa At-Falfiq 

Al-Mishbahfi Rasmi Al-Mufti wa Manahij Al-Ifta' 

Khulashatu At-Fahqiqfi Bayani Hukmi At-Faqlid wa At-Talfiq 

At-Tahqiqfi Buthlan At-Talfiq 

Nasyril Bunud 'ala Maraqi Ash-Shuud 

Manna' Al-Qaththan, At-Tasyri' wa Al-Fiqhfi Al-Islam 

Sullamu Al-Wushul li Syarhi Nihayati As-Suul 

Syarah Maraqi Ash-Shu'ud 


395 



Pustaka 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Ad-Dur Al-Mukhtar Syarah Tanwir Al-Abshar 

Kamus 

Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, Dar Shadir, Beirut, 
Cet. I, 711 H 
Al-Mishbah Al-Munir, 

Adz-Dzarkasyi Al-Bahrul Muhith 

Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir Ar-Razi, 
Mukhtar Ash-Shihah 


396 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Tentang Penulis 


Tentang Penulis 


Ahmad Sarwat, Lc lahir dari ayah 
KH. Drs. Moch Machfudz Basir, putera 
asli betawi, dan ibu Dra. H. Chodidjah 
Djumali yang berasal dari Yogyakarta. 

Keduanya orang tuanya bertemu, 
menikah, berumah tangga dan sempat 
tinggal di Cairo Mesir, saat mereka 
menempuh pendidikan di universtitas 
tertua di dunia, Al-Azhar University 
dan Cairo University. Pasangan ini 
dikaruniai anak pertama yang menjadi penulis buku di Cairo 
Mesir pada 19 September 1969. 

Penulis menempuh pendidikan SI pada Fakultas Syariah 
jurusan Perbandingan Mazhab di Universitas Islam Al-Imam 
Muhammad Ibnu Suud Al-Islamiyah milik pemerintah 
Kerajaan Saudi Arabia, yang lokasinya di Jakarta. Kampus itu 
lebih akrab dikenal dengan sebutan LIPIA. 

Di kampus itu, Penulis buku ini lebih banyak berkenalan 
dengan teks-teks asli kitab-kitab fiqih karya besar para ulama 
muslim dari berbagai mazhab fiqih besar. Sesuai dengan 
jurusannya, perbandingan mazhab, Penulis amat 
terpengaruh dalam tulisannya untuk menulis dengan gaya 
perbandingan mazhab. Tujuannya tidak lain untuk lebih 
memperkaya khazanah ilmu syariah, dan bahwa pendapat 
ulama itu ternyata bukan hitam putih satu warna, melainkan 
menjadi harmoni indah yang penuh warna. 

Selesai kuliah, Penulis aktif menjawab banyak 



397 


Tentang Penulis 


Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


pertanyaan syariah yang masuk ke kantor tempat bekerja, 
yaitu Pusat Konsultasi Syariah. Tugas menjawab soal-soal 
syariah inilah yang kemudian menempa Penulis untuk lebih 
tekun lagi membuka lembar-lembar kitab-kitab fiqih mulai 
dari yang klasik sampai kontemporer. Tentu dengan 
bimbingan para ulama dan ahli syariah yang lebih senior. 
Semua pertanyaan masuk dijawab dengan bahasa yang 
ilmiyah tapi tetap segar dan enak dibaca. Dan semuanya bisa 
diakses lewat situs internet milik lembaga itu, yaitu 
www. sy ariahonline .com. 

Kemudian Penulis diminta untuk menjadi nara sumber 
di situs lain, eramuslim.com, hingga kemudian betul-betul 
menjadi karyawan tetap di kantor itu selama beberapa tahun, 
dengan tugas yang sama, yaitu menjawab masalah-masalah 
syariah dalam rubrik Ustadz Menjawab. Bahkan sempat 
menjadi pimpinan redaksi dan general manajer walau hanya 
sebentar. 

Kesibukan dalam berdakwah dan mengajar kesana- 
kemari rupanya semakin menuntut waktu yang banyak, 
sehingga Penulis memutuskan untuk lebih konsentrasi pada 
dunia dakwah, ketimbang menjadi pegawai kantor swasta 
yang terikat dengan jam kerja. 

Keluar dari eramuslim bukan semakin santai tetapi 
malah semakin sibuk. Selain mengajar di Sekolah Tinggi 
Akuntansi Negara (STAN) sebagi dosen Pendidikan Agama 
Islam, Penulis juga sibuk menghadiri undangan dari berbagai 
majelis taklim baik di perkantoran atau pun di perumahan. 
Bahkan tidak jarang harus berangkat ke mancanegara, seperti 
Jepang, Qatar, Mesir, Singapura dan lainnya untuk 
menghadiri permintaan ceramah dari berbagai organisasi 
dakwah disana. 

Penulis masih meneruskan pendidikan ke jenjang yang 
lebih tinggi, yaitu Institus llmu Al-Quran (IIQ) pada 
konsentrasi Ulumul Quran dan Ulumul Hadits. 


398 



Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar llmu Fiqih 


Tentang Penulis 


Penulis juga aktif di berbagai organisasi yang terkait 
dengan ilmu keislaman, sehingga dipilih untuk menjadi 
ketua para Forum Silaturrahim Majelis Taklim dan Umara. 

Bersama dengan beberapa teman, Penulis juga aktif 
menulis di beberapa situs keislaman, seperti warnaislam.com 
dan kampussyariah.com. 

Yang terakhir itu merupakan kampus online yang 
mengajarkan ilmu syariah lew at internet, lengkap dengan 
level, mata kuliah, soal, latihan, nilai dan ujian. 

Saat ini Penulis tinggal di Daarul-Uluum Al-Islamiyah 
(DU CENTER), Jalan Karet Pedurenan no. 53 Setiabudi 
Kuningan Jakarta Selatan. Daarul-Uluum Al-Islamiyah 
adalah sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan 
dan keagamaan. Penulis menjadi ketua umum yayasan ini 
yang membawahi tiga unit pendidikan formal, TK, Madrasah 
Ibtidaiyah, dan SMK dengan total murid sekitar 800 siswa. 

Karya tubs berupa buku syariah Islam sudah cukup 
banyak yang sudah terbit, salah satunya buku yang di tangan 
pembaca ini. Terdiri 18 jilid buku berseri dengan judul besar : 
Fiqih Kehidupan, yang membahas ilmu fiqih mulai dari 
urusan thaharah hingga masalah kekinian. Total akan 
mencapai 5.000-an halaman. 

Buku yang di tangan Anda ini adalah jilid ketiga dari 18 
jilid Seri Fiqih Kehidupan karya Ahmad Sarwat, Lc : 

0 Seri Fiqih Kehidupan (1) : Pengantar Ilmu Fiqih 

□ Seri Fiqih Kehidupan (2) : Thaharah 

□ Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat 

□ Seri Fiqih Kehidupan (4): Zakat 

□ Seri Fiqih Kehidupan (5): Puasa 

□ Seri Fiqih Kehidupan (6): Haji 

□ Seri Fiqih Kehidupan (7): Muamalat 

□ Seri Fiqih Kehidupan (8): Nikah 

□ Seri Fiqih Kehidupan (9): Kuliner 


399 



Tentang Penulis Seri Fiqih Kehidupan (1): Pengantar 11 mu Fiqih 


□ Seri Fiqih Kehidupan (10): Pakaian & Rumah 

□ Seri Fiqih Kehidupan (11): Sembelihan 

□ Seri Fiqih Kehidupan (12): Masjid 

□ Seri Fiqih Kehidupan (13): Kedokteran 

□ Seri Fiqih Kehidupan (14): Seni Seni Olahraga dan Hobi 

□ Seri Fiqih Kehidupan (15): Mawaris 

□ Seri Fiqih Kehidupan (16): Jinayat 

□ Seri Fiqih Kehidupan (17): Jihad 

□ Seri Fiqih Kehidupan (18): Negara 


□ 


400